Kasus meninggalnya seorang calon anggota Resimen Mahasiswa atau biasa disingkat Menwa kembali terulang. Setelah salah satu mahasiswi UMS (Nailah Khalishah) menjadi korban pada bulan April lalu, kini seorang mahasiswa UNS (Gilang Endi) mengalami nasib yang serupa.
Resimen Mahasiswa merupakan salah satu UKM di kampus yang berada di bawah naungan TNI, yang memang disiapkan sebagai komponen cadangan dalam mewujudkan  upaya bela negara. Selain itu pembentukan Menwa sudah didasari surat keputusan bersama tiga menteri; Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
Selayaknya unit kegiatan mahasiswa lainya, Menwa juga dibentuk sebagai wadah meluangkan minat dan bakat mahasiswa dibidang kemiliteran. Bicara soal militer, sudah pasti tidak terlepas dari kekerasan dalam upaya mendisiplinkan anggota-anggotanya. Namun saya kira dalam Insiden ini, Menwa UNS telah benar-benar keterlaluan hingga menyebabkan salah seorang calon anggotanya meregang nyawa.
Dilansir dari Tribunnews.com, Kabid Humas Polda jateng memaparkan bahwa, penyebab kematian GE adalah kekerasan berupa pukulan dikepala yang menyebabkan penyumbatan pada otaknya. Namun lebih jauh dari itu, saya ingin sedikit mengkritisi respon mahasiswa atas kejadian tersebut. Tepat hari Rabu sore (28/10/2021) Mahasiswa UMS menggelar aksi di depan kampus 1 dengan tuntutan pembubaran UKM Menwa dan juga pengusutan atas kematian Nailah.
Menurut saya, pembubaran Menwa bukanlah suatu hal yang solutif. Kematian dua korban di atas adalah hasil tindakan masing-masing oknum dalam UKM tersebut. Saya yakin sistem yang diterapkan dalam Menwa sudah mengatur dengan keras tentang tata cara pendisiplinan anggota  dan juga proses pendidikan militer ketika diklat dasar.
Lebih jauh lagi, untuk menyikapi kasus ini mari kita berpikir rasional dengan segala kemungkinan yang ada. Pertama, akan sangat mustahil sebuah organisasi yang dinaungi lansung oleh TNI tidak memiliki kejelasan dalam gerakannya. kedua, apabila Menwa di UMS dan UNS dibubarkan, otomatis hal ini akan mengurangi wadah mahasiswa yang memiliki minat dan bakat di bidang kemiliteran, yang dalam hal ini wadah satu-satunya adalah Resimen Mahasiswa. Ketiga, ketika Menwa di lingkungan kampus dibubarkan mereka masih bisa dengan leluasa membuat batalyon di luar lingkungan kampus.
Dari ketiga narasi di atas bisa disimpulkan bahwa, dalam hal ini kita tidak bisa men-judge Menwa secara keseluruhan telah bersalah dan memberikan kesan buruk bagi unit kegiatan mahasiswa lainya. Seperti contoh ketika seorang mahasiswa dipukuli oleh aparat yang lebih menelan korban jiwa, apakah kita akan berteriak bubarkan kepolisian. Saya yakin mosi yang akan digaungkan adalah penolakan atas tindakan represif kepolisian. Mengapa kita tidak bisa melakukan pembubaran kepolisian atas dasar sikap represif dan anarkis tersebut. Karena memang dalam kode etik kepolisian tidak ada satupun yang memperbolehkan hal itu.
Perlu di garis bawahi bahwa kejadian-kejadian seperti itu tidak terlepas dari ulah oknum yang secara sengaja melakukan hal tersebut. Saya pikir yang harus dibenahi adalah regulasi dari TNI dalam melakukan pengawasan terhadap mahasiswa itu sendiri, juga kesadaran mahasiswa untuk tidak melakukan tindakan semena-mena yang didasari sifat senioritas. Sifat Senioritas dikalangan mahasiswa sudah sangat lumrah terjadi, berangkat dari fakta itu diperlukan pengawasan TNI secara intens agar Menwa tetap melaju pada jalurnya tanpa dicederai oleh sifat senioritas mahasiswa.
Dalam kasus ini, saya juga menuntut transparansi kampus atas kematian Nailah ketika mengikuti diklat dasar. Terlepas dari itu saya kira sangat perlu bahkan harus dilakukan evaluasi besar-besaran di internal Resimen Mahasiswa itu sendiri. Dua kasus yang telah terjadi tentu melegitimasi adanya kecacatan dalam struktural Menwa yang menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan secepat-cepatnya.
Saya yakin dan optimis kejadian-kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali. Jikalau mahasiswa paham dan juga bijaksana dalam melihat aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Tidak sewenang-wenang dalam bertindak serta menghapus sikap senioritas.
Penulis           : Muhammad Iqbal
Mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Â
Editor            : Mulyani Adi Astutiatmaja