Kehidupan modern pada saat ini tentu saja banyak menyebabkan berbagai bentuk perubahan baik dan buruk, salah satunya adalah degradasi moral. Seperti yang kita ketahui, mahasiswa merupakan aset untuk memajukan bangsa dan negara, tetapi belakangan ini kita justru kerap diperlihatkan tindakan penyimpangan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa.
Hal ini menjadi bukti bahwa degradasi moral telah merambah pada dimensi pendidikan, sebagai contoh maraknya kasus kekerasan seksual di kampus yang tidak ada habisnya. Dilansir dari mahasiswaindonesia.id, perguruan tinggi menempati urutan pertama untuk pelecehan atau kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dengan 35 kasus pada tahun 2015 hingga 2021.
Reporter Pabelan-online.com berkesempatan mewawancarai Wibowo Heru Prasetyo, Dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengenai degradasi moral di kalangan mahasiswa pada Selasa, 29 November 2022.
Menurut Bapak, apa pengertian degradasi moral itu?
“Degradasi itu sendiri merupakan istilah serapan yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu degradation yang artinya menurun atau penurunan. Kalau penurunan berarti kita harus punya standar yang bisa menjadi acuan, kalau di bawahnya berarti menurun, kalau melewatinya berarti meningkat. Bagi saya makna degradasi harus dikaitkan dengan standar yang tepat untuk mengukurnya.”
Bagaimana contoh penerapan standar moral di lingkungan kampus?
“Karena kita berada dalam wilayah kampus perguruan Islam, persyarikatan Muhammadiyah, maka standar moralnya adalah norma-norma, nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). Artinya, kalau mahasiswa itu menjalankan nilai-nilai AIK tidak hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam berperilaku, baik di kampus maupun di luar kampus, maka kita katakan dia moralnya baik karena sesuai standar. Namun, apabila tidak sesuai dengan standar, itu yang dimaksud dengan degradasi.”
Bagaimana jika ada perbedaan pandangan mengenai suatu tindakan?
“Kita harus punya patokan yang jelas karena bisa saja satu orang menganggap ini degradasi, satu orang tidak. Maka, harus ada kesepakatan patokan yang digunakan. Bagi saya degradasi moral adalah ketika standar-standar moral yang menjadi kesepakatan tidak diikuti maka disebut degradasi moral.”
Bagaimana pandangan Bapak terkait dengan moral mahasiswa dulu dan sekarang?
“Kalau ditarik tahun 2017 moralitas ke sini sebenarnya samar tidak terlalu berbeda. Secara subjektif, pasca selama pandemi terasa lebih turun. Terutama moralitas anak-anak terkait etikanya, misalnya kedisiplinan dalam kuliah, cara berbicara, cara berkomunikasi ke dosen atau sesama teman. Secara subjektif dan parsial itu menurun. Hipotesis saya salah satunya karena dampak pandemi.”
Selain dampak covid, apakah perbedaan moral itu bisa karena arus teknologi?
“Kita itu hidup, orang bangun yang dicari pertama gadget, dan barang yang dipegang terkahir mau tidur juga gadget. Jadi, 24 jam sumber kita itu ya gadget, seakan-akan ada besi yang menempel di kulit kita sehingga sulit untuk lepas. Dengan demikian maka tentu saja seberapa besar pengaruhnya kita tidak tahu karena itu harus riset, tetapi apakah ada pengaruhnya itu tentu. Pada era sekarang kita tidak bisa membatasi segalanya, bahkan kita bisa memiliki teman yang belum pernah bertemu secara fisik sekalipun. Era saat ini membuat orang lebih cepat beradaptasi untuk berubah dan mengikuti tren baru.”
Menurut Bapak, apa saja jenis-jenis degradasi moral yang tampak di kalangan mahasiswa saat ini?
“Pertama, yaitu komunikasi atau gaya berbicara dan bahasa yang digunakan, pilihan kata yang digunakan kepada teman dan dosen itukan berbeda. Kedua, pakaian, ini yang paling sering, cara berpakaian dan komestik, bahkan kadang itu kurang pada tempatnya dan waktunya. Cara berpakaian itu sangat kelihatan, mahasiswa itu cepat merespons style, yang kadang-kadang enggak pas, baik laki-laki maupun perempuan. Ketiga, yaitu pergaulan, dari mulai di kampus, kos-kosan, dan di tempat nongkrong. Banyak fenomena-fenomena yang baru ditemui lima sampai sepuluh tahun terakhir ini, mungkin zaman dahulu itu tidak ada.”
Apa perbedaan pembelajaran dosen dan guru dalam pendidikan?
“Perlu saya sampaikan bahwa dosen itu juga guru, tetapi yang kami hadapi saat ini berbeda dengan bapak ibu guru di sekolah. Yang dihadapi bapak ibu di sekolah itu namanya pedagogi, pembelajaran atau pendidikan untuk anak-anak. Kalau masa kuliah itu jenjangnya andragogi, pembelajaran untuk orang dewasa. Jadi, di kuliah dosen itu hanya bisa mengajak itu sharing, menasihati iya, tetapi tidak seperti di sekolah.”
Sebagai dosen, upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi degradasi moral di kalangan mahasiswa?
“Di kampus posisi mahasiswa dan dosen itu lebih sedikit setara, kadang kita mirip-mirip teman. Itu yang harus kita lakukan, kita lebih seperti teman untuk mengajak. Kadang-kadang seperti orang tua, tetapi porsinya lebih banyak sebagai teman untuk mengajak pada kebaikan dan memberi contoh.”
Apakah menurut Bapak pembelajaran Pancasila penting bagi mahasiswa?
“Jawabannya tentu penting, tetapi bentuknya harus berubah dengan yang telah didapatkan di sekolah, walaupun esensinya tetap sama. Apalagi Pancasila seperti ideologi, harus terus diingatkan pada setiap jenjang pendidikan karena Pancasila sebagai salah satu standar moral.”
Bagaimana mahasiswa bisa menerapkan pembelajaran Pancasila di kehidupan nyata?
“Pancasila itu jangan dimaknai terlalu tinggi, bagi saya kita harus tahu inti kelima sila tersebut. Sila pertama itu intinya ketuhanan, sila kedua kemanusiaan, sila ketiga bersatu, sila keempat bermusyawarah, dan sila kelima berkeadilan. Jika itu dipahami semua kita bisa menjadi muslim yang taat karena muslim itu sudah pasti senang membantu orang lain, lebih suka perdamaian, bermusyawarah, dan muslim itu pasti tidak mungkin zalim.”
Apa harapan Bapak terhadap moral mahasiswa ke depannya sebagai agent of change?
“Bangsa yang besar itu selalu motor penggeraknya adalah pemuda, enggak mungkin bangsa itu maju besar motornya anak-anak kecil, dan tidak mungkin orang tua. Bangsa yang besar itu motornya, perkembangannya, termasuk motor yang menurunkan gradasi itu semuanya ada pada pemuda. Jadi, bangsa itu akan maju atau mundur dilihat dari pemudanya. Sebelum saatnya kita tiba untuk mengambil peran yang lebih besar, maka isilah sebanyak mungkin masa muda dengan ilmu, keterampilan, dan standar moral yang kalian praktikkan sejak muda yang nanti akan membentuk watak anda sampai tua.”
Reporter : Nafisalu’ay Salsyabilla
Editor : Ashari Thahira