Maraknya kasus pelecehan seksual yang merebak terutama di perguruan tinggi menjadi momok tersendiri bagi kalangan civitas academica. Perlu adanya payung hukum perundang-undangan yang dapat melindungi para korban kekerasan seksual agar dapat merasa aman dari ancaman tersebut. Beberapa saat lalu kabar disahkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) membawa angin segar bagi masyarakat khususnya perempuan yang rawan menjadi korban tindak kekerasan seksual. Mereka berharap undang-undang ini dapat menjadi jalan penyelesaian bagi kasus kekeraan seksual yang masih banyak tertimbun jauh dari permukaan.
Reporter Pabelan-online.com berkesempatan melakukan wawancara dengan Rizka, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Jumat, 18 Maret 2022 mengenai RUU PKS.
Apa yang dimaksud RUU PKS itu?
“Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yakni undang-undang yang dibuat untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Indonesia. RUU PKS tidak hanya melindungi korban kekerasan langsung, tetapi juga memberikan perlindungan bagi keluarga korban dan saksi yang ingin memberikan kesaksian mereka selama proses hukum.”
Bagaimana fungsi dari RUU TPKS?
“RUU TPKS memberikan rehabilitasi bagi para pelaku kekerasan seksual sesuai RUU Republik Indonesia (RI) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual Pasal 88 Ayat (3). Rehabilitasi ini sendiri mempunyai fungsi dan tujuan untuk mencegah agar tindakan kekerasan seksual tidak terjadi lagi.”
Perlukah RUU PKS disahkan?
“RUU PKS kini telah diubah menjadi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). RUU TPKS sudah disahkan sebagai RUU inisiatif pemerintah, tinggal menunggu pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah. Proses tersebut memang lama karena banyak RUU lain yang dibahas di DPR.”
Apakah hukuman di Indonesia sudah setimpal untuk mengawal kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat?
“Selama ini untuk kasus pelecehan seksual, para pelaku pelecehan seksual dapat dijerat hukum asalkan terdapat bukti dan pemenuhan unsur perbuatan dalam hal memenuhi pasal percabulan sebagaimana diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Nah, di dalam RUU TPKS ini ada tambahan jenis yang termasuk pelecehan seksual dan termasuk hukumannya.”
Bagaimana seharusnya pengawalan kasus pelecehan seksual?
“Tentunya RUU TPKS semangatnya adalah agar korban pelecehan dan kekerasan seksual berani lapor dan bicara sehingga pelaku jera dan kejadiannya tidak semakin meningkat. Selain itu, juga sebagai perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.”
Saat ini banyak masyarakat yang mengalami kasus pelecehan seksual. Namun, mereka memilih untuk diam karena takut diancam, bagaimana sikap yang sebaiknya dilakukan?
“Sebaiknya melapor kepada pihak yang berwenang agar pelaku tertangkap dan paling tidak supaya tidak ada korban lagi. Seperti di lingkungan kampus misalnya, laporkan saja ke dekan atau ketua program prodi (Kaprodi) apabila ada dosen yang melakukan kekerasan seksual. Jangan perlu takut nilai jelek, ancaman, dan sejenisnya.”
Bagaimana tanggapan Anda tentang merebaknya kasus pelecehan seksual di Perguruan Tinggi (PT)?
“Untuk RUU TPKS sendiri sebetulnya bukan hanya untuk PT, tetapi perlindungan untuk semua warga negara, terutama untuk masalah kekerasan seksual yang sekarang semakin banyak. Jadi lingkupnya bukan untuk PT saja.”
Bagaimana upaya yang dapat dilakukan di Perguruan Tinggi untuk mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual?
Kalau upaya di PT sudah ada kemarin Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) RI Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Bahkan sebelum ada Permendikbud di masing-masing kampus pasti ada dewan etik, tinggal yang terkena kasus pelecehan atau kekerasan seksual ini berani lapor atau tidak. Karena apabila tidak ada laporan nantinya juga tidak ada tindakan.”
Apa harapan Anda terkait RUU TPKS yang nantinya akan disahkan?
“Karena selama ini KUHP hanya mengenali istilah perkosaan, pencabulan, dan persetubuhan. Sedangkan mengacu pada pengaduan korban kekerasan seksual, terdapat bentuk kekerasan lain seperti pemaksaan perkawinan, eksploitasi seksual, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual. Sehingga sangat penting jika pemerintah mengesahkan RUU TPKS sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan akses kepada korban kekerasan seksual untuk menuntut keadilan dan melindungi hak-hak konstitusional mereka.”
Reporter : Yuniyar Hazhiyah
Editor : Ashari Thahira