Kurang lebih seperti judul tulisan inilah keadaan pemerintahan mahasiswa sekarang, entah siapa yang layak kita salahkan? Entah siapa yang semestinya dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi saat ini.
Saat menulis tulisan ini, saya dalam keadaan geram karena terus mendengar, bahkan melihat secara langsung bagaimana berjalannya pemerintahan mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Kadang terbesit di pikiran saya. “Buat apa saya terus memikirkan hal seperti ini, apa untungnya bagi saya,” kata sukma saya. Keadaan yang memaksa hati dan pikiran saya untuk terus berebut cara bagaimana saya bisa mengondisikan diri.
Selengkapnya Baca : Sidang Umum Dihentikan, Student Government UMS Dibekukan Forum
Diri seolah tak berhenti bertanya-tanya, apa yang sebenarnya menjadi duduk permasalahan selama ini? Apakah memang sejak dulu mahasiswa sudah begitu apatis akan jalannya pemerintahan mahasiswa di UMS?
Mulai dari awal perhelatannya, apakah tidak dipikirkan bagaimana kredibilitas seorang yang diharap bisa menjadi penyambung lidah mahasiswa keseluruhan? Karena apabila hal itu sudah begitu dipertimbangkan sedari awal, mungkin tak separah ini pemerintahan mahasiswa berjalan.
Entah pernah timbul rasa kecewa atau tidak di benak mahasiswa, ketika melihat berjalannya pemerintahan mahasiswa yang serba dagelan, juga meninggalkan banyak dosa yang mesti ditebus oleh generasi saat ini.
Selama berjalannya satu periode kepemimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), jangankan mencari esensi dari tiap kebijakannya, eksistensi dari mereka saja sangat minim dirasakan oleh mahasiswa umum.
Jangankan mahasiswa umum, jajaran fakultas yang sudah semestinya bisa mereka rangkul dalam tiap kebijakan, komunikasi, dan koordinasi yang diharapkan saja seolah menjadi hal yang hampir bisa dikatakan fana. Ya, begitulah adanya kawan, ya, itulah dosa mereka (jajaran eksekutif dan legislatif –red) yang hanya bisa kita resahkan.
Di tulisan ini mungkin saya tidak akan kembali mengangkat permasalahan atau dosa apa saja yang mereka perbuat selama satu periode kepemimpinannya. Akan tetapi, berkaitan dengan kelucuan atau kegoblokan yang mereka perbuat kembali di fase klimaksnya.
Sidang umum pada dasarnya menjadi sidang tertinggi dari Keluarga Mahasiswa (KAMA) UMS, yang mana menjadi ajang pertanggungjawaban dari BEM dan DPM Universitas. Namun, sidang yang sudah terselenggara itu seolah telah tercederai dan justru menjadi forum dagelan karena lagi-lagi polah dari BEM-U dan DPM-U.
Sidang umum periode ini sampai dilaksanakan tiga kali waktu dan mulai efektif berjalan di waktu ketiga, yakni pada 15 hingga 17 Maret 2022. Entah karena apa saat itu BEM-U dan DPM-U lebih banyak mangkir dalam forum tertinggi di UMS ini. Apakah lupa akan kewajibannya? Atau, apakah memang belum menyiapkan apa saja yang perlu dipertanggungjawabkan?
Ketika mereka (BEM-U dan DPM-U –red) tak hadir di forum sidang umum (SU) kesatu dan kedua, mungkin kita pikir akan lebih siap di forum SU ketiga. Dengan banyaknya waktu yang tersedia agar bisa mengerjakan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) secara matang dan sempurna, tetapi nyatanya tidak.
Di forum SU ketiga, kekonyolan mereka semakin menjadi-jadi karena forum saat itu seolah menjadi forum sharing-sharing, forum seminar hasil, dengan ketidaksiapan LPJ mereka, data keuangan dan administrasi BEM-U yang tidak beres, dan LPT DPM-U yang malah belum siap sama sekali untuk dipaparkan sehingga berujung pada penolakan LPJ dan LPT-an mereka.
MPM selaku pihak yang diberikan mandat oleh mahasiswa atas kedaulatan tertinggi di KAMA UMS pun saat ini kehilangan taringnya. MPM belum menyelesaikan secara tuntas atas kinerjanya dengan keputusan akhir pada pembekuan pemerintahan mahasiswa. Entah apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah akan dikembalikan ke pihak rektorat begitu saja?
Akan tetapi, jelas rektorat tidak akan membiarkan pemerintahan mahasiswa ini beku dalam waktu lama. Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan kepentingan universitas, yang ditakutkan akan berpengaruh pada kredibilitas di luar. Namun, akankah sepragmatis itu pihak universitas untuk kepentingan mahasiswanya? Ya, dari situlah integritas pihak rektorat dengan mahasiswanya bisa kita nilai nanti. Hanya ada satu kata: kawal!
Penulis : Lek Michel yang Resah (nama samaran)
Editor : Ashari Thahira