UMS, pabelan-online.com – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengadakan sekolah politik pada tanggal 29-30 Oktober 2021. Diskusi yang dibuka untuk umum tersebut mengangkat tema “Menjawab Tantangan Civil Society di Era Post Truth.”
Pada tanggal 30 Oktober 2021 atau lebih tepatnya pada hari ke-2, sekolah politik diisi oleh dua pemateri dengan pemateri pertama yaitu Danang Maulana Arif Saputra dengan tema “Management Konflik dan Analisis Kebijakan Publik” dan pemateri kedua yaitu Auliya Khasanofa dengan tema “Manajemen Advokasi dan digitalisasi gerakan.”
Danang Maulana, selaku pemateri sekolah politik yang pertama menjelaskan secara rinci mengenai makna konflik. Ia menjelaskan bahwa konflik merupakan suatu kondisi tanpa adanya keharmonisasi, suatu kondisi dimana terjadi suatu pertentangan dan suatu kondisi dimana tidak terjadi suatu kesepakatan. Sumber konflik politik biasanya disebabkan oleh posisi politik mempunyai daya tarik yang tinggi sehingga menimbulkan rebutan, tingginya penghargaan terhadap jabatan politik memberikan kesempatan yang amat luas, serta perbedaan-perbedaan masyarakat baru juga bisa menimbulkan konflik. Konflik politik besar yang mampu mengubah jalan perjalanan bangsa Indonesia diantaranya ada G30S, Malari, Reformasi 98, Reformasi dikorupsi.
Danang juga mengungkapkan beberapa karakteristik kebijakan publik di Indonesia antara lain: Eksekutif Power, Non Linier Complex, political culture consensus, kontestasi politik, policy paper, noisy.
“Kalian harus bisa membedakan mana isu mana fakta, karena segala asumsi bisa dijadikan fakta,” pesan Danang, Sabtu (30/10/2021).
Auliya Khasanofa, selaku pemateri kedua pada sekolah politik menjelaskan mengenai konstitusi merupakan suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa, suatu dokumen tentang pembagian tugas, suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara dan suatu kondisi tentang perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
Auliya juga menjelaskan mengenai studi kebijakan publik. Menurut studi kebijakan publik, dalam melaksanakan pemerintah melakukan tindakan-tindakan kebijakan dalam bidang-bidang yang ditetapkan oleh konstitusi. Hukum (low) adalah salah satu instrument kebijakan yang digunakan pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut. Jadi, politik hukum sebagai terjemahan dari legal policy mempunyai makna yang lebih sempit daripada politik hukum sebagai terjemahan dari politics of low.
Devi Aprillia, mahasiswa yang mengikuti sekolah politik mengungkapkan bahwa sekolah politik yang diadakan BEM Fakultas Psikologi sangat menyenangkan dan bermanfaat. Dengan adanya sekolah politik ini, ia bisa mengetahui keadaan negara serta berdiskusi bersama pemateri secara langsung kemudian menghubungannya dengan teori-teori. Dari diskusi tersebut ia bisa mendapat ilmu serta wawasan yang lebih.
“Semoga sekolah politik ini akan diadakan lagi dan pastinya lebih seru dengan lebih banyak ilmu lagi,” harap Devi, Minggu (31/10/2021).
Reporter : Deety Putri Marliana
Editor : Rhamadhani Nisa Alhanifa