Saat fajar mulai merekah, hati nurani bangun dari lelapnya, meregangkan otot-ototnya dan mengucek-ngucek kedua matanya. ‘Sisa-sisa mimpi buruk dahsyat masih melayang di pikirannya. Ada sesuatu dengan kawat berduri, awan raksasa berbentuk jamur, dan bunga mawar mendadak semerbak busuk. Ah semua itu hanya mimpi buruk’.
Beranjak ke kamar mandi, hati nurani mencuci mukanya, memeriksa kerut-merut di cermin, lalu menyeduh segelas kopi dan membuka Koran Pabelan. ‘Mari kita lihat realitas apa yang terjadi di kampus UMS tercinta’.
Terlihat di halaman pertama sebagai headline Koran Pabelan edisi kelima yang memberitakan tentang perubahan kebijakan untuk penundaan Pemilihan Umum Mahasiswa (pemilwa). Kata demi kata, kalimat per kalimat pun usai dibaca sampai tuntas.
Lantas menelisik dalam benak ingatan kita tahun lalu bahwa Presiden Mahasiswa (Presma) sekarang dan aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM-F) UMS saat itu merupakan pahlawan yang telah membongkar kembali bongkahan atas kebekuan student government.
Ihwal yang kita bersama patut apresiasi dan acungi jempol atas usaha mereka. Usaha yang pastinya telah mengeluarkan tenaga dan bahkan materil yang tidak sedikit untuk menghidupkan kembali BEM UMS. Narasi-narasi saat itu begitu heroik dan seakan kedepannya memberikan angin segar pada SG UMS.
Nama Kabinetnya saja spektakuler yakni ‘ARUS BALIK’. Nama yang mengandung harapan besar untuk memperbaiki SG UMS.
Nampaknya berlebihan jika memuji semacam itu sekarang, sebab semua itu ternyata tak lebih dari mimpi buruk dari hati nurani diatas. Hampir secara keseluruhan tak lain hanya lip service yang sekarang semakin berpenyakit kroni diabetes.
Hal yang paling vital saja tak beres diselesaikan. Bisa sama-sama kita lihat SG UMS hanya eksekutif yang berjalan. Hal ini adalah kecacatan yang terlampau dipaksakan untuk SG UMS berjalan. Dulu mengutuki BEM UMS periode lalu yang menyalahi konstitusi, ternyata periode sekarang lebih buruk menyalahi konstitusi yang ada hingga akhir periode ini.
Wajah perpolitikan yang suram sepanjang kami menjadi mahasiswa UMS. Trias politika yang difabel, Demokrasi yang telah sekarat dan separuhnya menjadi bangkai, tapi beruntung masih terdapat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) sebagai salah satu pilar demokrasi keempat.
Pongah dan Bobroknya BEM UMS
Terlihat dengan gamblang jika memakai tirai sekalipun untuk menutupinya tetap tampak terang kepongahannya. Sampai-sampai kabarnya BEM UMS belum menyelenggarakan pelantikan, hanya bermodalkan Surat Keputusan (SK) Rektor bahwa BEM UMS telah bangun dari mati surinya. Kadang berpikir apa susahnya mengagendakannya seperti periode lalu secara dalam jaringan (daring).
Kepongahannya itu mengakibatkan kebobrokan yang terjadi di SG-UMS, tanpa adanya Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) maka tidak ada yang mengawasi berjalannya eksekutif dan pembuat perundang-undangan.
Tiada juga Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), sederhananya siapa yang pantas menyelenggarakan Sidang Umum untuk Laporan Pertangggung Jawaban (LPJ) BEM-UMS sebagai waktu selesainya periode serta merumuskan SG-UMS periode depan yang lebih baik.
Alih-alih dipaksakan organisasi difabel ini berlari arus balik memperbaiki, malah terjungkir balik dan tersungkur jurang keterpurukan. Tersungkurnya tak berhenti disitu, seiring berjalannya waktu ternyata memang terseok-seok betul pada banyak program kerjanya yang kabarnya telah disusun.
Presma Medot Janji
Namun, Presma yang kita hormati itu masih sempat-sempatnya fokus mengurusi eksternal ketimbang kebobrokan internalnya. Semakin terlihat kalau pahlawan kesiangan itu hanya mencari eksistensi semata, bukan semata-mata niat tulus hati memperbaiki.
Dan terakhir isu validnya ia memperjuangkan supaya menjadi tuan rumah Musyawarah Nasional (Munas) BEM Seluruh Indonesia (SI) di UMS. Tapi ndilalah pada last minute dijegal yang berujung batal dan pindah.
Samakin ironisnya ternyata keanggotaan internal BEM-UMS tak baik-baik saja, bubrah koalisinya. Itu sebab musababnya tak lain karena sikap Presma yang pongah nan angkuh dengan fokus mencari karpet merah di eksternal.
Sikapnya itu berujung luput akan mulut manis yang sempat terucap dan nama kabinet yang spektakuler. Dimana-mana visi itu yang utama yang digambarkan dalam nama kabinetnya ‘ARUS BALIK’ untuk memperbaiki. Ia dan aliansinya telah meludahi BEM-U periode lalu ternyata menelan kembali ludahnya itu.
Satu sisi ingin sekali kami meluapkan kegeraman kami atas ketidakbecusan mereka. Sangat muak kepada pahlawan kesiangan itu. Di satu sisi lain kami terhibur atas pertunjukkan gemolek badut yang menari itu. Kami kira secepatnya dicukupkan saja pertunjukkan itu, memalukan sekelas UMS sebagai kampus yang sekaliber ini. Dengan secepatnya dilaksanakan pemilwa.
Walaupun kami mengira bakal cukup lama Pemilwa ini karena diatur sendiri tanpa adanya DPM, kami hanya mengingatkan dengan perumpamaan jika air yang terlalu lama didiamkan akan menjadi sumber penyakit. ‘Ouh iya, nanti saat LPJ-an jangan cuci tangan Pak Presma dengan menumbalkan anggota-anggotanya’.
Sekian surat cinta kami berikan dan kami berterima kasih telah berkenan mengisi kekosongan dan tak mengapa walau dengan hati yang suram. Setidaknya anda tercatat dalam sejarah pernah menjadi Presma UMS beserta kelompoknya. Waktu telah mendewasakan dan memberi pelajaran serta kenangan kepada kita semua. Tabiikkk !!!!
Penulis : Izzul Khaq
Mahasiswa Aktif Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor : Sarah Dwi Ardiningrum