Keberadaan guru besar pada suatu universitas tentunya akan menjadi salah satu faktor yang menentukan tingginya kualitas suatu kampus tersebut. Sebagai pemegang otoritas tertinggi di bidang akademik, peran guru besar dalam kemajuan sebuah perguruan tinggi sangatlah penting.
Pencapaian seorang dosen hingga ke jenjang profesor, tidaklah mudah memerlukan perjalanan yang panjang dan komitmen yang kuat untuk mewujudkannya. Melihat bagaimana kampus Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Surakarta yang kurang dalam kurun waktu satu tahun sudah berhasil mengukuhkan lima guru besar, hal tersebut cukup menuai perhatian dari berbagai perguruan tinggi lainnya.
Reporter Pabelan-online.com berkesempatan berbincang dengan Em Sutrisna selaku Wakil Rektor (WR) 4 Bidang Sumber Daya Manusia Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), mengenai guru besar dan perannya bagi sebuah universitas pada Jumat, 31 Maret 2023.
Apa arti dari sosok guru besar menurut Bapak?
“Guru besar atau nama lainnya disebut ‘profesor’ merupakan sebuah jabatan fungsional tertinggi di bidang akademik. Jabatan fungsional itu bertahap, mulai dari asisten ahli, rektor, rektor kepala, dan guru besar. Jika dosen yang pertama kali masuk dia akan menjadi asisten ahli, jika dia sudah Strata Dua (S2) tentu dengan beberapa syarat yang saat ini mengacu kepada pedoman operasional penilaian angka kredit yang dikeluarkan oleh Dirjen Pengguruan Tinggi (Dikti). Jadi, bukan universitas yang melakukan pengangkatan tetapi Dikti, yang telah dikukuhkan oleh universitas.”
Apa pengaruh dari adanya pengangkatan guru besar bagi universitas?
“Jumlah guru besar dan jumlah doktor itu menjadi salah satu indikator atau parameter yang menunjukkan mutu dari universitas tersebut. Allhamdulillah, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) saat ini sudah mempunyai lebih dari 40 guru besar dan ini merupakan jumlah guru besar tertinggi dari Pengguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Jawa Tengah. Salah satu indikator atau Quality yang nanti akan menjadi instrumen dalam penilaian akreditasi. Substansinya adalah seorang guru besar tentu mampu membimbing doktor atau calon doktor, S1 dan S2 serta memberikan kebermanfaatan yang banyak.”
Menurut Bapak bagaimana sistem dari pengangkatan guru besar?
“Setiap dosen memiliki kewajiban Tridarma pengguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tugas atau fungsi dosen itu terdapat di dalam POPK (Pedoman Operasional Penilaian Kredit) Dosen. Jadi, untuk mendapatkan asisten ahli, kemudian menjadi guru besar, dia harus memenuhi pengajaran dan juga memiliki penelitian. Dengan syarat, penelitian tersebut telah dipublikasikan di berbagai jurnal dan harus ada pengabdiannya juga. Khusus untuk guru besar itu syaratnya cukup berat, karena dia harus mempunyai penelitian yang telah dipublikasikan dijurnal internasional yang bereputasi atau dengan memiliki karya yang monumental dan bermanfaat bagi universitas.”
Apakah ada kemungkinan terjadinya pengangkatan guru besar yang tidak sesuai kriteria?
“Pengangkatan guru besar yang dikeluarkan melalui Surat Keputusan (SK) Guru Besar itu bukan dari universitas. SK Guru Besar itu atas nama presiden yang ditanda tangani oleh Menteri Pendidikan. Jadi, setiap pengangkatan guru besar itu tentu sudah sesuai kriteria dengan regulasi yang telah ditetapkan.”
Menurut Bapak idealnya bagi kampus harus mencetak berapa guru besar?
“Ya, sebanyak-banyaknya karena tujuan salah satu jabatan fungsional tertinggi dari seorang dosen adalah guru besar.”
Beberapa pekan lalu, beredar kasus tentang guru besar yang melakukan joki jurnal ilmiah, bagaimana Bapak menanggapi hal tersebut?
“Tentang joki jurnal tentu kita harus hati-hati. Sehingga dari beberapa tempat atau mungkin kita pernah mendengar ada orang atau kelompok organisasi yang ikut membantu di dalam profesor tersebut melakukan publikasi. Karena salah satu syarat untuk menjadi guru besar yaitu memiliki jurnal publikasi yang bereputasi. Terkadang ada beberapa dosen yang mungkin menggunakan jasa tersebut. Namun apakah dengan hal tersebut ada pelanggarannya atau tidak? Ya kita harus melihat kasusnya terlebih dahulu. Mungkin ada pelanggaran, mungkin juga jasa tersebut sudah membantu membuatkan jurnal, tetapi substansinya karya dan karya dari calon guru besar yang bersangkutan itu mungkin masih diterima. Tetapi tidak untuk memiliki karya nah itu pelanggaran besar.”
Bagaimana persyaratan pengangkatan guru besar?
“Persyaratan guru besar sesuai yang ada di dalam pedoman itu, seorang guru besar minimal harus memiliki KUM yaitu kredit angka pendidikan minimal 850. Salah satu syarat khususnya adalah memiliki artikel jurnal publikasi yang bereputasi. Jika dosen tersebut memiliki KUM dengan nilai 1000, namun tidak memiliki jurnal internasional yang dipublikasi. Hal tersebut akan sangat sulit diakui sebagai guru besar secara normatif.”
Bagaimana kiteria pengangkatan guru besar di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)?
“Di UMS sendiri sama seperti guru besar yang lain yaitu memiliki regulasi dari Dikti karena itu pedomannya adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Dikti. Jadi yang dilakukan oleh universitas masing-masing adalah melakukan pengukuhan yang sebelumnya sudah mendapatkan SK dari Kementerian Perguruan Tinggi (Kemendikti).”
Apakah pengangkatan guru besar di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sudah sesuai prosedur yang ada?
“Pengangkatan guru besar di UMS sudah sangat sesuai dengan prosedur, jadi kita mengikuti aturan regulasi yang telah dikeluarkan oleh Dikti. Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (POPK) Tahun 2019 di perbarui dengan ditambah pedoman operasional di tahun 2020, 2021 dan 2022. Aturannya mengikuti aturan-aturan terbaru saat ini.”
Adakah harapan yang ingin Bapak sampaikan perihal guru besar?
“UMS sangat berkomitmen mencetak guru besar sebanyak-banyaknya dengan mendorong teman-teman dosen untuk punya karya selain pengajaran. Meskipun tugas dari dosen adalah melakukan pengajaran, tapi hal yang tidak boleh dilupakan bahwa untuk mencapai guru besar harus memiliki artikel jurnal internasional yang dipublikasi atau bereputasi.”
Reporter: Seliana Putri dan Shafy Garneta Maheswari
Editor : Mulyani Adi Astutiatmaja