Sejauh yang kita pahami, jika disebutkan kata ‘pendidikan’ mungkin hanya sebatas proses transfer ilmu dari seorang pendidik, yaitu dari guru atau dosen kepada yang dididiknya yang disebut siswa atau mahasiswa.
Padahal, jika ditinjau lebih jauh lagi pendidikan memiliki arti yang cukup luas, tidak hanya sebatas proses transfer ilmu dari person ke person. Salah satunya yang perlu disadari, bahwasanya pendidikan juga merupakan proses pewarisan dari suatu budaya.
Sebagai unsur yang vital dalam kehidupan manusia yang beradab, kebudayaan mengambil unsur-unsur pembentukannya dari segala ilmu pengetahuan yang dianggap sangat vital dan diperlukan dalam menginterpretasikan semua yang ada dalam kehidupannya.
Hal ini, diperlukan sebagai modal dasar untuk kemudian manusia dapat beradaptasi dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Karena tentunya dalam kehidupan ini kita akan sama-sama dibenturkan dengan realitas dunia yang abstrak dan tak terduga.
Pendidikan, baik formal, informal, ataupun non-formal mempunyai peran sebagai wahana atau media dalam proses pembudayaan (enkulturasi).
Begitupun dengan perguruan tinggi, ataupun media lainnya diluar itu seperti keluarga, lembaga ataupun institusi yang ada di sekitar masyarakat. Maka, dalam konteks inilah pendidikan bisa disebut sebagai proses guna ‘memanusiakan manusia’, atau jika meminjam istilah Dick Hartoko disebut ‘memanusiakan manusia muda’.
Sejalan dengan hal tersebut, seharusnya kita melihat bahwa pendidikan merupakan sebuah upaya membudayakan dan mensosialisasikan manusia (proses membentuk kepribadian dan perilaku seseorang menjadi anggota masyarakat sehingga ia bisa diakui keberadaannya oleh masyarakat).
Dalam hal ini, peran pendidikan bisa dikatakan sebagai pembentuk diri seseorang agar dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang mampu bersosialisasi dalam masyarakat dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup baik secara pribadi dan masyarakat.
Salah seorang tokoh pendidikan yang pernah dimiliki Indonesia, yakni Daoed Joesoef, memandang pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan. Ia beranggapan, pendidikan merupakan sebuah upaya memberikan pengetahuan dasar sebagai bekal hidup.
Pengetahuan dasar untuk bekal hidup yang dimaksud disini, bisa diartikan sebagai kebudayaan. Bisa dikatakan demikian, karena kembali lagi jika kita memaknai kehidupan ini maka hal tersebut menyangkut keseluruhan dari keadaan diri kita, totalitas dari apa yang kita lakukan sebagai manusia.
Berkenaan dengan itu, dalam ranah proses pendidikan di perguruan tinggi berarti pendidikan bisa juga kita sama-sama artikan sebagai upaya menanamkan sikap dan keterampilan pada setiap mahasiswa agar kemudian mereka kelak mampu memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan peran sosial masing-masing dalam masyarakat.
Terlebih mahasiswa selalu diberikan label sebagai agent of change, iron stock, sosial control, dan lain sebagainya yang secara tidak langsung seakan mempunyai harapan besar pada keberlangsungan hidup masyarakat luas.
Sejalan dengan itu, Bertrand Russel mengatakan bahwa pendidikan sebagai tatanan sosial kehidupan bermasyarakat yang berbudaya. Menurutnya, melalui pendidikan kita bisa membentuk suatu tatanan kehidupan masyarakat yang maju, modern, tentram dan damai berdasarkan nilai dan norma budaya.
Nilai-nilai yang dibentuk dalam proses pendidikan tersebut, tentunya diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku religius, cekatan, terampil, dapat membedakan mana yang baik dan buruk, benar dan salah, menghargai semua hal yang menjadi bagian dari kehidupan ini termasuk segala perbedaan diantara manusia.
Dan hal bertindak, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat pada saat yang tepat, serta mampu mengembangkan potensi diri dalam upaya meningkatkan kualitas pribadi, keluarga, kelompok, agama, bangsa dan negara. Yang mana semua ini, merupakan unsur pokok dalam proses pembentukan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan damai.
Maka, untuk mewujudkan hal tersebut, para penyelenggara pendidikan khususnya perguruan tinggi harus yakin, bahwa program dan proses pembelajaran yang diterapkan dapat menggiring setiap mahasiswanya agar mampu menggunakan segala apa yang telah dimilikinya yang telah diperoleh selama proses belajar.
Sehingga, pembelajaran diharuskan bermanfaat dalam kehidupan selanjutnya, baik kehidupan secara akademis maupun sehari-hari. Walaupun dalam konteks perguruan tinggi, setiap mahasiswanya sudah memilih program studinya masing-masing sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya di masa yang akan datang.
Kita tidak bisa menafikkan, bahwasanya kita semua adalah hasil produk dari sistem pendidikan yang terdikotomi. Toh, pada realitanya jenjang pendidikan dasar sampai menengah, sadar tidak sadar pendidikan yang kita terima seakan memisahkan antara kehidupan akademis dan nonakademis, sehingga potensi dan kemampuan setiap dari kita seakan terkukung oleh sistem yang ada.
Untuk itu, perlu ditegaskan lagi bahwa pendidikan formal begitupun dengan perguruan tinggi, sampai kapanpun merupakan salah satu media proses pembudayaan.
Pada gilirannya menghasilkan manusia yang berbudaya. Manusia yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga mereka mampu berpikir secara rasional, kritis, dan memiliki karakter serta kepribadian yang cinta pada keharmonisan dunia.
Penulis: Alfin Nur Ridwan
Mahasiswa Aktif Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor: Seliana Putri