Oleh : Depi Endang*
Penyelesaian akhir dari sebuah perkuliahan jenjang Strata Satu (SI) adalah penyusunan skripsi. Bukan suatu hal yang aneh bila “skripsi” menjadi momok terbesar mahasiswa. Pasalnya, mereka tidak membudayakan melakukan sebuah penelitian. Boro-boro melakukan penelitian, hanya datang, duduk, dan mendengarkan tentang pengalaman orang lain atas keberhasilannya menyusun skripsi saja enggan. Payah bukan?
Hal tersebut sudah memasuki status “gawat”. Apakah yang sebenarnya terjadi dengan generasi muda saat ini? Padahal status seorang mahasiswa adalah orang terpelajar? Sungguh menyayat hati. Penyebabnya mereka hidup di zaman yang serba instan. Tetapi apakah kehadiran sebuah zaman merupakan sebuah kesalahan?
Mereka beranggapan bahwa skripsi dapat diselesaikan dengan hanya datang mengangguk dan mengganti apa yang sudah salah. Itu masih mending. Tidak banyak pula, beberapa diantaranya menyerahkan pekerjaan tersebut kepada jasa skripsi. Dan parahnya dosen sebagai pembimbing skripsi tak mengetahuinya. Kebanyakan hal tersebut terungkap saat ujian skripsi tiba. Itu sudah sangat serius.
Ulasan kasus tentang pelanggaran penyusunan skripsi telah merebak hingga memunculkan sebuah wacana penghapusan skripsi. Beberapa pakar pendidikan dan jajaran petinggi Pendidikan Tinggi menilai, bukannya menyelesaikan masalah tetapi menimbulkan masalah baru. Seperti yang diutarakan Rektor Universitas Gadjah Mada yang dikutip di halaman TEMPO.co nasional bahwa skripsi menjadi bagian penting sekaligus tak terpisahkan dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi yang berbasis riset. Riset menjadi salah satu cara pembuktian fakta dan hipotesis. Setiap riset memerlukan pondasi pelaksanaan prinsip kejujuran dalam proses pengembangan instrumen, pengumpulan data, analisis data hingga merancang kompleksitas argumentasi ilmiah.
Nah, sudah jelas bukan bagaimana makna dan manfaat skripsi? Tidak apik bukan jika skripsi dihapuskan? Mari kita merenung. Sudah sepantasnya pihak-pihak terkait termasuk dosen melakukan pendekatan yang lebih intens kepada mahasiswa untuk menciptakan sebuah penelitian-penelitian skripsi yang unggul. Hal tersebut harus dimulai sejak dini. Kemungkinan tidak berhasil, jika mahasiswa menutup diri. Di sini semua harus bekerja sama.
Jadi jangan jadikan perkuliahan hanya sebatas perkenalan hingga ilmu jatuh di tengah jalan. Kita harus mengenal ilmu sehingga kita dikenal. Bawalah ilmu sebagai bekal, bukan hanya sebagai penyusunan skripsi tetapi sebagai bekal pula memperbaiki kerabunan mata akan kemewahan sebuah zaman.
*MahasiswI Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI)