Reporter : Midya Inggit
UMS-Bagaimana bisa membangun generasi berkarakter apabila setiap hari anak-anak mengalami tindak kekerasan?. Sepenggal kalimat ini menjadi pembuka dalam presentasi materi yang disampaikan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait pada Seminar Nasional & Call for Paper yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi di Hotel Astron. Sabtu (13/6/2015).
Tingginya tingkat kekerasan pada anak di Indonesia menjadi problematika yang sampai sekarang sulit dipecahkan. Dalam presentasinya Arist memaparkan peran orang tua menjaga dan melindungi anak dapat memutuskan mata rantai tindak kekerasan kepada anak seperti mencubit, membentak, dan menhardik. “Tindakan memelototi anak juga termasuk bentuk kekerasan terhadap anak,” paparnya Arist Sabtu (13/6/2015)
Tindak kekerasan pada anak juga bisa datang dari orang terdekat. Menurutnya justru dari kalangan hubungan sedarah banyak menjadi pelaku seksual pada anak. Akhirnya tidak ada lagi perlindungan terhadap anak. “Apabila keluarga sudah tidak dapat melindungi anak, kemana lagi anak harus berlindung?,” tanya pria yang identik dengan rambut gondrongnya.
Arist menambahkan sering kali orang tua lupa menanyakan hak-hak yang mestinya diperoleh anak. Salah satu bentuk hak fundamental anak adalah bermain. “Pertanyaan seperti Nak, sudah main belum hari ini? mesti menjadi pertanyaan wajib orang tua kepada anak,” tambahnya.
Pada akhir pemaparan presentasi Arist mengajak untuk mulai membangun cinta bangsa guna mengahadapi pasar modal. Mulai membangun karakter memberi bukan merampok. “Indonesia yang hebat adalah Indonesia yang bebas dari kekerasan,” tutupnya.
Editor : [PWDR]