Akhir-akhir ini kita diprihatinkan dengan kondisi perpolitikan di Indonesia. Satu per satu tokoh elit politik tersandung masalah korupsi. Meski dalam tema ini, beliau adaah baru menjabat sebagai tersangka, dan perbuatanya belum terbukti memenuhi delik untuk dapat dipidana, namun stigma masyarakat sudah kadung sinis pada dunia politik. Sekarang stigma politik bukan hanya tentang perebutan kekusaan tetapi menjangkit ke masalah perut, ya politik sedang dekat dekatnya dengan korupsi
Secara kasuistis, kita cukup prihatin. Anas urbanignrum adalah ketua sebuah partai penguasa, yang cukup prihatin juga adalah ia mantan sebuah organisasi pergerakan islam. Yang lebih ironi lagi adalah tentang dijadikanya tersangka lutfi hasan ishaq, ia juga ketua partai dakwah. Partai yang seharusnya bisa mengayomi dan mengajari masyarakat tentang akhlak yang terpuji, serta bisa menghindarkan masyarakata dari perbuatan tercela, malah demikian.
Ada apa gerangan, politik demiakian menggilanya. Ada beberapa penyebab, korupsi menjadi demikian. Secara filsafati, kita bisa melihat bahwa korupsi adalah sebuah kejahatan tersendiri. Dalam sebuah teori, kejahatan adalah wujud pemburu kenikmatan, khususnya untuk kenikmatan pribadi. Dan kenikmatan yang diinginkan dalam konteks ini, adalah korupsi.
Korupsi sudah menjadi sistematik dalam kehidupan berbangsa ini. Korupsi model Nazaruddin dan Angelina Sondakh hanyalah fragmen kecil dari kehidupan berbangsa ini, yang lebih besar adalah perselingkuhan antara Birokrat, kaum Borjuis, dan terkahir adalah media. Tiga kekuatan besar ini adalah sebauh korupsi ultra yang sulit diberantas.
Intisari diskusi rutin LPM Pabelan pada hari Kamis, 28 Februari 2013 dengan tema politik