Beberapa bulan belakangan ini, sebut saja sejak awal tahun 2023 isu-isu berbau politik telah merebak di sekitaran kita. Dari mulai media massa yang menyiarkan berbagai berita ataupun gerak dari setiap partai, baliho-baliho yang sudah mulai dipasang di emperan jalan, aksi turba (turun ke bawah-red) yang dilakukan oleh para calon legislatif untuk menarik suara rakyat, dan juga termasuk dalam ruang lingkup akademik.
Perguruan tinggi, sebagai salah satu instansi yang bergerak di bidang pendidikan tak luput pula dari hembusan isu-isu perpolitikan yang semakin marak. Hal tersebut terlihat dari beberapa elemen kampus yang mulai turut menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti diskusi, kajian isu, ataupun seminar seputar perpolitikan.
Selain itu, jika kita lihat ke pergerakan yang lebih tinggi lagi, ada juga yang sampai hendak membuat forum debat bagi Capres (Calon Presiden-red) 2024, seperti mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI).
Dengan keikutsertaan elemen mahasiswa dalam menyoal isu-isu politik yang beredar, itu menjadi sebuah tanda bahwa mahasiswa dewasa ini yang disebut-sebut hanya bisa membanggakan para seniornya di aksi 98’ ternyata masih ada kok yang tetap melek terhadap kondisi perpolitikan di negeri ini.
Walaupun, yang saya amati sendiri memang tak semua kegiatan yang dilakukan tersebut mempunyai output yang jelas.
Membentuk Forum Sebagai Pemantik Kesadaran Mahasiswa
Dalam ranah pendidikan, khususnya di perguruan tinggi, selama pengalaman saya sejauh ini forum diskusi cukuplah ditekankan. Penugasan berupa pembuatan makalah per-kelompok yang kemudian dituangkan dalam bentuk PowerPoint yang selanjutnya dipresentasikan di depan kelas, tidak lain merupakan pendorong agar pembelajaran menggunakan forum diskusi.
Memang, sejauh ini nampaknya tidak semua forum diskusi di kelas itu berjalan sebagaimana forum diskusi pada umumnya, yang berisikan tanya jawab mendalam dan saling bertukar pandangan.
Maka dari itu, kemudian tak sedikit organisasi-organisasi ataupun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lantas mengadakan forum-forum diskusi semiformal di luar jam pembelajaran di kelas sebagai ruang bagi mahasiswa yang senang dan gemar tuk saling bertukar pendapat perihal isu-isu tertentu.
Isu pembahasan yang disuguhkan dalam forum-forum diskusi biasanya beragam. Dari yang mengangkat isu tertentu sesuai dengan kebutuhan dari organisasi terkait, ada pula yang menyuguhkan tema-tema kekinian yang perlu diketahui khalayak, hingga ada juga yang mengangkat isu soal pembahasan yang memang sedang diperbincangkan oleh publik. Dalam konteks ini termasuk isu-isu menyoal perpolitikan di negeri ini.
Sebagaimana telah disebut di awal, hembusan isu soal perpolitikan memang selalu menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk mahasiswa. Banyak mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan khususnya membuat forum-forum diskusi dengan menghadirkan tema seputar isu perpolitikan.
Tentunya hal tersebut saya rasa sebagai langkah yang positif dan harus terus dijaga. Sebab, sebagaimana survei yang telah dilakukan oleh Kompas pada bulan Mei 2023 menunjukkan bahwa sebanyak 77,9 persen responden dari generasi millenial muda menyatakan akan turut memilih dalam pemilu di tahun 2024 nanti. Ini menunjukkan bahwa antusias dari kalangan muda kita cukuplah tinggi.
Akan tetapi, karena pemuda sendiri menjadi sasaran para kontestan politik nantinya, tentu sudah seyogianya kita sebagai kaum muda harus bisa turut selektif dan kritis dalam menyikapi setiap dinamika perpolitikan yang terjadi.
Seorang pemuda yang dalam konteks ini mahasiswa harus bisa memilah dan memilih mana informasi-informasi yang aktual dan mana yang hoaks. Mahasiswa pun harus benar-benar melihat calon pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan bangsa saat ini.
Walaupun, di sisi lain memang terkadang pembicaraan mengenai isu perpolitikan hanya muncul ketika memasuki tahun-tahun politik, setidaknya usaha yang dilakukan mahasiswa tersebut sepatutnya tetap perlu mendapatkan acungan jempol. Karena melalui forum-forum diskusi semacam itu mahasiswa jadi bisa sedikit tersentil dengan kondisi perpolitikan di negeri ini.
Mahasiswa bisa sedikit banyaknya melek akan realitas yang sedang terjadi, dan akan lebih baik lagi jika bisa menjadi penggerak bagi kaum muda lainnya.
Karena, dengan digitalisasi yang kian menggerogoti pikiran kaum muda di era kekinian ini, sangat riskan agaknya jika mahasiswa tidak bisa bersikap selektif dan kritis terhadap apapun yang disuguhkan dalam media sosial (medsos).
Jika terus tenggelam, tentunya bukan tidak mungkin kaum muda akan acuh terhadap kondisi realitas dihadapannya, tidak bisa memilih mana sosok calon pemimpin yang ideal dan yang hanya mencari jabatan saja.
Penulis: Alfin Nur Ridwan
Mahasiswa Aktif Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor: Sarah Dwi Ardiningrum