“Cinta dan Pengkhianatan; Kekasih. Aku tak tahu apakah benar atau salah, tetapi yang kutahu didalam cinta tidak ada yang salah.”
Dulu dikisahkan di dalam Mahabharata bahwasanya Arjuna sangat penengah Pandawa menjalin cinta dengan sepupunya. Tepatnya kakak sepupunya, bernama Dewi Banowati dari Kerajaan Mandaraka. Wow, ternyata bisa juga, ya, dahulu kala menjalin cinta dengan saudara, andaikan sekarang bisa mungkin diriku udah ‘kesana-kemari’ dengan salah satu keluargaku, hahaha bercanda, lanjut.
Mereka berdua menunjukan ekspresi cintanya terkadang dengan sembunyi-sembunyi, atau bahkan terkadang juga terang-terangan. Mungkin dipikiran Arjuna sama seperti lelaki zaman sekarang ingin melihatkan pasangannya “Ini, loh, pasanganku, awas jika ada yang mengganggu,”.
Arjuna adalah sosok kesatria tampan, sakti, gagah, tutur katanya lembut, suka merayu, dan wah bau-bau fuckboy. Sedangkan Banowati adalah sosok Putri dari Prabu Salya yang wajahnya cantik, tubuh yang gemulai seperti biola, kulit kuning langsat dan lembut, tutur katanya juga lembut, dan terkesan centil suka menarik perhatian kaum Adam. Nah, pas sekali Arjuna seperi fuckboy dan Banowati seperti fuckgirl, hadeh. Tetapi sejatinya mereka berdua belum sampai ke pelaminan.
Yah, cinta tak selalu berjalan mulus, Prabu Duryudana dari Kerajaan Astina berniat ingin mempersunting Dewi Banowati. Prabu Salya pun gundah, jika ia menolak lamaran dari Duryudana sama saja mengibarkan bendera perang dengan Kerajaan Astina. Jika dia menerima lamaran Duryudana itu akan menyiksa Arjuna dan Banowati, karena Prabu Salya mengerti mereka berdua sangat mencintai.
Ia bingung harus memilih anaknya atau rakyatnya, jika perang terjadi rakyatnya akan hancur karena kekuatan dari Kerajaan Astina. Dengan penuh hati kecewa Dewi Banowati mengerti keadaan sang ayah, ia rela menerima lamaran Duryudana agar tidak membahayakan nyawa rakyatnya. Dimalam yang sejuk, angin sepoi Banowati menemui Arjuna didalam dekapnya.
“Mas…Kangmas…” desah lembut suara Banowati ditelingaku, telingaku dikecupnya.
“Ada apa Dewiku?” Jawabku dan kumiringkan badanku kearah wajah cantik Banowati.
“Kangmas, mengapa cinta kita begitu hancur seperti ini, mengapa kita tidak bisa bersatu?” Akupun terdiam mendengar Banowati, aku kebingungan. Kutatap mata hitam Banowati yang mulai menciptakan sungai suka dan tak lama setelahnya air terjun mengalir dari matanya ke pipi lembutnya.
“Aku ingin menyelamatkan rakyatku dari Duryudana, aku menerima lamarannya”. Hatiku hancur berkeping-keping berserak entah sampai kemana, tapi mau bagaimana lagi aku juga kesatria, aku paham kondisi ini,
“Sudahlah Banowati, mungkin ini jalan dari Sang Hyang untuk kita lewati. Tak mengapa kau menikahlah tetapi setelah Baratayuddha aku akan mengambilmu dari Duryudana, sudah jangan menangis aku ikhlas,” Jawabku sambil menahan sakitnya hatiku.
Setelah itu Banowati menikah dengan Duryudana, tetapi Banowati tidak mau disentuh oleh Duryudana sama sekali. Hati Banowati hanya untuk sang Arjuna tidak ada yang lain. Lelaki dihati dan pikirannya hanyalah sang ayah dan sang Arjuna. Prabu Salya pun merasa kasihan dengan sang putrinya, ia rela mengorbankan dirinya dan cintanya demi kerajaan dan rakyatnya.
Baratayuddha pun terlaksana disana Pandawa pemenangnya, sebenarnya ini juga berkat bantuan dari Banowati yang membocorkan strategi perang dari para Kurawa dan memberikan informasi ini kepada Pandawa. Setelah perang di situ dijemputnya Banowati oleh Arjuna di Astina.
Banowati menyambut sang Arjuna dengan pelukan dan kecupan, di situlah juga sang Arjuna membawa pulang dan mempersunting Banowati. Tanpa diduga, tanpa dikira Aswatama anak dari Guru Drona masih hidup setelah perang Baratayuddha.
Ia masih menyimpan dendam kepada semua keturunan Pandawa. Ia memutuskan membunuh setiap keluarga setiap keturunan Pandawa dengan Panah Bramasta miliknya, maka Banowati terbunuh. Sebenarnya Aswatama juga dendam kapada Banowati, karena cintanya tak pernah terbalaskan, Aswatama sebenarnya juga sangat menyukai Banowati.
Aswatama mengalah dengan Duryudana, tetapi setelah itu Banowati kembali kepada Arjuna itu yang membuat Aswatama sangat naik pitam. Arjuna yang mendengar Banowati juga terbunuh hidupnya di hari itu serasa mati. Hari-harinya hanya menjadi malam. Matahari yang selalu ada untuk meneranginya hilang.
“Didalam ragaku ada yang selalu meronta untuk menunggumu kembali. Entah apa yang ia ingin, pelukmu atau kecupmu.”
Penulis: Buana Tirta Yozaga
Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor: Aliffia Khoirinnisa