Reporter : Rizky
Tilawah Al quran yang dibacakan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Muhammad Yasser Arrafat menuai pro dan kontra. Pasalnya pembacaan yang dikumandangkan dalam peringatan isro mi’roj pada Sabtu (16/05/2015) di Istana Negara menggunakan langgam jawa.
Dikutip dari merdeka.com Senin (18/5/2015), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat suara. “Tujuan pembacaan al-quran dengan langgam jawa adalah menjaga dan memelihara tradisi nusantara dalam menyebarluaskan ajaran Islam di tanah air,” kata Lukman melalui akun twitter resminya, Minggu (17/5/2015).
Menurut salah seorang staf Lembaga Pendidikan Ilmu Kemuhammadiyahan (LPIK), Bakry Ipik mengungkapkan membaca Al quran dengan nada apapun sebenarnya boleh. Asal tidak mengubah ilmu tajwid dan panjang pendeknya, karena akan mengubah arti dari Al quran itu sendiri. Dia menyebutkan ilmu tilawah itu bukan dari Arab, namun dari Mesir. “Jadi Nabi Muhammad pun tidak menunjukkan nada membaca al-quran seperti apa itu tidak pernah,” paparnya Kamis (21/5/2015)
Ia menjelaskan bahwa yang jadi masalah adalah apabila nada membaca Al quran itu dibawa kesekar macapat seperti Maskumambang, Dhandanggula, dan yang lain. Sebagai contoh Dhandanggula itu memiliki arti orang yang gandrung (kasmaran-red). Maka dalam hal ini telah melanggar tatacara membaca al-quran. “Masak dalam Al quran kita main-mainkan?,” paparnya.
Qori sekaligus hafiz Al quran ini mengaggap ketidaksetujuannya atas pembacaan Al quran dengan tembang jawa. Ia menyarankan untuk dihindari karena islam sudah memiliki musabaqoh tilawatil quran yang memiliki patokan-patokan dan sudah cukup indah. Kalaupun alasannya untuk menunjukkan kekhasan budaya bangsa Indonesia, itupun tidak boleh. ”Karena apa, bahaya nanti kalau Al quran dibawakan dengan nada Irian, Dayak dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Bakry berharap Islam adalah rahmatan lil alamin. Jadi agar suatu negara mendapat curahan rahmat dari Allah maka kita harus bertakwa kepada Allah dan rasulnya. “Maka prinsipnya adalah apabila kita dekat dengan Allah maka Allah akan memberikan jalan yang sebenar-benarnya pada kita,” pesannya. (Rizki)
Hukum Membaca Al Quran dengan Langgam Jawa
Tilawah al-quran yang dilakukan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Muhammad Yasser Arrafat menuai berbagai kritikan. Pembacaan ayat suci al-quran dalam perayaan isro mi’roj di Istana Negara terdegar berbeda ketika dibacakan dengan langgam jawa.
Berbagai kalangan menyatakan pro dan kontra terhadap pembacaan tersebut. Dikutip dari merdeka.com Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat suara. “Tujuan pembacaan al-quran dengan langgam jawa adalah menjaga dan memelihara tradisi nusantara dalam menyebarluaskan ajaran Islam di tanah air,” kata Lukman melalui akun twitter resminya, Minggu (17/5).
Menurut Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMS, Bakry Ipik mengungkapkan membaca al-quran dengan nada apapun sebenarnya boleh. Asal tidak mengubah ilmu tajwid dan panjang pendeknya, karena akan mengubah arti dari al-quran itu sendiri. Dia menyebutkan ilmu tilawah itu bukan dari Arab, namun dari Mesir. “Jadi Nabi Muhammad pun tidak menunjukkan nada membaca al-quran seperti apa itu tidak pernah,” paparnya Kamis (21/05)
Ia menjelaskan bahwa yang jadi masalah adalah apabila nada membaca al-quran itu dibawa kesekar mocopat seperti Maskumambang, Dhandanggula, dan yang lain. Sebagai contoh Dhandanggula itu memiliki arti orang yang gandrung (kasmaran). Maka dalam hal ini telah melanggar tatacara membaca al-quran. “Masak dalam al-quran kita main-mainkan?,” paparnya.
Qori sekaligus hafiz al-quran ini mengaggap ketidaksetujuannya atas pembacaan al-quran dengan tembang jawa. Ia menyarankan untuk dihindari karena islam sudah memiliki musabaqoh tilawatil quran yang memiliki patokan-patokan dan sudah cukup indah. Kalaupun alasannya untuk menunjukkan kekhasan budaya bangsa Indonesia, itupun tidak boleh. ”Karena apa, bahaya nanti kalau al-quran dibawakan dengan nada Irian, Dayak dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Bakry berharap Islam adalah rahmatan lil alamin. Jadi agar suatu negara mendapat curahan rahmat dari Allah maka kita harus bertakwa kepada Allah dan rasulnya. “Maka prinsipnya adalah apabila kita dekat dengan Allah maka Allah akan memberikan jalan yang sebenar-benarnya pada kita,” pesan beliau.
Editor : [AA]