Oleh: Dini Arfiani (Mahasiswa FKIP Progdi Bahasa Inggris Semester 7)
SEMESTER TUJUH, menjadi salah satu moment yang banyak memberikan makna bagi mahasiswa FKIP. Tuntutan untuk menjadi pendidik berkualitas mewajibkan mahasiswa semester tujuh FKIP mau tak mau harus menerima dirinya untuk mengabdi juga mengaktualisasikan ilmu keguruan dan kependidikan yang telah didapat enam semester belakangan selama dua bulan dalam rangkaian Program Pengalaman Lapangan (PPL).
Berbagai kegiatan baik pengajaran maupun persekolahan di sekolah yang seyogyanya dijadikan sebagai destinasi pengabdian diikuti satu demi satu oleh mahasiswa peserta PPL, ada yang memiliki niatan baik untuk mengabdi dan ikut mengambil alih kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun banyak juga yang abal-abalan yang penting hadir, mengajar, menaati peraturan demi predikat A di Kartu Hasil Semester (KHS), macam-macam dan rupa-rupa apa yang ada di hati masing-masing peserta PPL.
Satu yang menjadi kesimpulan, niatan seperti apapun sepertinya tak akan menjadi masalah yang berarti bagi para dosen pembimbing dan para guru pamong, karena tak ada kolom khusus NIAT yang dijadikan sebagai indikator kelulusan mahasiswa. Barangkali beberapa menganggap niat memang tak terlalu penting, niat menjadi barang super abstrak yang hanya dapat dijamah oleh hamba dan Tuhannya dan karena enam indikator kelulusan sudah dapat mewakili penilaian PPL secara keseluruhan. Enam indikator kelulusan tersebut diantaranya; Persiapan dan Pelaksanaan Program Kerja, Praktik Persekolahan, perencanaan Pembelajaran, Pelaksanaan Pemebelajaran, Kompetisi Kepribadian dan Sosial, serta Laporan Akhir PPL.
Indikator terakhir, yang belakangan memunculkan masalah baru. Dalam buku pedoman PPL termaktub dengan jelas bahwa Penyusunan laporan PPL dibuat secara kelompok. Laporan dibuat minimal rangkap dua, satu laporan untuk sekolah mitra, satu untuk dosen pembimbing/ kantor PPL FKIP. Bukan menjadi masalah yang berarti jika satu angkatan PPL hanya menghasilkan satu maupun dua laporan saja sebagai bukti representatif bahwa satu angkatan telah mumtaz menjalankan misi terpelajar. Namun, akan jauh berbeda jika laporan tersebut dikalikan dengan banyak kelompok program studi yang tersebar di sekolah mitra. Jumahnya tentu tidak hanya satu dua rim kertas. Jika ditilik dengan hitungan matematis, satu mahasiswa PPL SEDIKITNYA akan menggunakan 100 lembar kertas untuk laporan, dengan jumlah mahasiswa PPL 1874 maka akan ada 187.400 lembar, kemudian dikalian dua (satu laporan untuk sekolah mitra dan satu yang lain untuk kantor PPL), total akan ada minimal 374.800 lembar atau 749.6 rim kertas. Ini angka minimal, belum lagi lampiran-lampiran yang melengkapi laporan agar terlihat lebih tebal dan berbobot, ambil saja 800 rim kertas sebagai pembulatan frontal sebagai akumulasi RPP yang direvisi setiap minggunya.
Dari PBB hingga UMS
Di saat masyarakat dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sedang bergelut dengan global warming kemudian mengeluarkan Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan perjanjian berisi solusi atas delapan masalah besar di dunia, satu diantaranya adalah pengurangan emisi gas karbon. Disaat Indonesia juga sedang berikhtiar menjalankan misi MDGs sebagai konsekuensi dari penandatanganan perjanjian tersebut. Dan di saat Unversitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), almamater kebanggaan sedang berproses menciptakan green campus melalui konversi kertas parkir ke STNK, Edupark, green building system. Adalah sebuah hal yang sangat kontradiktif dengan apa yang ada ditataran birokrasi bawah. Laporan PPL menjadi salah satu hal yang paling bertentangan dengan sistem yang berangsur di bangun oleh kampus tercinta ini.
Fakta tentang Kertas
Umat manusia mengamini bahwa kerta merupakan barang yang sangat bermanfaat utamanya dalam transfer informasi sebagai bagian dari budaya literasi. Di sisi lain penggunaan kertas yang berlebihan dan tidak bijak juga dapat menjadi penyebab ketidakseimbangan semesta. Bayangkan saja jika 800 rim kertas atau 2 ton kertas menghabiskan 800 batang pohon berusia 5 tahun. Memproduksi 1 ton kertas berarti memproduksi karbondioksida sebanyak 2.6 ton, ini setara dengan gas buang yang dihasilkan sebuah mobil selama 6 bulan. Fakta lain mengatakan, jika kita menghemat 1 ton kertas artinya kita mneghemat 400 liter minyak, 4.100 Kwh listrik dan 21.780 liter air.
Nasib Laporan PPL
AKREDITASI dijadikan alibi pengadaan laporan PPL dalam bentuk hardcopy, padahal kampus memiliki ruangan yang sangat terbatas untuk menyimpan gunungan laporan yang terus menggunung setiap tahunnya. Boro-boro untuk menyimpan laporan PPL, untuk kuliahpun mahasiswa FKIP harus menumpang ke fakultas tetangga. Tak ada pilihan lain selain “menjual” (jika pembaca tak berkenan dengan istilah meloakan) gunungan laporan PPL. Rp.24.000.000,00 (untuk harga 800 rim kertas laporan jika harga untuk satu rim Rp.30.000,00) enyah begitu saja tanpa ditelaah oleh para pembimbing. Lalu apa esensi yang didapat? Penghambur-hamburan uang saja. Sejatinya laporan merupakan manifestasi dari apa yang ada di akal dan di hati setiap peserta PPL sebagai hasil pengabdian selama dua bulan. Tak terhitung sudah berapa banyak hal yang harus disisihkan demi pengabdian tersebut. Lelah-lelah membuat laporan, pada akhirnya laporan tersebut jatuh ke tangan pengumpul dengan dihargai Rp.1.500,00 per kilogramnya. Aduhai! Malang nian nasib laporanku, kamu, dan kita.