UMS, Pabelan-online.com – Putusan MK Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tengah ramai menjadi perdebatan. Hal ini juga menuai tanggapan para mahasiswa.
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa kepala daerah di bawah usia 40 tahun dapat mengajukan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Putusan ini adalah kelanjutan dari JR UU No.7/2017 mengenai pemilu terkait batas usia capres cawapres dan diajukan oleh mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) bernama Almas Tsaqibbirru.
Adanya putusan ini menuai pro dan kontra, terlebih diikuti pemberitaan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Sebagai pengawal kebijakan, sejumlah mahasiswa merespon adanya putusan tersebut.
Jhonas Hutabarat, selaku Kepala Departemen Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) berpendapat, bahwa pencalonan Gibran telah mencederai hal-hal etis politik. Menurutnya, terlepas dari putusan MK tersebut, Gibran seharusnya paham bahwa kehadirannya sebagai cawapres tidak disukai oleh orang-orang yang menolak politik dinasti.
“Terang betul bahwa putusan tersebut melancarkan jalan Gibran secara tidak etis,” ujarnya, Selasa (7/11/2023).
Menurut Jhonas , putusan MK itu tidak ideal karena legal standing pemohon lemah dan hakim MK tidak konsisten dalam memutuskan permohonan pengubahan syarat usia pejabat.
“Namun, terlepas dari bermasalahnya putusan itu, pencalonan Gibran harus dipandang ‘sah’ untuk menjaga kepastian hukum. Di sisi lain, penindakan etik atas Anwar Usman (Mantan Pimpinan MK – Red) harus dilakukan meskipun prosedur pemeriksaan ulang perkara putusan MK masih menimbulkan perdebatan, apakah memungkinkan atau tidak,” tambahnya.
Jhonas berpendapat, mahasiswa secara ideal sudah seharusnya melibatkan diri dalam membuat kebijakan. Namun, lanjutnya, dalam hal kesewenangan dan ketidaksesuaian yang telah terjadi, mahasiswa perlu untuk terus menyuarakan isu-isu nasional yang bermasalah.
“Putusan MK hari ini, mahasiswa perlu melantangkan penolakan atas narasi anak muda yang dibawa Gibran, karena kehadiran anak muda dalam Gibran hanya sebatas raga, tanpa mewakilkan jiwa dan pemikiran yang senyatanya,” ujarnya.
Pada kesempatan lain, Moh Ferryawan selaku mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) menyampaikan bahwa ia tidak masalah dengan siapapun maju untuk berkonsentrasi dalam pemilu 2024. Menurutnya yang menjadi permasalahan ialah terkait segi cara, proses, jalan serta jalur dalam menempuh hal tersebut.
“Melihat putusan MK 16 oktober lalu, memang sangat menuai pro dan kontra di masyarakat. Melihat putusan MK kemarin sangat kental akan konflik kepentingan di dalamnya,” tuturnya, Selasa (7/11/2023).
Bagi Ferry sudah menjadi langkah tepat ketika akhirnya dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), yang menurutnya mengkaji putusan dan menyelidiki pelanggaran kode etik tersebut.
“Posisi kita (mahasiswa –red) dalam pemerintahan, khususnya dalam berjalannya pemerintahan harusnya memang menjadi suatu penyeimbang, yaitu menjadi oposisi daripada pemerintahan itu sendiri. Pada akhirnya bisa mengkritisi setiap kebijakan yang ada, melihat secara objektif,” ujar Ferry.
Yanuar Dwi Yanto selaku mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto mengungkapkan kejadian tersebut dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, Gibran dipilih cawapres dari Prabowo menjadi hal yang representatif sebagai generasi muda dalam tonggak kepemimpinan bangsa.
“Hal ini bagus untuk meningkatkan dan menarik generasi muda untuk terjun langsung dalam perpolitikan dan kenegaraan. Generasi muda harusnya sudah mampu memberikan inovasi baru dalam hal yang tidak baik dalam negara ini,” ujar Yanuar, Rabu, (8/11/2023).
Lanjutnya, Kedua, Gibran maju lalu dipilih jadi cawapres melalui proses yang kontroversial. Menurutnya seolah-olah MK seperti ‘Mahkamah Keluarga’ yang mengindikasikan tindak nepotisme.
“Jadi, belum bisa mengatakan setuju atau tidak setuju bahwa Gibran maju sebagai cawapres Prabowo Sugianto. Kita harus melihat progres yang ada dan kondisi politik di Indonesia,” tambahnya.
Ia menambahkan, harus ada pengkajian ulang pada kebijakan yang sudah diambil itu demi kebaikan di negara ini. Menurutnya mahasiswa harus terus melawan kebijakan pemerintah baik yang pro dan kontra terhadap rakyat.
“Kita generasi muda, khususnya mahasiswa mempunyai peran yang sangat strategis yaitu sebagai agent of change, bagaimana kita harus peduli dengan apa yang tidak ada, serta mencari solusi atas masalah tersebut. Masa depan Indonesia ada ditangan kita, oleh karena itu jangan egois dan mementingkan diri sendiri, tetapi kita harus memegang rakyat Indonesia lainnya, ‘Keadilan harus ditegakkan walau langit harus runtuh’,” harapnya, mengakhiri percakapan.
Reporter: Baelqis Yasminagara
Editor: Shafy Garneta Maheswari