Pers Mahasiswa merupakan pemikir yang bebas dan merdeka. Adapun bebas dan merdeka disini, merupakan suatu ciri dari keterpelajaran dan intelektualitas. Namun dalam praktiknya, idealisme serta kebebasan yang dibawa Pers Mahasiswa kerap kali mendapat perlakuan seperti intimidasi, represifitas, pembekuan hingga pembredelan.
Secara legalitas Pers Mahasiswa sejatinya belum memilik payung hukum yang jelas. Sehingga Pers Mahasiswa belum dianggap sebagai entitas pers yang perlu dilindungi. Secara eksplisit Pers Mahasiswa tidak masuk dalam kategori perusahaan pers berbadan hukum seperti yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Meskipun demikian, Pers Mahasiswa memiliki perlindungan hukum secara konstitusional maupun perundang-undangan dalam hal kebebasan akademik, seperti yang tercantum dalam UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 tahun 2012.
Berkaca pada kasus yang terjadi pada Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Acta Surya. Perlakuan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS) terhadap awak media Acta Surya seperti, memberikan pengurangan nilai, intimidasi, ancaman pelaporan terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), hingga pembekuan LPM Acta Surya.
Hal tersebut tidak mencerminkan kebebasan Pers Mahasiswa itu sendiri, padahal Stikosa AWS selama ini dikenal sebagai kampus kawah candradimuka, dimana banyak wartawan juga jurnalis yang telah berkarir dalam industri Pers Nasional, akan tetapi perlakuan Meithiana selaku ketua Stikosa AWS justru meleburkan esensi dari kebebasan dari pers itu sendiri.
Kasus semacam ini kerap kali terjadi pada Pers Mahasiswa, seharusnya menjadi pembelajaran bahwa Pers Mahasiswa harus dijamin kebebasan intelektualitas serta berekspresi. Hal ini dikarenakan Pers Mahasiswa merupakan sebuah elemen penting dalam lingkup kampus.
Apalagi perannya sebagai media kontrol isu-isu kampus, Pers Mahasiswa sejatinya harus diberikan suatu ruang untuk menyuarakan apa yang seharusnya dibenahi pada kampus tersebut. Bukan mendapatkan ancaman atau tindakan sewenang-wenang dari pihak kampus, karenanya tindakan tersebut sudah mematikan nalar kritis seorang mahasiswa.
Mahasiswa seharusnya tidak hanya sekadar berperan dalam hal akademis saja, tetapi perlu ‘bergerak’ guna menyuarakan dan menuntut keadilan pada hal-hal yang dianggap melenceng. Di sinilah peranan Pers Mahasiswa hadir sebagai wujud penggerak mahasiswa dalam kontrol sosial dalam menghadapi isu-isu yang ada.