Oleh : Muhammad Isnan
“Jadilah master, jadilahinsiyur, jadilahdokter…dankembalilahpadaMuhammadiyah”
(Kh Ahmad Dahlan)
Harusnya kita tertegun sejenak mendengar pesan KH Ahmad Dahlan tersebut. Betapa tidak, pesan KH Ahmad Dahlan yang disemayamkan oleh seluruh kader-kader Muhammadiyah patut untuk dihayati secara mendalam. Tentu bukan hanya kader Muhammadiyah yang aktif di ortomnya saja melainkan semua orang yang sudah mendapatkan manfaat karena adanya Muhammadiyah. Dalam rangka menghasilkan kader-kader yang berguna bagi persyarikatan, warga Muhammadiyah paham betul akan peran dan tanggungjawabnya sebagai kader bangsa, umat, dan persyarikatan. Dalam kacamata Ahmad Syafii Maarifada satu lagi yaitu kader kemanusiaan. Sebagai bagian dari Muhammadiyah, mahasiswa yang ada di Kampus Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) wajib menjaga marwah Muhammadiyah. Marwah Muhammadiyah yang saya maksud adalah integritas Muhammadiyah sebagai organisasi Islam, dakwah amarma’rufnahimunkar, dan tajdid. Dan didukung dengan gerakan kaderisasi yang menjadi keistimewaan dalam Muhammadiyah.Sebagai bagian dari amal usaha Muhammadiyah, Universitas Muhammadiyah Surakarta wajib memberikan pengetahuan tersebut kepada seluruh civitas akdemiknya. Hal ini merupakan langkah awal sebagai bagian dari kaderisasi di tubuh Persyarikatan Muhammadiyah. UMS adalah lumbung perkaderan Muhammadiyah terutama dikalangan mahasiswanya. Kita harus melihat UMS sebagai gudang kaderisasi Muhammadiyah, tetapi dalam realita di lapangan banyak kita temui orang-orang baik dari mahasiswa, dosen, maupun karyawannya yang masih anti dengan Muhammadiyah.Wajar ini masih kita temui karena orang yang di UMS tidak semua berjuang dengan ikhlas semata-mata ingin membesarkan Muhammadiyah.Banyak yang hanya bersikap pragmatis dengan hanya mencari penghidupan saja di Kampus Muhammadiyah. Ahmad Dahlan pernah mewanti-wanti kader-kadernya untuk tidak mencari kehidupan di Muhammadiyah. Beliau pernah berpesan “Hidup-hidupilah Muhammadiya hjangan mencari kehidupan di Muhammadiyah”. Kondisi UMS tidak jauh berbeda dengan sejumlah amal usaha lainnya yang dimiliki Muhammadiyah.
Banyak AUM yang direbut secara paksa oleh orang-orang di luar Muhammadiyah.Hal ini dilakukan karena sangat besarnya potensi AUM tersebut dalam menghasilkan pundi-pundi rupiah. Selain itu kebesaran AUM juga dilihat dari potensi sumber daya manusianya yang sangat banyak. Ini menjadi lahan subur bagi mereka yang tidak mengerti arti perjuangan Muhammadiyah. Selain itu Muhammadiyah saat ini sudah banyak disusupi dengan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan kelompok individu dengan basis gerakan kegamaan yang tidak sesuai dengan Muhammadiyah. Itu baru urusan AUM, Dr. Haedar Nashir pernah mengatakan “Jangan tumbuh anggapan, Muhammadiyah menjadi rutin dan mandek karena sibuk mengurus amal usaha.Apalah artinya Muhammadiyah tanpa amal usaha dan jangan kira mendirikan, mengelola, dan mengembangkan amal usaha itu gampang. Karenanya, bagaimana merevitalisasi amal usaha sehingga makin berkualitas dan berkeunggulan serta member manfaat bagi kemajuan persyarikatan dan berbuah kebaikan untuk kehidupan orang banyak. Syaratnya, hindari konflik dan rebutan amal usaha”.
Tantangan untuk menjaga marwah kampus Muhamamdiyah adalah persoalan kaderisasi. Jika kita ingin melihat persoalan kaderisasi yang ada di Kampus PTM, sebenarnya sudah dilakukan buktinya keberadaan Tapak Suci, Hizbul Wathan, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bersifat legal artinya sah dan diakui keberadaanya di UMS. Khusus untuk Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, banyak dari para pengelola kampus yang terkadang sangat subyektif dalam memandang IMM. Generalisasi persoalan IMM menjadi sesuatu yang sangat menghambat dari proses kaderisasi. Jika kita mau membaca peran IMM di kampus PTM sebenarnya sangat jelas termakhtub dalam Pedoman Perguruan Tinggi Muhammadiyah Bab X pasal 28 ayat 2 yaitu “Organisasi kemahasiswaan PTM terdiri atas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)” dan ayat 4 yaitu “Mahasiswa, organisasi kemahasiswaan, dan Alumni PTM dikembangkan menjadi kader persyarikatan, umat, dan kader bangsa. (Pedoman PP Muhammadiyah Tentang Perguruan Tinggi Muhammadiyah, 2012). Banyak yang ingin merusak dan menghilangkan IMM dari Kampus UMS.Walaupun itu ada benarnya atau tidak, saya membaca ini mulai terjadi di beberapa fakultas yang ada di UMS. Patut kita pahamkan kembali tentang tanggung jawab sebagai bagian dari Persyarikatan Muhamadiyah yang mempunyai kewajiban dalam mengembangkan organisasi.Menjaga tradisi perkaderan di UMS tidak bias asal-asalan dikerjakan.
Agenda kaderisasi harus dilakukan dengan strategi perkaderan yang transformative dan masif. Dalam hal ini perlu ada komitmen bersama semua elemen kampus, baik karyawan, dosen, dan mahasiswanya. Perguruan Tinggi Muhammadiyah adalah salah satu instrument utama dalam gerakan dakwah Persyarikatan Muhammadiyah, begitupun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai Organisasi Otonom. IMM yang digerakkan oleh kaum akademisi (mahasiswa) sudah semestinya membangun kemitraan yang baik dengan Perguruan Tinggi. Sekiranya perlu dipahami, bahwa dakwah Muhammadiyah mesti dijalankan lewat semangat kolegialitas dan ukhwah islamiyah. Segala bentuk konflik hanya akan menghambat tercapainya tujuan organisasi. Kedudukan IMM di Amal Usaha Muhammadiyah perlu dipahami secara menyeluruh agar terbangunnya hubungan sinergitas antara IMM dan Kekuatan Muhammadiyah dalam hal ini AUM. Kita mesti malu, meributkan eksistensi diri dalam ber-Muhammadiyah, sementara Kyai Dahlan selalu mengingatkan kita untuk berjuang secara ikhlas di Muhammdiyah dalam rangka tujuah dakwah.
[1]PenulisadalahanggotaaktfKoordinatorKomisariat IMM UMS Periode 2015-2016.Konsenmembangunmasyarakatilmu di UMS.