Kevin pun segera mengitarkan tatapannya di sekeliling taman.
“Eleza? Eleza?”
Mata elangnya bergerak liar untuk menemukan sesosok gadis itu di antara lalu lalang para pejalan kaki, yang juga tengah menikmati romansa suasana di bawah mekarnya Sakura. Kevin yakin Eleza berdiri tepat di sampingnya, sebelumnya. Ia hanya menoleh tak lama, namun kini ia tak ada disana.
Bunga itu terlepas mengikuti arah angin, entah kemana. Kevin masih terus mencari. Matanya sibuk, tak henti berkeliling mengitari seisi taman. Nafasnya kembali memburu. Pikirannya tak dapat berkoordinasi dengan baik. Kakinya kini mulai tergetar, seakan tak mampu lagi ia berlari.Tapi ia tak bisa menyerah, hanya karena pakaian serba biru rumah sakit yang kini tengah dikenakannya.
Kevin kembali berlari.
Namun seseorang segera menangkap tubuhnya dari arah belakang, mengejutkannya dalam sebuah dekapan hangat miliknya. Waktu seakan kembali berhenti berdentum detik itu juga, dan ketenangan itu kembali menyelimutinya.
“Aku mengagetkanmu, kan?”
Kevin tahu siapa pemilik suara itu.
Segera Kevin membalik tubuhnya dan menangkap kedua pipinya gemas, menekannya hingga mengerucutkan bibirnya. Sebuah kelegaan nampak dalam raut wajahnya kini.
“Suka banget bikin orang nyariin?”
Eleza yang susah untuk berbicara, karena Kevin yang membuat kerucut bibirnya, segera mengangkat kedua tangannya yang menggenggam dua buah kotak marshmallow berukuran besar pada masing-masing tangannya.
Kevin segera melepaskan kedua tangannya dari pipi Eleza, dan mengukir senyum tipis di raut wajahnya. Ia mengacak lembut puncak rambut gadis di hadapannya itu. Tak peduli dengan raut Eleza yang mungkin kesal karenanya.
“Lain kali kita beli bareng, ya?”
Eleza mengangguk dengan wajah kesalnya. Namun mendengar ungkapan Kevin, Eleza paham jika pemuda itu sangat menyayanginya. Dengan caranya yang selalu mengkhawatirkan Eleza dengan tatapan seperti itu, membuatnya terlihat sangat manis. Eleza segera melempar tawa candaannya pada Kevin, dan menyuapinya dengan beberapa marshmallow dalam sekali lahap. Dan Kevin hanya mampu tertawa kecil dengan sikap kekanakannya itu.
Namun keceriaan Eleza berangsur lenyap menjadi sebuah kegelisahan, saat terdengar suara sirine ambulans yang mendekat. Eleza menjadi gusar, dan wajahnya menjadi lebih serius. Iris hitamnya mulai berlari menyidik.
Kevin belum pernah melihat Eleza yang demikian.
Ia menarik lengan Kevin paksa. Mereka berlari menerobos kerumunan orang di sekitar jalan. Entah kemana. Kevin hanya mampu turut mengikuti arah langkah kaki tak beraturan Eleza, dengan ketidakpahamannya.
Hingga langkah mereka akhirnya berujung di balik semak tinggi taman yang cukup gelap, tak jauh dari mobil putih itu terhenti.
“Eleza, kenapa kita harus berlari?”
Namun jari telunjuk Eleza segera berlari, menempel pada bibirnya sebagai respon, seakan mengisyaratkan untuk sejenak diam. Bersyukurlah Kevin selalu menurutinya. Meski biasanya Kevin tak bisa diam dengan hal yang ia tak mengerti, dan kebetulan ia terlibat di dalamnya, namun Eleza menghembuskan kelegaannya dengan sikap yang kini Kevin tunjukkan.
Mereka terbungkam cukup lama menyaksikan beberapa orang dalam balutan jas putih lab, yang biasa disebut sebagai dokter, berlari kesana kemari seakan tengah mencari sesuatu yang sangat penting. Entah apa itu.
Bersambung…
Penulis adalah Ika Keysa. Penulis dapat dihubungi di akun @envychy_oxy dan facebook ikakeysa
Pengen kayak Ika Keysa?
Yuk nulis!
Cerpen atau puisi maks. 5000 karakter, bukan plagiat atau mengandung sara dan tidak ada unsur kekerasan ataupun pornograf, belum pernah dipublikasikan dimanapuni. Cerpen atau puisi yang masuk hak milik perusahaan.
Kirim cerpen ataupun puisi ke [email protected]