Pemilihan mahasiswa (pemilwa) adalah momen penting bagi setiap universitas tiap tahunnya. Wajar saja, karena pesta demokrasi yang berjalan satu tahun sekali ini sangat menentukan masa depan universitas selama satu tahun ke depan. Melalui ajang pemilwa, bakal lahir pemimpin baru yang mengawal kebutuhan-kebutuhan mahasiswa. Lebih-lebih kebutuhan rakyat (mahasiswa –red) pada umumnya. Karenanya, kredibilitas calon pemimpin harus diperhitungkan sematang-matangnya dam seadil-adilnya.
Namun, apakah kredibilitas itu? Kredibilitas dapat diartikan sebagai modal kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan sesuatu, sehingga orang lain tidak meragukannya dalam melakukan hal tersebut. Dalam konteks pemilwa di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), mahasiswa umum sepatutnya mempertanyakan kredibilitas calon pemimpinnya. Apakah calon presiden mahasiswa (capresma) dan calon wakil presiden mahasiswa (cawapresma) yang maju dapat dipercaya untuk memimpin UMS ke depannya.
Sayangnya kredibilitas itu tidak pernah benar-benar dipertanyakan. Tidak benar-benar diuji. Hal ini tentu dapat berdampak buruk bagi masa depan Student Goverment yang ada di UMS. Bisa jadi pemimpin yang terpilih nantinya bukanlah orang yang benar-benar mampu memimpin mahasiswa UMS. Pemimpin yang terpilih nantinya bukanlah orang yang benar-benar ingin mengawal kepentingan mahasiswa, melainkan mereka maju demi kepentingan pribadi atau kelompoknya masing-masing.
Dalam hal ini, saya tidak bermaksud menjustifikasi pasangan calon (paslon) yang baru-baru ini terverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) UMS demikian adanya. Akan tetapi, yang saya tekankan adalah, tanpa peran kritis mahasiswa umum dalam menilai calon pemimpinnya, tentu tak pernah ada kepercayaan yang dibangun akan kredibilitas calon pemimpin tersebut. Dengan kata lain, calon pemimpin tersebut tidak benar-benar dipilih atas kepercayaan mahasiswa, melainkan mereka terpilih atas kebutuhan pemilwa semata.
Kondisi ini diperkeruh dengan berbagai situasi pesta demokrasi yang membuat mahasiswa jenuh. Ada banyak hal yang patut diragukan dalam berjalannya pemilwa di UMS. Ada begitu banyak diskusi yang dapat dibangun dalam kepala sendiri ataupun bersama kepala-kepala kawan lain. Hal ini dilakukan agar kita punya waktu untuk heran, ragu, dan geleng-geleng kepala dengan keberlangsungan pemilwa tahun ini.
Berikut beberapa pertanyaan yang membuat saya cukup ragu dengan kesiapan berjalanya pemilwa tahun ini di UMS.
- Kenapa penyelenggaraan pemilwa ini sangatlah terlambat dari bulan yang telah ditentukan di AD/ART?
“Sebagaimana yang tertera dalam Anggaran Rumah Tangga Kama UMS Bab X Aturan Tambahan, “Presiden Mahasiswa dan DPM harus menyelenggarakan Pemilihan Umum paling lambat bulan Oktober dan mensosialisasikannya kepada mahasiswa”. Namun, nyatanya penyelenggaraan pemilwa ini telah jauh dari bulan yang ditenggatkan tersebut. Kemunduran tanggal tentu dapat berdampak terhadap kestabilan politik di kampus. Kondisi ini bisa menimbulkan pertanyaan di benak mahasiswa umum mengenai kinerja lembaga eksekutif dan legislatif pada masa jabatannya. Terhadap agenda sepenting ini, seharusnya lembaga mempersiapkan dengan matang jika mereka benar-benar peduli. Merujuk pada tajuk berita Koran Pabelan edisi 18 November 2021 lalu, Protes Terkait Kinerja Satu Periode, Presma: Tidak Masalah, memperlihatkan begitu banyak permasalahan yang belum diselesaikan dengan tuntas. Menurut saya, pemilwa ini adalah agenda penting yang belum dipersiapkan, malah terkesan dipaksakan adanya. Dengan kata lain, prematur dan cacat”.
- Apakah KPUM benar-benar dapat berlaku adil?
“Sangat sulit untuk tidak menggunakan pertanyaan yang mengandung keraguan dan sinis terhadap KPUM sebagai lembaga penyelenggara pemilwa. Saya dan mahasiswa lain tentu patut ragu akan sikap dan keberpihakan KPUM. Salah satu hal yang membuat keraguan itu mesti ada adalah ketidakimbangan dan ketidakmerataan personel KPUM. Dalam Pasal 8 UU Pemilwa No. 2 dijelaskan “Keanggotaan KPUM terdiri dari satu orang perwakilan dari setiap fakultas”. Dalam pasal yang sama nomor 5 dijelaskan pula, “Jumlah KPUM terdiri dari 12 (dua belas) orang perwakilan dari setiap Fakultas, dan 9 (sembilan) orang anggota KAMA UMS”. Namun, sebagaimana opini yang muncul dalam Pabelan-online.com pada 6 November 2021 lalu berjudul, KPUM Rancu Pemilwa Pilu, nyatanya dari 12 fakultas yang ada di UMS, hanya terdapat lima fakultas yang kini menduduki lembaga KPUM. Di dalam SK struktural KPUM pun, tidak dicantumkan asal fakultas personel ataupun nomor induk mahasiswanya. Apakah hal ini dilakukan secara sengaja untuk menutupi ketidakimbangan dan ketidakmerataan tersebut? Entahlah”.
- Kenapa partisipasi mahasiswa umum dalam agenda-agenda KPUM sangat minim?
“Ini pertanyaan yang paling ingin saya tanyakan. Bila dikatakan Pemilwa ini sebagai pesta demokrasi, maka untuk siapakah pesta ini jika mahasiswa umum pun tidak turut hadir? Saya cukup jengkel dengan berita-berita acara yang ditampilkan KPUM. Dari sekian ribu mahasiswa UMS, yang hadir dalam agenda-agenda pesta demokrasi di UMS tidak pernah menyentuh angka 50 orang. Bisa dilihat dari agenda sosialisasi pemilwa, pengumuman hasil verifikasi peserta pemilwa, sampai dengan acara talkshow. Partisipasi mahasiswa umum sangat minim. Dari jumlah yang tidak sampai 50 itu pun, personel KPUM terhitung sebagai partisipan. Jadi bisa dibayangkan betapa minimnya partisipasi mahasiswa dalam agenda besar tahunan ini. Padahal hakikatnya, dalam sistem demokrasi, kredibilitas calon pemimpin sangatlah diperhitungkan. Maka dari itu, calon pemimpin haruslah mampu membuat rakyat percaya padanya. Akan tetapi, melihat kondisi pemilwa di UMS seperti ini, kira-kira calon pemimpin terpilih nanti akan dipercaya sama siapa, ya?”
- Kenapa berjalannya agenda-agenda KPUM seperti belum ada persiapan sebelumnya?
“Sekilas, ketika saya mengikuti beberapa agenda pemilwa yang diselenggarakan KPUM UMS, saya terkadang berpikir kalau pemilihan Ketua OSIS yang diadakan OSIS SMA sepertinya lebih siap daripada pemilwa ini. Agenda minim persiapan ini sangat kentara agar dipaksakan untuk rampung secepat-cepatnya. Jika tidak percaya, lihatlah beberapa agenda yang masih diarsipkan di Youtube KPUM UM Surakarta. Suara video yang kurang jelas, kebanyakan durasi acara adalah sesi “sunyi suwung”, serta keburukan-keburukan yang lain. Lebih-lebih, agenda-agenda yang demikian untuk diikuti secara langsung oleh mahasiswa umum sangat sulit karena penyebaran informasi yang buruk. Namun yang paling lucu untuk disoroti adalah, sambutan yang diberikan oleh Ketua KPUM UMS. Dirinya terkesan hanya memberikan salam dan hormat-hormat tanpa pesan yang begitu berarti. Bahkan ia gagap dalam berharap pemilwa ini berjalan dengan mantap. Sambutan yang singkat, padat, dan tidak berisi hal yang penting-penting amat itu, cukup sebagai bahan mahasiswa umum menilai seberapa siap KPUM dalam menyelenggarakan agenda ini”.
- Apakah boleh mahasiswa umum mengetahui timeline yang jelas dari KPUM?
“5 November 2021 lalu, lewat akun Instagramnya, KPUM UMS mengunggah berita acara terkait penundaan penyelenggaraan Pemilwa UMS 2021. Acara tersebut dilaksanakan melalui Google Meet dan dihadiri oleh partisipan yang sangat minim. Penundaan itu dilakukan sampai dengan kondusifnya kondisi lingkungan di UMS. Berselang sekitar dua minggu, tepatnya pada 19 November 2021, KPUM UMS mengumumkan agenda pemilwa dilanjutkan kembali dengan agenda Pengumuman Hasil Verifikasi Peserta Pemilwa yang akan dilaksanakan pada 21 November 2021. Jika KPUM UMS benar-benar profesional, seharusnya mereka tidak langsung secara tiba-tiba melanjutkan kembali pemilwa. Semestinya, mereka memberitahukan terlebih dahulu bahwa akan melanjutkan pemilwa. Hal itu perlu dilakukan agar mahasiswa dapat mengikuti dengan baik. KPUM UMS harus menerbitkan timeline terbaru yang menggugurkan timeline yang sudah ada sebelumnya.
Karena KPUM tidak memberikan kejelasan mengenai timeline agenda, tentu mahasiswa akan kaget dengan agenda-agenda KPUM yang terkesan sering dadakan. Tentu bisa jadi juga muncul anggapan bahwa peniadaaan publikasi timeline terbaru ini sebagai teknik politik kotor oknum dalam tubuh KPUM. Mahasiswa umum tentu patut curiga dengan agenda yang berjalan mendadak dan terkesan diam-diam”.
- Kenapa sosialisasi agenda KPUM begitu mepet dengan agendanya?
“Memang, bekerja di bawah deadline adalah cara ampuh bagi mahasiswa untuk mendongkrak badan, pikiran dan kehendak untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam klausul sederhana, mahasiswa menyebutnya, sebagai “the power of kepepet”. Akan tetapi, sebagai lembaga profesional tentu pola pikir yang demikian sebaiknya disimpan dahulu. KPUM seharusnya menyiapkan agenda-agendanya dengan sematang mungkin dan dengan pertimbangan yang baik jika ingin memantik simpati mahasiswa umum. Sejauh ini sepertinya KPUM tidak pernah mementingkan jumlah partisipasi mahasiswa umum. Bisa dikatakan kalau KPUM ngebet menyelesaikan agenda pemilwa ini secepat-cepatnya”.
Bak Bandung Bondowoso ngebet bangun Candi Prambanan demi meminang cinta Roro Jonggrang, KPUM pun demikian, yang menganggap kalau pemilwa dapat selesai dalam semalam saja. Melihat kecacatan agenda pemilwa di mana-mana, serta KPUM yang sepertinya tak memandang partisipasi mahasiswa umum dalam berjalannya pemilwa. Lebih-lebih ketika di Pemilwa 2021, capres dan cawapres adalah paslon tunggal.
Jika kita kembali ke topik awal akan pentingnya kredibilitas calon pemimpin bagi mahasiswa UMS, saya mengira suatu hak yang sah-sah saja bagi mahasiswa untuk mengambil peran Roro Jonggrang untuk menolak Bandung Bondowoso (KPUM) dengan garapan-garapannya. Sebab, persoalan pemilwa bukan hanya pemilwa semata. Lebih dari itu, pemilwa adalah soal masa depan mahasiswa di kampus UMS tercinta.
Salam Mahasiswa!
Baca Juga: Peran Aktif dan Solidaritas Mahasiswa dalam Kampus
Penulis : Jennie Jinten (Nama Pena)
Mahasiswa Aktif Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
Editor : Novali Panji Nugroho