Reporter : Dini
Mimpi merupakan sebuh pelecut semangat seseorang untuk mendapatkan apa yang telah diinginkan. Ini terjadi dengan jelas oleh seorang gadis berusia 22 tahun asal Boyolali, Tsurayya Syarif Zain namanya. Berawal dari mimpinya, dia bisa menginjakkan kakinya di negeri Gajah Putih.
Perjalanannya hingga ke negeri gajah putih ini berawal dari mimpinya untuk mengglobal di kancah Internasional. Gadis yang biasa dipanggil Aya ini percaya bahwa dimana ada keinginan, maka ada jalan. Hingga pada akhirnya terbukalah jalan itu dengan adanya International Cultural Learning and Friendship Program. “there will be way,” ungkap mahasiswi Fakultas Psikologi jurusan Psikologi-Tarbiyah UMS.
Pembawaannya yang semringah, siapa sangka dia bisa menembus global dalam perhelatan akbar sekaliber International Cultural Learning and Friendship Program garapan UGM yang bekerja sama dengan Chulangkorn University, Thailand 5-11 Nopember 2012.
Gadis alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor ini melakoni seleksi demi seleksi hingga lolos. Mulai dari administrasi seperti application form dan essay diambil 50 peserta hingga performance test dengan menyisakan 24 peserta, Aya diantaranya. Pada performance test ia mengaku sempat tak percaya diri dengan tarian yang telah ia persiapkan untuk ditampilkan. Namun karena pada performance test panitia menggantinya dengan meyanyikan lagu daerah. “Prau Layar, yang kemudian menjadi pilihannya,” katanya.
Setelahh melewati seleksi, akhirnya Aya dinyatakan lolos untuk mengikuti International Cultural Learning and Friendship Program. Ia mengaku perasaannya sangat bahagia dapat menjadi salah satu peserta dalam acara tersebut. Terutama dari segi kegiatan yang banyak mengedukasi seputar Cross Cultural Learning (CCU).
Hari pertamanya di Thailand, ia dan rombongannya disambut dengan meriah melalui upacara penyambutan oleh Guru Besar dari Fakultas Seni Chulangkorn University, Thailand. Dilanjutkan dengan berkeliling melihat keindahan dan kemegahan Chulangkorn University. Kampus tersebut merupakan kampus tertua dan terbesar di Thailand.
Hari-hari berikutnya di Thailand, gadis yang bercita-cita dosen ini dan rombongannya berkeliling kota sembari belajar tentang kebudayaan Thailand. Seperti musik, baju adat dan yang paling menarik adalah cooking class. Disini para peserta belajar memasak masakan khas Thailand, selain itu ada juga kelas budaya yang mendiskusikan seputar kebudayaan ASEAN dan cara mempertahankannya.
Diakhir perjalanannya, Aya dan rombongannya di suguhi dengan farewell party yang sangat berkesan. Tak hanya setiap peserta namun juga tuan rumah diharuskan mempersembahkan kebudayaan daerah mereka seperti tarian tradisional.
Pesan yang ingin ia sampaikan dari rangkaian perjalanannya, khususnya bagi generasi muda, untuk tidak malu mempelajari hal-hal yang tradisional dan melestarikan kearifan lokal tersebut. Aya mengatakan bahwa asset budaya Indonesia sungguh mempesona dan dapat menjadi investasi global jika yang muda mau mempertahankannya. “Belajar tentang identitas diri yang lokal sangatlah penting untuk lestarinya budaya Indonesia,” tuturnya.
Editor : AQS