UMS, pabelan-online.com – Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Hal ini tak luput dari pandangan mahasiswa yang turut memperhatikan perpolitikan negara.
Jauh sebelum disahkan, UU KUHP ini kerap menjadi bahasan diskusi berbagai elemen, salah satunya mahasiswa sebagai iron stock.
Beberapa masih menolak karena adanya pasal karet pada undang-undang tersebut. Sehingga ada pro dan kontra yang masih diperdebatkan, bahkan setelah disahkan.
Pabelan-online.com meminta tanggapan dari berbagai mahasiswa aktivis atas pengesahan UU KUHP ini.
Ach Mubarok selaku Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Janabadra Yogyakarta mengungkapkan, jika pihaknya tidak menolak keseluruhan isi UU KUHP .
Akan tetapi, pihaknya menolak adanya pasal karet yang tercantum pada undang-undang tersebut.
Menurutnya, tidak semua pasal dalam UU KUHP bersifat negatif. Melainkan masih ada pasal-pasal yang menurutnya bisa dikatakan tepat untuk diterapkan di masyarakat.
“Tidak setujunya karena pasal-pasal karet yang pernah kami tolak itu masih tertuang di situ, seperti penghinaan presiden, penghinaan lembaga dan juga pasal yang masih belum jelas pengertiannya,” ungkapnya, Jumat (9/12/2022).
Mubarok menambahkan, seperti yang telah disampaikan, salah satu pasal yang ditolaknya ialah penghinaan pada presiden. Menurutnya, pasal ini masih multitafsir pada maksud ‘menghina’.
Padahal, tambahnya, kritikan atas kinerja berbeda dengan mencela pribadi, dalam hal ini adalah presiden.
“Di sinikan kita mau mengkritisi kebijakannya, dan andai bahasa kami menyinggung presiden dan itu dianggap menghina kan bisa saja itu kena. Dan masih banyak lagi pasal yang menurut kami yang janggal,” tambahnya.
Menurut Mubarok, seharusnya DPR mendengar apa yang menjadi keluh kesah masyarakatnya, terlebih jika menilik posisi DPR sebagai perwakilan rakyat dan bukan perwakilan partai.
Lanjutnya, pemerintah khususnya DPR sebagai perancang undang-undang perlu menyadari bahwa produk hukum yang dikeluarkan itu masih belum matang.
“Semoga DPR meimikirkan betul bahwa produk hukum yang dikeluarkan untuk masyarakat bukan kepentingan golongan, apalagi oligarki,” harapnya.
Sementara Ezat Indra Saputra, selaku Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Mohammad Hatta Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) berpendapat, jika UU KUHP ini sebenarnya menjadi satu terobosan dari pemerintah Indonesia, untuk kemudian dapat terlepas dari produk hukum yang notabenenya hasil kolonial.
Meski begitu, Ezat menyayangkan dalam penyusunan undang-undang ini dirasa kurang partisipatif dan terkesan tidak mempertimbangkan kondisi sosial masyarakatnya sendiri.
“Untuk setuju atau tidaknya, jelas tidak ada persetujuan dari diri saya, ataupun masyarakat secara luasnya,” tegasnya, Jumat (9/12/2022).
Menurut Ezat, hal yang menjadi alasan ketidaksetujuannya yakni karena dalam penyusunannya tidak terdapat prinsip partisipatif dan pertimbangan aspirasi.
Kemudian masih banyaknya pasal yang menimbulkan ambiguitas, kepastian hukum yang tidak jelas atau biasa disebut pasal karet. Misalnya hukum yang hidup dalam masyarakat: penyimpangan asas legalitas/kriminalisasi yang tidak jelas, tertuang pada Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 597 UU KUHP.
Selain itu lanjutnya, terdapat pasal-pasal yang berpotensi pada degradasi demokrasi, pembungkaman, pemberangusan hak asasi manusia, pelanggengan pihak-pihak yang berkepentingan, dan potensi penindasan.
Misalnya saja pada Rumusan tentang Pidana Korporasi Bermasalah yang diatur dalam pasal 48, Pasal 50 UU KUHP.
Menurut Ezat, mahasiswa sangat perlu untuk mengawal dan memperhatikan isu ini. UU KUHP ini nantinya hanya dijadikan sebagai senjata konstitusi atau bahan pembenaran atas tindakan aparat atau oknum kepada masyarakat.
“Mahasiswa berada di posisi intermediate, yakni di antara birokrasi, dengan masyarakat. Mahasiswa perlu memberikan pendekatan secara nyata, baik pada birokrasi dan masyarakat Kepada kalangan birokrasi, mahasiswa harus mampu menghadirkan tandingan, yudicial review mungkin hingga demonstrasi sebagai jalan akhir,” tutupnya, Jumat (9/12/2022).
Reporter : Baelqis Yasminagara
Editor : Anisa Fitri Rahmawati