Oleh : Auliya Wildana Poetra & Atok Riwanto (Capres – Cawapres BEM U 2015)
Universitas Muhammadiyah Surakarta yang sudah dirintis sejak tahun 1958 mempunyai sejarah yang panjang baik dalam proses perkembangan maupun landasan yang menjadi pijakan didirikannya. Tentu salah satu amal usaha Muhammadiyah ini tidak lepas dari pemikiran pendiri Muhammadiyah itu sendiri. Ahmad Dahlan mempunyai tiga nilai dasar tentang pendidikan guna membangun bangsa yang besar, pertama, Akhlak, menanamkan karakter manusia yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Kedua, Individu, menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, berkesimbangan antara mental dan jasmani, keyakinan dan intelek, perasaan dan akal, dunia dan akhirat. Ketiga, sosial, menumbuhkan kesidiaan dan keinginan hidup bermasyarakat. Konsep tersebut diintegrasikan dalam kehidupan kampus UMS dengan tema besar “Wacana Keilmuan dan Keislaman”, yakni mampu menumbuhkan budaya islam yang menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan dilandasi nilai – nilai keislaman sesuai manhaj Muhammadiyah.
Muhammadiyah yang memang sejak awal pendirian langsung berkonsentrasi pada bidang pendidikan dan pengajaran, menjadikannya sebagai organisasi yang bersifat sosial keagamaan. Tidak salah jika Muhammadiyah disebut sebagai gerakan filantropi, karena pada awalanya memang kegiatan – kegitan yang dilaksanakan bersifat sukarela. Menjadi pertanyaan adalah apakah sudah sesuai apa yang sudah dicanangkan dalam tujuan dari pendirian dengan realitas yang terjadi sekarang ini? Karena kita dapat melihat bahwa dari tahun ke tahun terjadi kenaikan biaya pendidikan yang tidak disertai dengan usaha peningkatan kualitas mahasiswa secara signifikan. Disinilah maka kadang tidak saling bertemu antara tujuan sebenarnya universitas dengan kondisi yang sekarang terjadi.
Memang benar UMS mengupayakan adanya kerjasama dengan berbagai Universitas yang lain, meningkatkan kemampuan dosen, menambahkan fasilitas. Akan tetapi yang dirasakan hanyalah peningkatan terhadap posisi tawar universitas saja, bukan posisi tawar mahasiswa yang ada didalamnya. Seolah menjadi dua bagian, universitas bergerak bagaimana menjadi salah satu yang terbesar, sedangkan mahasiswa juga bergerak sendiri untuk mendapatkan apa yang memang mereka butuhkan. Tentu saja sikap saling memiliki antara mahasiswa dengan kampus akan semakin berkurang dengan sendirinya jika terus demikian.
Kebutuhan untuk saling bersinergi mutlak diperlukan antara mahasiswa dengan kampus, sedangkan fungsi kontrol dan penghubung antara birokrasi dengan mahasiswa adalah tanggungjawab Badan Ekskutif Mahasiswa. Setiap kebijakan yang nantinya akan berdampak langsung dengan mahasiswa harus dibicarakan dulu dengan mahasiswa, disinilah BEMU menjalankan salah satu tugasnya untuk kepentingan bersama. Maka jika terjadi sikap saling memiliki dan saling bersinergi, tujuan dari kampus dapat terwujud secara nyata dimahasiswa pada umumnya. Kesinergisan ini dibentuk dengan sebuah gagasan yang memang dapat diterima oleh semua pihak, maka tugas pemimpin mahasiswa kedepan harus mampu menjadi menyatukan antara tujuan universitas dengan harapan – harapan mahasiswa umum, agar cita – cita yang dirintis oleh pendiri tidak meleceng dari relnya.
Membicarakan kedepan, artinya membicarakan gagasan selajutnya. Maka dibutuhkan kemampuan untuk mendengarkan beragam suara, ritme, ataupun gelombang – gelombang yang tidak beraturan untuk kemudian dipahami sebagai landasan berfikir, yang selanjutnya dilontarkan menjadi sebuah kesatuan gagasan yang konkret. Universitas yang didalamnya terhimpun dari bermacam jurusan keilmuan, adat istiadat, latar belakang serta tujuan menjadikannya sebagai gambaran kecil tentang negara. Sedangkan sebuah negara tidak hanya dibangun dari sisi politis mengenai pergolakan kuasa didalamnya saja, tetapi kemampuan mengembangkan teknologi, riset, kesenian, serta ilmu pengetahuan lainnya. Tidak mungkin sebuah kemajuan didapatkan dengan mengunggulkan bagian yang satu lalu melupakan bagian yang lainnya. Dengan kesadaran ini maka semestinya mahasiswa memang mendasarkan pilihannya karena kesesuaian gagasan yang dibawa, bukan lagi karena hal – hal yang bersifat primordialisme.
Sebagai salah satu universitas besar di Indonesia, dunia kemahasiswaan UMS seharusnya mampu menjadi percontohan dalam konsep gerakannya. Sayangnya keinginan tersebut belum terealisasikan karena ketidakmampuan untuk memahami perkembangan dan kebutuhan agar sesuai dengan zamannya. Apabila menilik salah satu universitas terbaik di Indonesia maka kita akan melihat dunia kemahasiswaan yang aktif, kreatif, kompetitif, sesuai dengan zamannya, baik dalam hal perkuliahan, keorganisasian maupun pergerakan. Kegiatan – kegiatan yang diadakan bukan hanya bersifat seremonial dan turun – temurun, selalu ada metode dan hal baru yang dibawa, singkatnya adalah sebuah inovasi kekaryaan. Mengusung tema “UMS untuk Indonesia“, kami menyadari potensi besar yang ada di UMS dapat menjadikan kita mempunyai peran penting dalam menyelesaikan tugas kebangsaan dan kemahasiswaan. Hal itu dapat kita wujudkan dengan menyatukan keberagan cita – cita dan gagasan menjadi kesatuan yang konkret, serta melakukan kerja kolektif disertai dedikasi yang tinggi untuk dunia kemahasiswaan dan kemasyarakatan.
UMS untuk Indonesia adalah mengembalikan mahasiswa pada perannya terhadap kemajuan bangsa, sebagai pemberdaya, pembawa perubahan ditengah masyarakatnya. BEMU disini bertugas mendorong sekaligus garda terdepan untuk meningkatkan kapasitas tiap – tiap potensi, organisasi, serta komunitas diberbagai bidang untuk kemajuan bersama. Memang bukan perkara mudah mewujudkan mimpi yang besar untuk merubah keadaan yang sekarang dalam satu tahun kedepan, ini bukan dilihat sebagai kesulitan, namun sebuah tantangan bagi orang – orang yang memang ingin membuat UMS lebih baik kedepannya. Untuk mencapai tema besar tersebut dalam satu tahun periode, maka kami mengejawantahkannya kedalam tujuh platform dan empat program kerja unggulan.
Ringkasan dari tujuh platform itu adalah pertama, Budaya Almamater, dunia kemahasiswaan dibangun dengan dasar yang berbeda dibandingkan dengan lembaga diluar kemahasiswaan. Bangunan keilmuan yang tinggi ini melahirkan identitas diri seorang mahasiswa, pada perguruan tinggi pada umumnya dikenal dengan istilah Tri Dharma, sedangkan dalam perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) lebih dikenal dengan sebutan Catur Dharma. Nilai tambah yang berupa keislaman menjadi point penting sekaligus pembeda dengan perguruan tinggi pada umumnya. Islam sebagai agama yang haq lagi sempurna memberikan secara utuh pedoman kehidupan. Menyadari keunggulan nilai keislaman semestinya akan membawa kepada sikap optimis, apresiasi, serta bertanggungjawab terhadap almamater. Kedua, Inovasi Kekaryaan Menjadi Prioritas Kinerja, Sikap mengutamakan karya sebagai hasil kerja nyata, bukan hanya kerja untuk kegiatan turun-temurun dan seremonial seperti kebanyakan kegiatan pada umumnya. Memunculkan gagasan baru menjadi kebutuhan utama, sehingga proses kinerja akan meningkatkan kapasitas baik pengurus maupun mahasiswa pada umumnya. Kemampuan untuk menghasilkan sesuatu inilah yang lebih dibutuhkan, penggerak-penggerak bagi yang lainnya. Karena dalam kenyataannya lebih dibutuhkan orang yang mampu menggerakkan mimpi orang lain, dibandingkan dengan hanya bermimpi tentang ribuan cara. Ketiga, Gerakan Volunteering BEM UMS, Kembali ketengah-tengah masyarakat merupakan sebuah keharusan dan mahasiswa merupakan garda terdepan dalam pembangunan masyarakat. Maka BEM UMS menjadi sebuah jembatan sekaligus aktor dalam gerakan kemasyarakatan. Upaya pendampingan, advokasi dan pemberdayaan tidak dapet dilepaskan dari dunia kemahasiswaan. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi salah satu faktor penting dalam proses kemajuan berfikir mahasiswa, inilah yang melahirkan kesadaran terhadap masyarakatnya. Keempat, BEM UMS Sebagai Sentrum Gerakan, dalam sejarahnya UMS disebut – sebut pernah menjadi salah satu penggerak awal dari lahirnya reformasi. Sejarah ini bukan untuk membius para mahasiswa sehingga membanggakan cerita masa lampau, namun sebagai sebuah kritik terhadap kondisi sekarang. Bukan berarti ingin mengembalikan gerakan masa lampau, karena tidak demikian yang diharapkan. Akan tetapi mengambil cara pandang, pengetahuan, sikap dan usaha seperti apa yang menjadikan UMS sebagai Sentrum Gerakan pada masanya. Karena arti penting pergerakan adalah kesadaran baru dan kekayaan bentuk serta bahasa yang digunakan, yang akan diselaraskan dengan zamannya. Maka sekretariat BEM UMS yang berada pada Griya Mahasiswa, harus kembali menjadi tempat yang terbuka untuk setiap pendapat, serta menjadi ruangan yang representatif untuk berekpresi. Kelima, Kepengurusan yang Berintegritas dan Profesional, organisasi yang bekerja dengan sunggung – sungguh untuk mengembalikan dirinya sebagai institusi kemahasiswaan yang berintegritas adalah keharusan. Dalam kesungguhan kerja, kebutuhan akan model dari pengurus menentukan hasil akhir dari pekerjaan. Dengan kepengurusan yang menyesuaikan dengan zamannya, mampu berdiri sendiri serta kemampuan yang sesuai dengan bidangnya, tentu akan dapat menjadikan kepengurusan yang lebih kompetitif. Maka keprofesionalan yang dimaksudkan tersebut. Keenam, Sinergitas dan Pemantapan ORMAWA sebagai Budaya positif, organisasi mahasiswa merupakan salah satu wadah pengembangan diri mahasiswa yang memiliki pengaruh besar bagi keberlangsungan kampus, maka dibutuhkan dorongan dan sinergitas oleh pihak – pohak terkait secara terus menerus, dengan itu iklim dunia kampus yang kompetitif dan akademis dapat terlaksana. Ketujuh, BEM UMS Sebagai Lembaga Intelektual, dalam upaya melaksanakan bagian dari Tri Dharma perguruan tinggi yakni penelitian, maka BEM UMS menjadi penggerak bagi terlaksananya riset dan pengembangan ditingkat universitas. Kerjasama dengan lembaga yang tersedia serta para ahli adalah kebutuhan yang akan meningkatakan kapasitas serta keahlian mahaiswa dalam bidang studinya masing – masing. BEM UMS sebagai lembaga intelektual juga dapat diartikan bahwa setiap pengurus harus mampu menjadikan BEM sebagai sebuah sarana pendidikan yang dapat menjadi pelopor untuk yang lain.
Disamping itu ada empat program unggulan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut, pertama, Forum Muda UMS, merupakan forum Civitas Akademika UMS untuk saling memberi gagasan, cita –cita, serta usaha terhadap kampusnya. Selain ajang untuk belajar, berbagi, konsultasi dan kompetisi, hasil dari forum ini juga dapat diimplementasikan secara menyeluruh, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh Civitas Akademika UMS. Kedua, UMS Youth Volunteering, merupakan langkah nyata mahasiswa untuk melaksanakan pengabdian di masyarakat, dalam upaya mencapai Tri Dharma Perguruan Tinggi. program ini tidak hanya bergerak sendiri – sendiri akan tetapi dengan kerjasama dari bermacam pihak terkait. Sehingga periodesasi kepengurusan tidak menghambat upaya mahasiswa dan BEM UMS khusunya untuk tetap berpartisipasi aktif dalam dunia kemasyarakatan. Ketiga, UMS Berbudaya, merupakan usaha kita untuk meningkatkan daya cipta mahasiswa, baik dari segi kesenian, keilmuan maupun keislaman. UMS dengan beragam budayanya karena banyak mahasiswa yang memang dari luar Surakarta menjadi menarik dan sebagai gambaran tentang Indonesia, maka seni tidak dapat dilepaskan dari dunia kemahasiswaan. Disisi lain dalam budaya keilmuan kita mempunyai banyak riset dan penelitian yang memang belum banya diketahui, maka disini usaha untuk mendorong dan memajukan dunia keilmuan perlu dilakukan, baik melalui kerjasama dengan pehak terkait, ataupun dengan mengapresiasi mahasiswa yang memang berprestasi dibidangnya. Budaya keislaman yang memang sudah ditanamkan oleh universitas perlu ditingkatkan kembali, karena agama islam lahir adalah untuk manusia dan untuk kebaikan manusia. Keempat, Olympiade UMS, merupakan usaha meningkatkan sikap kompetitif antar mahasiswa. Beragam perlombaan serta penghargaan untuk mahasiswa yang berprestasi. Ini menjadi bagian usaha untuk menghadirkan kampus yang memang harus dilingkupi dengan hiruk pikuk persaingan yang positif.
Keseluruhan gagasan tersebut yang nantinya dapat menjadikan BEM UMS sebagai pelopor atas upaya melahirkan mahasiswa yang berintegritas, menjadi penguat dalam pembangunan masyarakat sipil, menjadi lahan subur bagi tumbuhnya para intelektual maupun duta masa depan bangsa, pendobrak kebuntuan pemerintah dan universitas yang tidak sesuai dengan tujuan asalnya. Pikiran – pirkiran yang pesimis terhadap gagasan yang besar adalah bukti dari belum mampu untuk keluar dari kekerdilan diri, padahal kita dianugrahi oleh tuhan sebuah kesempurnaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Yang diperlukan adalah sebuah langkah nyata dimulai dari hal kecil, karena berkarya tidak melulu harus sesuatu yang besar. Langkah kecil yang menggerakkan gagasan besar lebih dibutuhkan, maka kita mengupayakan organisasi dan mahasiswa yang mempunyai daya cipta. Seperti kata Pramoedya dalam Arus Balik, manusia tanpa daya cipta merosot, terus merosot sampai telapak kakinya sendiri, merangkak, melata, sampai jadi hewan yang tak mengubah suatu apapun. Yakin usaha sampai, dengan kesadaran kita mampu menyebut diri mahasiswa, dan menjadi UMS untuk Indonesia.