Komunitas Pemuda Seneng Nulis (KPSN)
Indonesia dan korupsi. Dua hal tersebut seakan-akan tidak dapat terpisahkan dan selalu menjadi persoalan yang mesti dihadapi oleh bangsa ini. Dulunya sebelum reformasi, korupsi dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Namun setelah reformasi, selain tidak sembunyi-sembunyi korupsi dilakukan secara terang-terangan. Bahkan secara berjamaah, para pelaku korupsipun seiring dengan berkembangan zaman, justru diberi fasilitas yang elite. Seperti halnya kasus korupsi yang menimpa salah satu pegawai pajak, Gayus tambunan.
Wajar saja masyarakat memandang kini pemerintah kita sudah kehilangan urat malu. Bahkan para pembesar-pebesar yang duduk di kursi legeslatif dan dipertuan agungkan tidak semena-mena membanggakan kekayaan hasil korupsinya. Hal ini bukan saja memancing emosional para masyarakat atas kurugian yang diterima. Khususnya para pelajar yang seharusnya diamanahkan untuk menuntut ilmu , namun kini para pelajar turun ke jalan-jalan meneriakan suara hati mereka atas kekejaman para pembesar Negara kita yang semakin tidak mengahrumkan nama baik Ibu Pertiwi.
Mahasiswa tidak pernah lepas dari fenomena demo. Tujuanya salah satunya tentunya untuk menyampaikan aspirasi ideology mahasiswa terhadap kemajuan Negara. Namun, tak jarang demokrasi seringsaja beralih pada kekerasan dan masa. Salah satunya adalah ketika mahasiswa berperan dalam menggalakan aksi anti korupsi. Hal ini bukan saja hanya untuk luapan emosi semata. Harusnya mahasiswa bekerja secara real dalam menggalakan anti korupsi yang semakin merajalela di bumi tercinta ini.
Pikiran serta ide intelektual muda merupakan buah pikiran emas dalam menyongsong pembangunan Negara. Dan peran mahasiswapun juga sangat diperlukan dalam mewujudkan ide intelektual tersebut. Gerakan anti korupsi bukan hanya dicapkan dengan luapan emosi semata, melainkan dalam bentuk nyata dalam kelakuan maupun karakter kejujuran dan loyalitas tinggi yang dapat menjadikan Negara kita bersih dari anti korupsi.