(Tulisan ini pernah dimuat di Tabloid Pabelan Pos Edisi 108 rubrik Lipsus pada tahun 2015, ditulis oleh Afril Mifda Faridz dan ditulis ulang oleh LinaYuniati)
Masa pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir membuat regulasi di beberapa kampus mulai terancam mengalami masalah. Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) begitulah banyak orang menyebutnya sebagai kampus yang terkenal dengan slogan “Wacana Keilmuan dan Keislaman” , dengan harapan mampu berkontribusi pada bangsa dan untuk mencetak para cendekiawan muda.
Disisi lain yang perlu diberikan sedikit perhatian terkait organisasi mahasiswanya yang tidak luput dari pantauan. Organisasi mahasiswa atau disebut juga dengan Ormawa berada di lingkungan kampus yang tidak lepas dari berbagai macam aturan.
Terkait dengan sebuah aturan atau regulasi di kampus mungkin tidak banyak yang mengetahui mengenai sistemnya. Semua seakan berjalan sesuai alurnya tanpa mahasiswa ketahui apa yang seharusnya didapat. Dalam regulasi sendiri UMS memiliki peraturannya sendiri yang langsung berdampak pada organisasai mahasiswa yang berada di kampus seperti Peraturan Riset dan Teknologi dan Perguruan Tinggi, Peraturan Pengurus Pusat Muhammdiyah, Statuta UMS, dan Surat Keputusan Rektor.
Membahas terkait regulasi yang berada di kampus saat ini setelah diterjang pandemi Covid-19 hampir dua dekade lamanya mungkin cukup rumit untuk dipahami. Namun, dibalik itu pemerintah sendiri tidak pernah menyulitkan terkait peraturan Ormawa asalkan tidak menyalahi aturan perundang-undangan, civitas academica dan mampu memberikan nilai positif untuk mahasiswa. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia tidak pernah memberatkan, namun memberikan hak lebih kepada masing-masing kampus untuk memberikan aturan tersendiri yang sekirannya dapat menyesuaikan kelembagaan.
Beruntungnya, UMS memiliki aturan tersendiri terkait Ormawa dengan mengeluarkan pasal 76 ayat 2 pada Statuta UMS yang disebutkan Ormawa tingkat universitas terdiri dari empat organisasi kemahasiswaan yang sah, antara lain Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Badan Eksekuif Mahasiswa (BEM), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Adanya peraturan tersebut memperjelas bahwa UMS mendukung terkait kegiatan mahasiswa dengan minat dan bakat masing-masing mahasiswa.
Tak dapat dipungkiri bahwasannya dari keempat organisasi tersebut bergerak dalam pergerakan masing-masing sehingga aturan tersebut cukup rancu untuk ditafsirkan sesuai keadaan sekarang. Pemberlakuan PPKM oleh pemerintah membuat mahasiswa serta organisasi mahasiswa belum sepenuhnya berjalan dengan sempurna karena semua kegiatan dipindahkan secara daring.
Aturan maupun sistem regulasi pun kurang terlihat sepenuhnya akibat hampir semua kegiatan kampus dipindahkan secara daring. Namun pasalnya aturan tersebut menjadi sulit untuk ditafsirkan karena kurangnya detail aturan yang diberikan kepada Ormawa. Mengenai hal itu, dalam mengembangkan kebutuhan Ormawa masih mengalami beragam masalah. Masalah muncul sebagai akibat dari pergerakan Ormawa yang berbeda-beda tersebut.
Dikutip pada Tabloid Pabelan Pos, dalam kondisi demikian masalah terkait kedudukan IMM, Pengakuan Legalitas Majelis Permusyawaran Mahasiswa (MPM), UKM yang masih berbagi kantor yang belum ada kepastian, permasalahan tersebut sudah dibahas sejak awal namun sampai sekarang belum ada titik terang.
Melihat permasalahan yang ada, seolah aturan dan regulasi hanyalah sebagai alat untuk mengatur orang lain. Sudah seharusnya berbagai pihak baik pengambil kebijakan maupun pelaksana kebijakan harus mengesampingkan keuntungan dari salah satu kelompok saja. Musyawarah dan mufakat menjadi amanah yang diabadikan dalam sila keempat Pancasila sebagai sebuah aturan yang paling tinggi harusnya bisa dipahami dengan baik.
Dalam UUD 1945 sendiri sudah dijelaskan seberapa pentingnya musyawarah dalam kehidupan yang berkelompok yang saling membutuhkan satu sama lain. Bahkan manusia pun memiliki jiwa sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain, mengapa melakukan musyawarah untuk mencapai sebuah kata mufakat sangat sulit dilakukan. Apalagi dalam kondisi pandemi sekarang kemungkinan adanya regulasi atau aturan baru mengenai organisasi kemahasiswaan. Jika memang kita sebagai mahasiswa menganggap harus mengikuti aturan yang ada, kenapa tidak dengan Pancasila yang secara sah memiliki kedudukan paling tinggi?
Editor : Mulyani Adi Astutiatmaja