UMS, pabelan-online.com – Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional menggelar diskusi dan konsolidasi yang dilakukan pada Selasa 14 Juni 2022 kemarin. Diskusi ini mengangkat tema “Babak Baru Kasus Represi terhadap LPM Lintas”. Diskusi ini diikuti oleh berbagai lembaga organisasi di universitas yang ada di Indonesia.
Pembekuan atau pembredelan terhadap Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas dari pihak kampus yang dilakukan pada tanggal 17 Maret 2022 lalu, tepatnya setelah LPM Lintas menerbitkan pemberitaan terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh terduga dosen Institus Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon. Tindakan reprisifitas kampus yang melakukan pemberedelan terhadap LPM Lintas menandakan bahwa ruang demokrasi serta mengemukakan pendapat pada lingkungan kampus itu masing sangat sulit.
Tajudin Buano selaku Ketua Aliansi Jurnalisme Indonesia (AJI) Ambon yang juga merupakan salah satu pembicara dalam diskusi ini mengungkapkan, bahwa kasus yang sedang dihadapi saat ini merupakan kasus yang kritis. Akan tetapi, menurutnya, dalam kasus ini pihak kampus justru tidak terlihat memberikan dukungan terhadap korban.
Ia juga mengatakan bahwa, kampus terlihat memiliki sikap anti-kritik yang tidak memberikan kebebasan berekspesi. Sehingga, menurutnya, seharusnya dengan adanya kejadian yang dialami oleh IAIN Ambon ini dijadikan evaluasi dan dapat memfasilitasi dalam pemberian keamanan bagi para mahasiswa
“Dan jika kita lihat dan amati dari keberlangsungan kasus ini terlihat bahwa sudah berjalan panjang karena dari pihak pelaku pun sudah melakukan intimidasi kepada para korban, yaitu para awak dari LPM Lintas. Selain itu, pihak kampus juga melakukan beberapa upaya pendekatan yang dilakukan secara kekeluargaan untuk melemahkan korban sehingga dapat mencabut tututan yang telah diajukan,” ujarnya, Selasa (14/6/2022).
Di kesempatan yang sama, Mona Ervita selaku Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers yang juga sebagai pembicara mengungkapkan bahwa, dengan dilakukannnya pembekuan terhadap LPM Lintas dengan jangka waktu yang tidak ditentukan merupakan bagian dari matinya demokrasi yang ada pada IAIN Ambon, bahkan bisa sampai keranah akademis.
Pada kasus ini, kata Mona, ada dua poin penting untuk melakukan advokasi. Pertama, yaitu tindakan pembekuan yang diterima oleh LPM Lintas, setelah adanya penerbitan Surat Keputusan (SK) Rektorat tersebut, terdapat dua orang dari LPM Lintas mendapatkan penganiayaan. Terkait pada kasus penganiayaan tersebut sudah tembus pada Kepolisian Sektor (Polsek) Ambon.
Ia menambahkan, perlu diketahui juga bahwa pada kasus ini melibatkan banyak pihak, sehingga menimbulkan banyak tekanan pada keluarga korban.
“Bahkan pihak internal pun melakukan ancaman terhadap salah satu keluarga korban, agar mencabut laporannya karena pelaku dari penganiayaan tersebut berada dalam lingkungan kampus,” ungkapnya, Selasa (14/6/2022).
Bayu Pebruadri, salah satu peserta diskusi memberikan pendapat dan saran mengenai kasus LPM Lintas ini. Menurutnya, tiap LPM memiliki hak yang diatur oleh undang-undang untuk melawan pihak kampus yang melakukan diskriminasi, dalam hal ini terhadap LPM Lintas, dengan cara menulis berita terkait tindakan diskriminasi ini.
“Lalu kita posting ke media sosial dengan menandai akun resmi Kementrian Pendidikan, sehingga kasus ini dapat dilihat oleh Kementrian Pendidikan dan dapat ditindaklanjuti dengan tepat,” harapnya, Selasa (14/6/2022).
Reporter : Mia Intan Ros Bita Palupi
Editor : Aliffia Khoirinnisa