UMS, pabelan-online.com – Ratusan mahasiswa asal Papua yang berkuliah dan menetap di Yogyakarta terpaksa harus menahan lapar dan putus kuliah. Hal ini dikarenakan uang beasiswa mereka tak kunjung cair sejak 2020 silam.
Dilansir dari kumparan.com, hal itu dikarenakan adanya pergantian Bupati Manokwari, sehingga program beasiswa yang bernama Bantuan Beasiswa tersebut macet sejak 2020 dan membuat 144 mahasiswa asal Manokwari lebih sering mehanan lapar sampai putus kuliah karena tidak sanggup membayar uang kuliah dan biaya hidup di sana.
Sebelumnya para pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua (IPMAPA) se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga sudah mengadukan masalah ini kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Pihaknya juga mengaku telah memenuhi persyaratan dari pihak pemerintah berupa pengiriman berkas-berkas, tetapi sampai saat ini tidak ada tanggapan yang serius dari pemerintah.
Masih dilansir dari kumparan.com, Sekretariat Jenderal (Sekjen) IPMAPA, Irto Mamoribo juga mengatakan bahwa bantuan ini adalah program Pemerintah Daerah (Pemda) Manokwari yang diambil dari dana otonomi khusus yang dimiliki Pemda Manokwari.
Ia menuturkan, dana yang biasanya cair tiap enam bulan sekali dengan nominal satu juta untuk satu mahasiswa kini tersendat.
“Bahkan tiba-tiba pemerintah mengatakan bahwa program beasiswa tersebut sudah tidak ada sejak 2021,” ujar Irto Mamoribo, Jumat (8/7/2022).
Hal ini tentu berimbas dengan kondisi mahasiswa yang masih bergantung dengan dana dari beasiswa tersebut.
Kepada kumparan.com, Kepala Gugus Tugas Papua, Gabriel Lele mengatakan bahwa fenomena ini bukan yang pertama kalinya. Akan tetapi, kata Gabriel, sudah terjadi berulang-ulang karena tidak stabilnya kebijakan politik di Papua dan Papua Barat.
“Penyebabnya karena perbedaan komitmen antar bupati atau antar kepala daerah. Ganti bupati ganti kebijakannya,” ujarnya, Sabtu (9/7/2022).
Ia menambahkan bahwa, ratusan mahasiswa juga tidak bisa menuntut banyak karena bantuan ini hanya bersifat bantuan sosial sesuai kebijakan bupati saat itu. Mahasiswa tidak bisa melakukan perjanjian langsung dengan pemerintah daerah di sana.
“Kalau langsung dengan mahasiswa, tidak bisa, hanya berbentuk bantuan yang tergantung kemauan politik kepala daerahnya,” tambah Gabriel.
Kepada reporter Pabelan-online.com, Muhammad Azizi selaku penerima beasiswa Kader Pondok Hajjah Nuriyah Shabran asal Kalimantan memaparkan bahwa ia juga merasa iba terkait perubahan kebijakan tersebut. Apalagi menurutnya tidak ada konfirmasi dan sosialisasi dari pihak pemerintah.
Ia juga merasa kasihan kepada mahasiswa asal Papua tersebut yang terpaksa berhenti kuliah karena masalah tersebut.
Menurutnya Papua masih membutuhkan tenaga pendidik yang nantinya akan membantu Papua untuk menjadi lebih maju.
“Seharusnya ada tindak lanjut dari bupati tersebut agar tidak memberikan kesan buruk di mata mahasiswa Papua,” kata Azizi, Senin (18/7/2022).
Reporter : Muhammad Iqbal
Editor : Ashari Thahira