Perdebatan kepantasan hukuman mati masih menjadi jalan panjang untuk dibahas, apalagi berisi argumen argumen yang sifatnya asumsi. Hal tepat untuk bisa mengambil intisarinya ialah melihat dari sudut pandang normatif atau sudut pandang hukum, hukum positif bisa digunakan sebagai tolak ukur suatu masalah secara objektif. Namun hal ini jarang tersentuh, padahal perdebatan dari sudut pandang normatif lebih cenderung ke debat ilmiah karena lebih banyak menggunakan dasar hukum, daripada dari sudut pandang yang lain yang cenderung lebih ke debat kusir.
Berbicara kejahatan lain, Genoside atau pemusnahan massal sebuah masyrakat tertetu dipandang sebagai sebuha kejahatan tersendiri. Tingkat kedzaliman yang begitu tinggi dan efek yang ditimbulkan membuat setiap orang setuju dan sepakat untuk kejahatan model ini sendiri di indonesia pantas dihukumi hukuman mati.
Kisah Raymond Westerling dalam kasus Ampera di sulawesi, atau kasus Pol Pot dengan khmer merahnya di Vietnam yang menyebabkan jutaan orang menderita, atau kisah Babrak Karmal yang dijuluki Boneka Kremlin karena menyebabkan 3 juta orang Afganistan meninggal akibat invasi Sovyet perlu dipertimbangkan lagi untuk diampuni.
Memang masih menimbulkan kontroversi pula, karena kejahatan Genoside sudahlah jarang terjadi. Namun mengingat efek luasnya terhadap lingkungan manusia pada umumnya, masihkan mendapat ampunan dari Negara. Indonesia memang negara yang tingkat kejahatanya cukup tinggi, namun yang perlu diingat Indonesia tidaklah “membunuh” semuanya.
Intisari diskusi Rutin LPM Pabelan dengan tema “Kontroversi Hukuman Mati”, yang dilaksanakan pada tanggal 26 Maret 2013, ditulis dan dikembangkan oleh Litbang Pabelan.