Oleh: Albi Rangga*
Mahasiswa sebagai kaum intelektual tentu memiliki peranan yang penting dalam mengawal pembangunan bangsa ini. Kelebihan-kelebihan mereka sebagai agen of change memberi harapan tersendiri dalam membangun suatu generasi bangsa agar lebih baik. Dengan ilmu yang dipunyanya memberikan dampak dengan meluasnya wawasan pengetahuan serta menambah sisi kecerdasan mereka sehingga terciptalah sebuah mindset yang mampu membentuk sebuah karakter pada mahasiswa itu sendiri.
Dengan predikat yang melekat pada diri mahasiswa tersebut, mahasiswa memiliki cara pandang tersendiri dalam menciptakan sebuah konsep yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan bangsa ini. Namun belakangan ini, peranan yang dimiliki mahasiswa saat ini perlahan mulai luntur. Bukan saja mahasiswa yang kebanyakan saat ini cenderung apatis, tetapi juga mahasiswa aktivis pun tak luput dari kelunturan peranan mahasiswa yang sebenarnya dalam mengawal pembangunan bangsa ini.
Mahasiswa yang aktif masih menyadari bahwa ilmu merupakan sebuah tuntutan dan itu adalah kewajiban mereka sebagai aktivis. Dan disitulah letak permasalahannya, ilmu-ilmu yang menjadi komponen mereka yang harusnya menjadi sebuah hakekat dalam membangun gerakan pembaharuan ternyata hanya menimbulkan mereka sebagai seorang yang teoritis. Menumbuhkan sisi arogansi mereka yang merasa paling cerdas sendiri. Mereka terlalu sibuk menonjolkan kemampuan mereka dengan mengedepankan sebuah gengsi atas dasar idealis mereka sendiri dengan ilmu-ilmu yang didapatnya.
Tentu sangat disayangkan, mereka juga sadar dengan problematika bangsa ini. Namun lagi-lagi hanya menjadi objek kajian dalam sebuah diskusi yang tujuannya hanya untuk pandai beretorika saja hingga menjadi seorang yang terotitis lalu kembali menjadi arogan. Dan inilah siklus yang tak pernah berubah dari seorang aktivis mahasiswa saat ini yang kebanyakan dari mereka lebih mementingkan idealis mereka sendiri. Seolah-olah apa yang dianutnya merupakan suatu pembenaran yang pasti sehingga menimbulkan perdebatan-perdebatan antar sesama aktivis mahasiswa atas dasar idealis mereka itu sendiri. Tentu apa yang mereka lakukan hanya menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif.
Mahasiswa juga sebagai agent social of control yang harusnya menjadi penjembatan dari seluruh aspirasi masyarakat pada umumnya. Masyarakat yang dilalaikan maupun yang dirugikan oleh pembuat kebijakan yang dzalim tentu menjadi sebuah upaya dari aktivis mahasiswa dalam membangun suatu gerakan yang menjadi suatu penekanan yang berarti bagi masyarakat. Namun kadang mereka terjebak dalam isu elit politik tersebut, mereka terlalu sibuk dengan mengomentari hal-hal yang sebenarnya tidak penting sehingga secara tidak sadar mereka membuat batasan-batasan itu sendiri dalam melakukan sebuah gerakan.
Terlalu disibukan untuk menjadi teoritis dan hanya pandai beretorika saja tentu tidak jauh beda dengan pribahasa yang sering kita dengar, tong kosong nyaring bunyinya. Tak ada bedanya dengan para pemimpin bangsa ini yang hanya banyak omong dan sedikit bekerja. Alhasil meninmbulkan persepsi-persepsi publik yang negatif terhadap mahasiswa. Hal ini sangat kontradiksi dengan mahasiwa sebagai agen pembaharu. karena terlalu banyak omong.
*Mahasiswa FKIP PPKnĀ