pabelan-online.com — Usai mensuspensi website dan mencabut Surat Keputusan (SK) kepengurusan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Universitas Sumatera Utara (USU), pihak rektorat USU melakukan pemberedelan sekretariat LPM Suara USU dengan dalih melakukan renovasi.
Masih cukup hangat diingatan para pegiat media Indonesia mengenai pencabutan legalitas keanggotaan LPM Suara USU, yang terjadi tepatnya hari Senin (25/03/2019). Dimuatnya cerpen berjudul Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya oleh situs resmi mereka, suarausu.co, menjadi pemicu dari pencabutan SK para anggota. Pasalnya, oleh pihak universitas, cerpen tersebut dianggap mengandung pemikiran dan dukungan terhadap LGBT.
Di Indonesia, berita tentang pembredelan media lebih akrab kita dengar pada masa pemerintahan Orde Baru. Namun, bukan suatu hal mustahil untuk dijumpai kemudian hari. Baru-baru ini, bertambah satu lagi kasus pembredelan media, Senin (22/07/2019) kemarin. Pemuatan cerpen yang dinilai kontroversial oleh pihak universitas rupanya berbuntut panjang, berujung pada pembongkaran paksa sekretariat LPM Suara USU.
Kejadian berlangsung pada pagi hari menjelang siang. Sekitar pukul 10.19 WIB, para pegawai USU melakukan kunjungan ke sekretariat LPM Suara USU yang terletak di Jl. Universitas No. 32B. Tak dinyana, di bawah komando pihak Biro Rektor (Birek) USU, puluhan pegawai yang mendatangi sekretariat sudah mengantongi niat untuk melakukan pemberedelan.
Dengan dalih akan melakukan renovasi, pemberedelan tersebut ditandai dari pembongkaran beberapa komponen bangunan seperti jendela dan pintu. Tidak ketinggalan, tempelan kertas berbunyi “Dilarang masuk, Pasal 551 KUHP” turut menyertai pemberedelan yang juga menjamah bagian atap hingga merobohkan papan nama LPM Suara USU. Hal di atas sebagaimana disampaikan dalam pers release beberapa portal media, termasuk akun-akun media sosial Twitter dan Instagram LPM Suara USU.
Yael Stefany Sinaga, Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa Suara USU, mengambil langkah tegas dengan mengatakan bahwa dirinya akan terus mempertahankan sekretariat sekaligus melawan kebijakan rektor USU, yang menurutnya telah membunuh kreativitas mahasiswa. “Kami akan perjuangkan hingga SK kami kembali melalui PTUN,” tandasnya, dilansir dari Instagram LPM Suara USU.
Hingga kini, ia masih menunggu panggilan untuk mengikuti sidang terkait gugatan terhadap SK rektor yang berisi pemberhentian delapan belas pengurus Suara USU. Lebih lanjut ia juga mengungkapkan, pencabutan legalitas anggota pada bulan Maret lalu sebenarnya sudah berimbas langsung pada aktivitas jurnalistik di dalam LPM Suara USU itu sendiri.
Pada saat itu, mereka sempat merasa takut apabila kelak tidak diakui kinerjanya, sebab pada dasarnya, legalitas dan akses mereka sudah dicabut. Namun, berkat bantuan berbagai pihak, ketakutan tersebut pun lenyap. “Setelah konsultasi dengan orang-orang yang kerja di media, akhirnya berjalan lagi,” terang penulis dari cerpen yang menuai kontroversi tersebut, ketika diwawancara tim Pabelan Online via Whatsapp, Sabtu (27/7/2019)
Saat pembongkaran sekretariat terjadi tiba-tiba, Yael mengaku dirinya sedang berada di Jakarta sehingga kurang mengetahui kronologinya secara langsung. Ia pun menyampaikan ungkapan kekecewaannya terhadap tindakan semena-mena rektor, yang bahkan tidak memberikan pemberitahuan serta kejelasan terlebih dahulu sebelum melakukan ‘renovasi’.
Agaknya, hal ini sekoridor dengan tanggapan yang diberikan oleh Ketua Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) Solo, Adib Muttaqin Asfar. Menurut Adib, pihak rektorat atau universitas seharusnya menjelaskan secara clear (jelas-red), supaya publik mengetahui alasan dibalik pembongkaran tersebut. Pasalnya, baik LPM Suara USU maupun publik harus tahu, apakah benar-benar sekadar renovasi atau ada alasan lain di balik itu.
“Karena kejadiannya tidak terlalu jauh dari masalah yang terjadi, dimana ada pencabutan sehingga menuai banyak kritik, khususnya yang menyoroti kebebasan pers di dalam kampus itu sendiri,” imbuhnya, Sabtu (27/07/2019).
Tak ketinggalan, Adib juga menyampaikan pesan untuk LPM USU, yang berupa imbauan agar tidak berhenti menjalankan kegiatan jurnalistik, seperti yang sempat terjadi setelah status SK kepengurusan mereka dicabut. Ia menuturkan, bukan menjadi hal yang mutlak untuk memiliki kesekretariatan di dalam kampus. Sebab menurutnya, aktivitas jurnalistik bisa dilaksanakan di mana saja.
Reporter : Akhdan Muhammad Alfawwaz
Editor : Annisavira Pratiwi