UMS, pabelan-online.com – Beberapa waktu lalu para mahasiswa negeri ini digegerkan dengan dilegitimasikannya sebuah partai atas nama mahasiswa bernama Partai Mahasiswa Indonesia (PMI) oleh Kementrian Hukum dan HAM(Kemenkumham) pada 21 Januari 2022. Kehadiran partai politik ini menuai pro dan kontra khususnya di kalangan mahasiswa.
Pasca aksi yang dilakukan oleh mahasiswa hampir di seluruh Indonesia pada awal hingga pertengahan April kemarin, lingkungan mahasiswa kembali dibuat heboh dengan kemunculan PMI sebagai partai politik di Indonesia oleh Kemenkumham. Padahal sebagaimana yang diketahui, posisi mahasiswa ialah sebagai pengawal jalannya pemerintahan, yakni stabilisator dan dinamisator.
Terkait dengan kemunculan partai tersebut, Agung Satyawan selaku Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret (UNS) mengungkapkan bahwa, mendirikan suatu partai, berserikat, berkumpul adalah hak warga negara dalam sistem demokrasi dan dijamin oleh negara.
Namun menurutnya, meskipun PMI sudah sah sebagai partai di Indonesia dan keberadaannya telah dijamin oleh negara, secara substansi tetap kehadirannya ini dinilai terdapat beberapa masalah.
Ia mengatakan, yang menjadi permasalahan secara garis besar ialah perihal mempertanyakan mengenai implikasi soal hal-hal dasar dalam sebuah partai dengan mahasiswa sebagai label partai tersebut.
“Mendirikan partai tujuannya adalah memenangkan pemilihan umum (Pemilu) untuk memperoleh jabatan-jabatan publik. Sedangkan label mahasiswa berkaitan dengan kekuatan moral, independen, dan mengkritisi proses berjalannya pemerintahan. Jadi tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis,” ungkapnya, Kamis (12/5/2022).
Terlepas dari poin-poin permasalahan yang ia ungkapkan, Agung berpendapat bahwa keberadaan PMI sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak perlu, tetapi ia tetap menghormati keberadaannya karena hal tersebut merupakan hak sipil bagi tiap warga negara.
Agung menambahkan jika keberadaan PMI ini juga sebaiknya tetap diberi ruang untuk menjalankan kegiatan sesuai dengan koridor hukum, karena nanti juga akan ada seleksi alam, misalnya tidak populer, atau tidak mendapat dukungan mahasiswa. Maka dengan begitu menurut Agung, partai tersebut akan meredup dengan sendirinya.
“Saya agak ragu kalau partai ini bisa menjadi wadah bagi mahasiswa, karena keberadaan partai ini masih pro dan kontra di kalangan mahasiswa itu sendiri,” ungkapnya.
Di lain sisi, Muhammad Iqbal Kholidin salah seorang Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) turut berpendapat perihal kehadiran partai tersebut. Ia mengaku pada awalnya kaget dengan kemunculan partai yang mengatasnamakan mahasiswa ini, terlebih itu (kemunculan PMI –red) di tengah perkembangan aksi demonstrasi saat itu.
Ia juga mengungkapkan mengenai ketidaksetujuannya atas pembentukan partai yang mencatut frasa mahasiswa tersebut. Ia merasa partai ini memiliki potensi disalahgunakan, seperti memecah belah gerakan mahasiswa ke depannya dan menjadi alat penguasa untuk membuat gerakan mahasiswa menjadi jinak. Lanjutnya, kemunculan PMI ini harus direspons dengan selalu skeptis dan waspada. Mereka (PMI –red) harus dipantau selalu mengenai segala kegiatan yang dilakukannya.
“Jangan sampai sudah mencatut frasa mahasiswa tetapi di masa depan justru mencederai perjuangan yang mahasiswa dan masyarakat lakukan,” harapnya, Minggu (1/5/2022).
Reporter : Alfin Nur Ridhwan
Editor : Munasifah Rahmawati