Oleh : Anggun Hatta*
Jika dalam tulisan ini saya begitu banyak menyinggung masa lalu, jangan anggap tulisan ini sebagai romantisme sejarah. Tulisan ini hanya sebuah refleksi pribadi yang berguna untuk mengukur sejauh mana kita melangkah. Tulisan ini juga sebuah cermin untuk kita berkaca, seberapa besar yang telah kita peroleh, dan apa yang harus kita lakukan kedepan.
Dalam menulis tulisan ini, saya memerlukan wawancara dengan tokoh-tokoh mahasiswa yang pernah memimpin Pemerintahan Mahasiswa UMS. Wacancara itu saya catat dan saya susun untuk saya jadikan tulisan yang bernilai sejarah.
Dalam konteks sejarah, siapakah tokoh nasional dan local yang tidak kenal Student Goverment UMS? Banyak sekali tokoh Nasional dan Lokal yang mengenal SG UMS. Mereka mengenal SG UMS dari undangan yang diterima dalam acara SG UMS. Mereka mau datang ke UMS, sebab mereka sadar jika SG UMS adalah corong pergerakan nasional. Student Goverment UMS mampu mengimpor demonstran di boulevard UNS. Hingga BEM UNS berani melakukan demontrasi besar-besaran di tahun 1998.
Dalam sejarah panjang SG UMS, kita bisa dapati, bagaimana kagumnya Dani Setiawan, pentolan Koalisi Anti Utang, terhadap pemikiran yang berkembang di Bem UMS. Menurut Dani Setiawan, Pemikiran pemimpim BEM UMS tentang Neoliberalisme jauh lebih matang daripada pemikiran BEM UI di Jakarta. Hanya karena BEM UI di ekspos media dan berada di ibukota Negara, BEM UI bisa lebih terkenal dari BEM UMS. Seharusnya, dengan kematangan berpikir BEM UMS, BEM UMS bisa lebih baik dari BEM UI, kata mas Dhani.
Begitupun dengan ungkapan Usman Hamid (kordinator Kontras), Fajrul Rahman (intelektual muda), dan Sri Edi Swasono saat mampir ke sekertariaat BEM UMS pasca seminar nasional. Mereka menganggap system kerja, data-data yang BEM UMS punya, dan grand design isu yang digarap bem ums, sudah sesuai dengan prinsip-prinsip kerakyatan. Malahan Usman Hamid menganggap, dengan nada bercanda, bahwa aktifis BEM UMS adalah pewaris ideology Wiji Thukul. Aktifis BEM UMS memiliki jiwa kerakyatan dan anti feudal.
Dalam konteks perjuangan aksipun BEM UMS memiliki catatan sejarah yang membanggakan. Saat ada isu kekerasan aktifis mahasiswa di Bima, BEM UMS melakukan aksi massa. Penangkapan aktifis BEM UMS saat aksi solidaritas untuk Bima, menimbulkan kecaman yang keras dari seluruh aktifis mahasiswa se solo raya. Aktifis mahasiswa se solo raya, baik aktifis intra maupun ektra Universitas, besatu padu untuk mendukung BEM UMS dan menuntut dilepaskanya aktifis BEM UMS. BEM UMS dibawah prinsip martyrdom berhasil menyatukan seluruh aktifis mahasiswa di bawah isu yang sama.
Lalu pada tahun kemarin, saat ada isu kenaikan harga BBM, BEM UMS juga melakukan aksi masa di Universitas Veteran. Aksi BEM UMS kembali berujung pada penangkapan. Dan lagi-lagi, setelah BEM UMS ditangkap, seluruh mahasiswa soloraya bersatu. BEM UMS berhasil lagi menyatukan elemen mahasiswa yang sudah terpecah belah.
Lalu bagaimana dengan periode sekarang? Adakah sejarah yang membanggakan?
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut sendirian. Sebagai pimpinan BEM UMS periode ini, saya tidak mampu mengukir sejarah seorang diri. Saya membutuhkan kerja sama dari seluruh elemen mahasiswa agar sejarah masa lalu hidup kembali.
Dan, dengan ini pula saya nyatakan akan siap menerima bantuan dari siapa saja dan dalam bentuk apapaun, jika ada elemen mahasiswa yang punya tujuan yang sama dengan saya. Saya juga akan senang menerima ajakan diskusi dari siapapun dan kapanpun. Saya kira, Kantor BEM UMS pun akan selalu membuka diri untuk menerima seluruh mahasiswa UMS yang ingin diskusi.
Semoga tulisan ini bisa menjadi refleksi kita semua. Semoga SG UMS, dan secara Khusus BEM UMS mampu menjawab tantangan jaman dan menghidupkan sejarah yang gemilang. Insya Allah.
*Penulis adalah Mentri Luar Negeri BEM UMS Kabinet Amanat Mahasiswa.