UMS, Pabelan-Online.com – Dekan Fakultas Hukum (FH), Natangsa Surbakti, memanggil pihak Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH terkait insiden perusakan kotak suara, Rabu (27/4/2016). Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyelesaikan masalah soal ketidakharmonisan antara KPUM dan BEM FH.
Natangsa mengatakan bahwa pertemuan tersebut belum menemukan titik penyelesaian antara kedua pihak. Sehingga, ia meminta agar dilakukan pertemuan kembali dengan memanggil saksi dan pelaku perusakan kotak surat tersebut. “Karena belum ada saling mneerima, saya sudah menjadwalkan nanti Senin (1/5/2016-red) pertemuannya di ruang sidang FH,” tambahnya.
Natangsa juga menjelaskan bahwa tidak bisa dipastikan apakah penyelesaiannya akan menghasilkan solusi tebaik untuk kedua pihak atau akan diadakan pemberian penalti. Ia berharap masalah tersebut bisa diselesaikan dengan baik-baik, jika memang ada yang bersalah bisa mengakui keselahannya tersebut. “Saya berharap dengan memberi interval waktu ini, mereka bisa menimbang-nimbang sehingga nanti hari senin kedua belah pihak bisa lebih legowo,” tegasnya.
Selaku Ketua KPUM, Rizki Maulana Ahzar, mengatakan bahwa tindakan perusakan kotak suara oleh sekelompok mahasiswa hukum secara tidak langsung meragukan eksistensi dan kinerja KPUM. ”Kami akan memfasilitasi pihak penyelenggara yang merasa terganggu dengan sikap teman-teman FH, bahkan mahasiswa umum sekalipun,” terangnya, Selasa (26/4/2016).
Rizki menganggap tindakan yang dilakukan sekelompok mahasiswa tersebut sudah melukai harga diri KPUM terutama saat melakukan tindak kekerasan terhadap wanita. “Harga diri KPUM diinjak-injak ketika teman-teman tidak bisa mengomunikasikan dengan bahasa yang baik,” tegasnya.
Sementara itu, Presiden BEM FH, Muh. Israa Bil Ali, mengaku akan bertanggung jawab mengenai insiden perusakan kotak suara yang dilakukan oleh rekan-rekannya di kantor BEM U. ”Saya ( BEM FH-red) akan mengganti secara materi maupun non materi. Saya juga sudah meminta maaf dan sudah melakukan hubungan kekeluargaan dengan yang di sana (BEM U-red). Apalagi kita mengakui hal itu salah caranya,” ungkapnya, Sabtu (30/4/2016).
Isra menambahkan bahwa tindakan tersebut tidak akan terjadi jika BEM U tidak mengintervensi dengan mendirikan TPS di FH. “Dari sana (BEM U-red) itu sudah paham, tidak mungkin konflik bertahun-tahun tidak melakukan analisis. Dalam sistem itu memang ada kekurangan dan kelebihan, kita pilih yang paling baik,” tambahnya.
Penulis: Reporter Sofi Filda Dan Livia Purwati
Editor: Aisyah Arminia