Oleh : Mustaq Zabidi
Kampus merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengasah kepentingan secara akademik, organisasi dan building capacity. Sebagai media yang baik, kampus memiliki peranan yang sangat signifikan dalam mempengaruhi dan membangun student character yang ideal. Artinya, keterlibatan kampus dalam proses pencerdasan mahasiswa di segala lini menjadi faktor pendongkrak dari semangat mahasiswa sebagai generasi bangsa. Tidak hanya itu, keterlibatan kampus dalam menentukan arah kebijakan berdampak pula pada tumbuh kembangnya pemikiran mahasiwa sebagai aktor intelektual muda.
Sebagai wahana pembelajaran yang baik, perananan kampus dalam menyediakan segala bentuk aktifitas penunjang bagi mahasiswa menjadi salah satu bagian dari kebutuhan yang sangat penting. Layanan infrastruktur, layanan administrasi, dan manajemen kampus yang memadai merupakan fasilitas yang harus memiliki kemampuan yang mapan dalam menciptakan iklim yang progresif. Namun, semua bentuk fasilitas yang disediakan selama ini belum mampu untuk menjawab kebutuhan yang diperlukan oleh mahasiswa secara optimal.
Bisa dikatakan, layanan infrastruktur yang ada saat ini masih jauh dari harapan yang diinginkan dari mahasiswa umum UMS. Penyediaan lahan parkir yang kecil, penuh sesak dan ruwet menjadi persoalan yang belum terselesaikan hingga saat ini. Kenapa hal itu masih berlaku samapi detik ini, dan tidak ada ujung penyelesaiannya dari tahun ke tahun? Apa yang membedakan masa saat ini dengan masa yang sebelumnya, ketika tidak ada upaya yang sungguh-sungguh dari pihak kampus UMS dalam menjawab setiap permasalahan yang muncul?. Tidak hanya itu, fungsi AC di ruangan kelas yang seharusnya digunakan secara kemanfaatannya dengan baik, tak lebih hanya sebagai ornamen penghias ruangan. Dan masih banyak lagi persoalan infrastruktur yang tidak bisa untuk dijabarkan satu persatu. Setiap permasalahan ini dibawa ke pihak kampus, alasan yang bersifat normatif seakan-akan sudah menjawab dari semua persoalan yang ada. Mulai dari keterbatasan lahan, stok dana pembangunan yang belum cukup, biaya AC yang cukup tinggi dan sebagainya. Serta jawaban-jawaban yang tidak mengkerucut lainnya menjadi fenomena yang tidak layak untuk didengarkan.
Dengan bersikap secara dewasa dan berpikir secara luwes, persoalan yang kerapkali menjadi pekerjaan rumah bisa dicairkan dengan melibatkan stakeholder terkait. Tidak ada salahnya manakala pihak kampus UMS melibatkan unsur akademisinya dalam membantu rencana dan proses solutif bagi pembangunan aktifitas kemahasiswaan.
Banyak sekali pemikiran objektif yang dimiliki para akademisi UMS dalam memetakan kasuistik yang selama ini menjadi momok yang paling berat untuk diselesaikan. Namun, hingga saat ini dirasa belum ada upaya greget yang dibangun pihak kampus UMS guna memanfaatkan itu semua. Padahal, hal demikian merupakan sebuah pintu celah yang sangat penting dalam mempertimbangkan segala bentuk dari arah kebijakan yang akan dicetuskan. Bisa dikatakan, saat ini pihak kampus UMS seakan terlihat saklek dan terkesan ingin menang sendiri dalam merumuskan aturan yang menjadi kaedah dalam pelaksanaannya.
Seharusnya, pihak kampus UMS lebih mawas diri untuk meningkatkan kualitas yang lebih baik ke depan. Dalam menunjang segala aktifitas kemahasiswaan dan segala bentuk tanggung jawabnya terhadap kebutuhan mahasiswa. Tidak hanya itu, kampus UMS didorong untuk mampu menumbuhkan bibit-bibit mahasiswa yang memilki bobot dan kualitas yang sangat kompeten. Memiliki nalar kritis yang baik dan memiliki semangat tinggi dalam gerak-langkah mahasiswa sebagai agent of control and change.
Sistem Pembayaran SPP (SKS) Yang Kekanak-kanakan
Hampir semua mahasiswa UMS memiliki anggapan yang sama terkait sistem pelayanan pembayaran SPP (SKS) yang selama ini mereka alami. Ketidakjelasan dan proses yang bertubi-tubi dalam pelaksanaannya menjadikan mahasiswa UMS memberikan akreditasi buruk terhadap sistem pelayanan pembayaran tersebut. Tidak adanya sistem yang memonitoring secara efektif memberi gambaran penilaian yang kurang memuaskan. Anehnya, fenomena ini merupakan siklus 3 bulanan dalam 1 tahun yang menjadi pemandangan yang sangat membosankan dan risih.
Di samping itu, proses antrian yang panjang, menumpuk dan meluber ke jalan memperlihatkan kepada publik bahwa kampus UMS merupakan kampus yang belum layak untuk dihuni bagi mahasiswa yang memiliki nalar pikir yang waras (sehat). Bagaimana bisa, kampus yang menjargon-jargonkan wacana keilmuan tidak fasih untuk menerapkan keilmuannya. Sangat berdosa sekali kiranya hal itu terjadi, mahasiswa UMS seakan dijadikan korban dalam pelampiasan kepentingan profit kampus UMS.
Apa bedanya mahasiswa yang bayar SPP (SKS) dengan masyarakat yang antri sembako?. Tidak ada perbedaan yang mencolok sama sekali selain dari segi pakaian, sepatu dan sebagainya. Ironis sekali melihat kondisi di lembaga pendidikan tinggi yang katanya memiliki akreditasi nasional yang paling bagus dibandingkan dengan lembaga tinggi lain. Model pembagian kartu antrian yang diedarkan layaknya bagi-bagi angpao, dan timbulnya insiden yang menyebabkan salah satu mahasiswi antrian jatuh pingsan merupakan sebuah prestasi yang perlu dijunjung tinggi pihak kampus UMS. Selain itu, apresiasi yang besar perlu kita sematkan sebagai bentuk penghargaan yang sangat mulia. Karena, tidak semua kampus-kampus di tanah air memiliki prestasi yang serupa dengan kampus UMS.
Selain itu, ketidakbecusan manajemen organisasi kampus baik secara pelayanan administrasi, akademik dan sebagainya menjadi pertanda merosotnya kualitas dan pelayanan yang kurang maksimal. Kasus-kasus yang terjadi di setiap periodenya tidak dimaknai sebagai refleksi atau instrospeksi diri dalam menciptakan kondusifitas pelayanan ke depan. Melainkan dimaknai sebagai musim bulanan atau tahunan yang justru perlu diperkembang biakkan. Karena, hal ini merupakan identitas bagi kampus UMS sebagai kampus yang gak karuan.