(Tulisan ini pernah dimuat di Tabloid Pabelan Pos edisi 114 rubrik Liputan Utama pada tahun 2017, ditulis oleh Putri Muthmainah & Rizki dan ditulis ulang oleh Wahyu Agustina Nur Cahyani)
Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan masa kini. Walaupun akar dari pendidikan itu pahit, tetapi buahnya manis seperti yang dikatakan oleh Aristoteles, pendidikan adalah seni untuk membuat manusia semakin berkarakter.
Mahasiswa merupakan salah satu peserta didik yang berada di instansi pendidikan tinggi. Karakter mahasiswa turut andil untuk menentukan keberhasilan sistem pembelajaran yang ada di Indonesia. Mahasiswa yang paham atas tugasnya maka sistem pembelajaran atau pendidikan akan tercapai sesuai tujuannya.
Namun kenyataan yang ada bahwa mahasiswa masih belum dapat menerapkan posisi sebagaimana seharusnya. Mahasiswa harus memiliki jiwa kemandirian, baik dalam berlangsungnya pembelajaran, menentukan tujuan, dan tanggung jawab yang diembannya. Mahasiswa dan siswa bukan lagi berada di tingkat yang sama. Mahasiswa merupakan tingkat tertinggi dari peserta didik di mana sikap yang harus dimiliki tidak lagi sama dengan siswa.
Siswa masih harus dituntun oleh guru, namun mahasiswa sudah harus berjalan sendiri tanpa harus dituntun oleh dosen. Antara mahasiswa dan dosen memang harus berjalan selaras dengan menjalin komunikasi yang baik. Timbulnya simbiosis mutualisme antara mahasiswa dan dosen dapat menciptakan tercapainya tujuan sistem pembelajaran. Dosen dan mahasiswa merupakan komponen yang saling berkaitan dan membutuhkan satu sama lain. Dosen butuh mengajar dan mahasiswa butuh belajar.
Seperti yang kita ketahui bahwa kualitas pendidikan yang ada di Indonesia masih tergolong rendah. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut salah satunya yaitu faktor suasana akademik yang dimiliki perguruan tinggi masih belum memiliki kualitas yang baik. Suasana akademik adalah kondisi yang harus mampu diciptakan untuk membuat proses pembelajaran di perguruan tinggi berjalan sesuai dengan visi, misi, dan tujuannya. Hal tersebut dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan akademik, sehingga mampu menciptakan interaksi antara dosen dan mahasiswa dengan baik.
Walaupun suasana akademik yang baik tidak memiliki ukuran pasti, namun suasana akademik yang berkualitas mampu dikenali dan dirasakan. Jalan yang harus ditempuh yaitu memperbaiki suasana akademik yang telah tercipta dengan sekondusif mungkin sehingga dapat mendukung pembelajaran dengan maksimal.
Namun, pada kenyataannya, suasana yang tercipta dalam pembelajaran adalah suasana pragmatisme. Suasana tersebut menjadikan mahasiswa semata-mata menghormati dan menuruti perintah dosen hanya untuk mendapatkan nilai yang baik. Sedangkan dosen semata-mata hanya memikirkan gaji. Hal tersebutlah yang dikenali sebagai ketidakselarasan antara dosen dan mahasiswa. Seolah-olah bahwa dosen adalah musuh dari mahasiswa.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, salah satu pengamat pendidikan di Solo dan kolumnis media massa, Arif Saifudin Yudhistira, mengatakan bahwa dosen dan mahasiswa merupakan komponen yang berperan penting dalam sistem pembelajaran. Jadi dosen sebagai pengajar tidak hanya mengajarkan bahan ajar dan kemudian melakukan evaluasi kepada mahasiswa saja. Namun diantara dosen dan mahasiswa harus saling bermutualisme. “Selayaknya hubungan orang tua dan anak, bukan hubungan dengan musuh,” ujar Arif.
Kematangan berfikir dari mahasiswa sudah semestinya berbeda dengan siswa, mahasiswa harus lebih siap dengan segalanya tanpa didikte apa saja yang harus dan tidak untuk dilakukan. Maka tugas dari dosen yaitu membuat mahasiswa lebih aktif dan sadar akan posisinya. Begitu pula dengan mahasiswa, harus mampu sadar diri terhadap keadaan, berperan aktif tanpa harus ada suruhan atas apa yang harus dikerjakan. Hal-hal tersebutlah yang membuat suasana yang tidak kondusif.
Cara yang tepat untuk mengembalikan suasana akademik yang baik serta dapat membangun yaitu dengan menciptakan suasana feeling at home. Yaitu melakukan pembelajaran secara santai namun tetap terarah. Dengan mengantongi tujuan dan langkah yang sama antar dosen dan mahasiswa, maka suasana tersebut dapat didapatkan oleh keduanya.
Wujud pembelajaran tersebutlah yang diharapkan agar dosen dan mahasiswa dapat dekat selayaknya orang tua dan anak. Selain itu yaitu dengan menciptakan kesadaran kepada mahasiswa terhadap tugasnya yaitu belajar dan mengembangkan potensi diri. Mahasiswa juga perlu untuk mendapatkan kajian psikologi remaja. Hal tersebut dikarenakan budaya siswa yang masih seringkali terjadi pada mahasiswa. Sehingga hal tersebut menyebabkan adanya keterjutan dan gegar budaya yang tidak lagi dapat disepelekan.
Baca Juga: Tuhan dan Kebaikan yang Tersamar
Editor : Mulyani Adi Astutiatmaja