Pabelan-online.com, UMS – Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) semester 7 keluhkan transparansi kenaikan biaya Program Pengalaman Lapangan (PPL). Naiknya biaya PPL dianggap terlalu berlebihan bagi mahasiswa.
Eni, mahasiswa FKIP mengungkapkan bahwa biaya PPL tahun ini terlalu mahal. “Dulu cukup bayar Rp300.000 sudah bisa ikut PPL tapi sekarang harus bayar Rp 400.000,-,” jelasnya. Menurutnya tahun ini memang mendapat kain batik namun harga tersebut terlalu berlebihan. “Apalagi itu baru kain, kita masih disuruh jahit sendiri,” keluhnya pada Pabelan-Online (22/7).
Dalam pembagian peserta juga tidak jelas, lanjut Eni, panitia tidak mempertimbangkan alamat yang ditulis oleh mahasiswa pada saat mendaftar. Sehingga menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan karena mendapatkan tempat yang jauh dari tempat tinggalnya,” terangnya.
Ramdan Waluyo ketua DPM FKIP juga berpendapat bahwa kenaikan biaya PPL terlalu berlebihan. Selain itu, dirinya sangat menyayangkan pihak fakultas yang kurang serius dalam menangani masalah PPL yang telah menjadi agenda rutin FKIP. “Bahkan hingga pendaftaran PPL kemarin sampai membludag dan ricuh,” jelasnya.
Ketua PPL, Anam Sutopo membenarkan adanya kenaikan biaya PPL tahun ini. “Biaya PPL mengalami kenaikan karena menyesuaikan dengan zaman yang serba mahal dan memang tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya,” jelasnya. Menurutnya kenaikan itu disebabkan dengan penambahan pemberian kain batik dan penambahan biaya operasional,” ungkapnya.
Anam membantah ketika dikofirmasikan terkait ada salah satu panitia yang mengatakan baju batik itu tidak dipakai juga tidak apa-apa. “Sebenarnya penggunaan kain batik untuk tahun ini dalam rangka melestarikan budaya yang sudah menasional dan bahkan internasional,” jelasnya.
Mengenai masalah panitia yang asal-asalan dalam menentukan tempat untuk peserta yang tidak sesuai dengan harapan, Anam membantahnya. Anam mempersilahkan kepada mahasiswa yang bersangkutan untuk menukar dengan tempat lain, dengan catatan ada teman yang lain mau ditukar juga. “Misalnya mahasiswa dapat PPL di Sukoharjo, kemudian tukar ke Boyolali karena tempat tinggalnya di Boyolali,” jelasnya. (Janu)