Pers mahasiswa dalam pengertian yang sederhana adalah pers yang dikelola oleh mahasiswa. Pada dasarnya tidak jauh berbeda, pers mahasiswa dan pers pada umumnya dalam fungsi dan persyaratannya. Adanya perbedaan ini lahir karena sifat kemahasiswaannya yang tercermin dalam bidang redaksional dan keperusahaannya. Sifat kemahasiswaan ini lahir karena Pers Mahasiswa ini merupakan sekelompok pemuda yang pendapat pendidikan tinggi di dalam Perguruan Tinggi.
Pada dasarnya pers merupakan cermin dari kehidupan masyarakatnya, termasuk disini pers mahasiswa. Di negara berkembang seperti Indonesia, keterlibatan pers mahasiswa membicarakan masalah umum, masalah kemasyarakatan, tidak hanya didalam kampus bahkan masalah diluar kampus sangat banyak terjadi. Sehingga isinya banyak menampilkan kenyataan yang hidup didalam masyarakat umum disamping kenyataan yang hidup di dalam Perguruan Tingginya.
Dalam buku berjudul Peranan Pers Mahasiswa Indonesia Dalam Pembinaan Bangsa yang dikarang oleh Nugroho Notosusanto dibicarakan : “Di negeri-negeri yang sudah ”tua”, yang tidak lagi “under develop”, pers mahasiswa sungguh-sungguh merupakan “community paper” daripada masyarakat mahasiswa. Ia tidak ambil bagian akan persoalan-persoalan nasional, atau paling tidak ia tidak perlu ambil pusing. Tapi di Indonesia, dan juga negeri-negeri lain yang baru lahir, “new-born countries”, dimana jumlah kaum intelegensia sangat minim, keadaannya adalah lain. Kaum intelegensia, sejak ia masih menuntut ilmu sudah dituntut sumbangan pikiran dan kepandaiannya, pengetahuannya, dan pertimbangannnya”.
Sepertiapa yang diutarakanolehAstrid Susanto bahwa didalam negara berkembang, “traditional communication” masih merupakan sumber informasi dan sumber pengaruh yang terbesar. Lantas terasa juga bahwa media massa dalam hal ini juga pers mahasiswa mempunyai peranan penting dalam modernisasi serta dalam kelancaran komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
Sejak zaman pergerakan bukan hal asing lagi pers mahasiswa membicarakan tentang masalah-masalah umum, terutama kita yang tinggal di negara berkembang memiliki segudang persoalan politik, sosial, ekonomi, dan permasalahan lain yang belum tergarap. Sehingga pers mahasiswa dengan budaya kemahasiswaan terlibat untuk membicarakan persoalan-persoalan umum terutama politik dengan kritis dan berani, sementara di lain pihak kelompok masyarakat lain dan pers umum tidak punya keberanian untuk itu.
Dari data Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) selama 2014-2015 tercatat tujuh bentuk kasus yang sering dialami awak Pers Mahasiswa Indonesia. Kabar yang terbaru muncul dari tanah Yogyakarta pada Mei 2016 lalu,Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Poros Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang dibekukan oleh rektorat karena pemberitaan yang berani dan kritis mengenai pembangunan Fakultas Kedokteran UAD yang menimbulkan “ketidaksukaan” dari pihak birokrasi kampus.
Demikian kehidupan pers mahasiswa Indonesia, hidup matinya banyak tergantung pada kondisi obyektif politik karna hingga sekarang belum diakui oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Disamping itu, penyebab lain bagi hidup matinya pers mahasiswa adalah dilema antara profesionalisme dan amatirisme.
Pers mahasiswa tidak mungkin melakukan pengelolaan profesional, meskipun hasil atau produknya kadang kala tidak kalah dengan yang dibuat oleh pekerja profesional, namun pengelolaannya tidak mungkin profesional. Hal ini disebabkan oleh status kemahasiswaan yang melekat. Mahasiswa Perguruan Tinggi mahasiswa dituntut untuk menyelesaikan kuliahnya dalam kurun waktu 3,5 – 5 tahun. Aktivitas di dunia pers mahasiswa pun merupakan aktivitas tambahan, ekstra kulikuler, dan amatir sifatnya.
Karena sifatnya yang amatir, aktivitas di dalam dunia pers mahasiswa merupakan suatu proses belajar, belajar disini dalam arti memahami kita terutama masyarakat banyak, kritik-kritik di sektor sosial, ekonomi, budaya merupakan aspek yang belum tergarap secara baik dalam dunia pers mahasiswa.
Pers mahasiswa dapat bercerita banyak atau merefleksikan banyak hal tentang mereka memberi gambaran lebih jelas tentang kehidupan masyarakat kita, mengetahui banyak tentang mereka tentu memberikan gambaran pemecahan problem lebih jelas buat para mahasiswa maupun buat kaum terpelajar lainnya. Sehingga puncak-puncak hasil dari pers mahasiswa tidak sekedar mengisi kekosongan pers umum, pers mahasiswa tidak hanya sekedar memberikan suntikan keberanian. Kalau hanya faktor itu saja yang menyebabkan disenangi dan dibaca orang banyak, dan sifatnya momentum, tidak kontinyu, tidaklah banyak yang dapat diharapkan dari pers mahasiswa Indonesia. Pers mahasiswa hendaknya secara kontinyu disenangi dan dibaca oleh orang banyak, disenangi karena ia menampilkan banyak aspek kehidupan masyarakat bawah, termasuk masyarakat mahasiswa, dengan suatu misi pendidikan kultural yang berjangka panjang untuk suatu pembaharuan struktural yang lebih manusiawi.
Penulis adalah Aulia Rosinta. Mahasiswi S1 keperawatan internasional UMS.