Oleh: Aisyah Arminia
Kecanggihan teknologi yang kian melesat saat ini, tentunya memberikan kemudahan dan kenyamanan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kini masyarakat semakin dimanjakan dengan teknologi yang ada. Tak jarang teknologi pun membawa dampak buruk, apabila manusia tidak bijak dalam penggunaannya. Menyebabkan kerusakan lingkungan dimana-mana, akibatnya bencana kian dekat dengan manusia.
Gaya hidup ramah lingkungan kian digembar-gemborkan oleh segelintir manusia yang merasa iba dengan kondisi alam yang semakin kritis. Dari situlah latar belakang munculnya Earth Hour (EH) Solo, satu gerakan yang mengampanyekan penyelamatan lingkungan.
Gerakan ini terlahir dengan tujuan mengenalkan gaya hidup simple yang bisa dilakukan oleh semua masyarakat. Salah satunya dengan mematikan saklar lampu ketika tidak digunakan. “Kenapa kampanye awal kita mematikan lampu? Karena itu adalah hal kecil yang kalau dilakuin banyak orang dampaknya akan luar biasa,” tutur Verril Pondrafi salah satu pengurus EH Solo yang berhasil ditemui pabelan-online.com di sekretariatannya. Ia mengungkapkan bahwa gerakan yang dilakukan EH tidaklah terlalu muluk-muluk. “Dari hal kecil tersebut dapat menghasilkan sesuatu yang besar dan bermanfaat,” sambung Pondra.
Lelaki berkacamata ini pun menceritakan, EH Solo mengawali kampanye dari mematikan lampu selama satu jam. Kemudian rutin melakukan pertemuan setiap satu minggu sekali di sekretariatannya. Pertemuan rutin tersebut membahas isu lingkungan yang ada di Solo. Isu yang diangkat adalah yang paling dekat dengan masyarakat Solo seperti masalah transportasi, kertas, dan plastik. Kemudian dari pembahasan tersebut mereka kampanyekan di Car Free Day (CFD) dan siaran radio setiap satu bulan sekali.
Not Just Discussion, But Do With Your Action
EH Solo bukanlah komunitas yang hanya diskusi tentang penyelamatan lingkungan. Tapi juga melakukan aksi yang membuktikan bahwa lingkungan ini masih bisa diselamatkan dengan tangan-tangan yang percaya akan perubahan. Di penghujung Agustus 2015 lalu tepatnya tanggal 31 Agusutus, EH Solo bekerjasama dengan pengelola Taman Satwa Taru Jurug atau biasanya kita kenal dengan TSTJ menggelar aksi bakti sosial bersih-bersih di area kebun binatang tersebut. Acara yang diadakan pada Minggu pagi tersebut dihadiri semua elemen masyarakat dan pelajar. Dari pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga mahasiswa yang menempuh pendidikan di Kota Solo.
Acara dimulai dengan membentuk kelompok untuk dibagikan ke beberapa zona di TSTJ. Tanpa pamrih para peserta mulai mengumpulkan sampah-sampah yang berserakan. Namun ada yang menarik, penyelenggara memberikan reward bagi peserta yang mengumpulkan sampah terbanyak. Peserta yang berhasil menjadi pemenang berkesempatan memberi makan gajah. Antusias pun kian memuncak ketika reward diumumkan.
Selepas acara bersih-bersih, aksi berlanjut dengan mempromosikan program pengadopsian hewan yang dibuka untuk umum. Alasan adanya pengadopsian hewan tersebut agar masyarakat Solo dan sekitarnya bisa ikut serta menghidupkan TSTJ kembali. Program adopsi yang dipromosikan oleh EH Solo hanya sebagai jalan bagi masyarakat yang ingin menjadi donatur untuk hewan-hewan di TSTJ. “Yang adopsi masyarakat dan kita yang membantu, istilahnya kita memberi jalan,” tutur Pondrafi.
Teman-teman dari EH Solo optimis apabila TSTJ dapat dihidupkan kembali dengan kegiatan bersih-bersih dan adopsi hewan tersebut, efeknya akan sangat besar bagi Kota Solo. “Maka akan meningkatkan citra Kota Solo dan efek dominonya akan banyak,” tambah Pondra. Menurutnya, keprihatinan kawan-kawan yang tergabung dalam gerakan ini juga menjadi salah satu alasan terselenggaranta aksi. Ia mencontohkan kondisi kolam ikan yang tidak lagi berfungsi seperti dulu, bahkan ada beberapa hewan yang mati di kebun bintang tersebut. “Istilahnya Jurug itu hidup segan mati tak mampu,” tutur Pondra.
Terakhir, pesan yang disampaikan dari teman-teman EH Solo bagi pembaca adalah jangan sampai ketinggalan untuk ikut serta menyelamatkan lingkungan. Semua orang bisa melakukan hal-hal positif untuk menjaga lingkungan. Dari hal terkecil saja, seperti membuang sampah pada tempatnya, mematikan dan mencabut aliran listrik yang tidak terpakai, atau hal-hal kecil lainnya sebagai upaya penyelamatan lingkungan dari kerusakan-kerusakan. [MEU]