Assalamu’alaikum Wr. Wb…
Rektor pada sebuah perguruan tinggi memiliki peran sentral dan strategis. Oleh karena itu, jabatan rektor sangat prestisius. Sebagai top leader, rektor memiliki kewenangan yang sangat besar dan sangat menentukan arah gerak sebuah perguruan tinggi. Dengan kata lain, maju-mundurnya sebuah perguruan tinggi tidak bisa dilepaskan dari ‘tangan dingin’ rektor, beserta jajaran di bawahnya.
Kepemimpinan yang kuat (strong leadership) dan visioner menjadi syarat mutlak majunya sebuah perguruan tinggi. Kepemimpinan yang kuat, tapi tidak otoriter, akan mampu mengondisikan sebuah budaya organisasi yang dinamis dan menjaga soliditas internal. Kepemimpinan yang visioner akan mampu menangkap tanda zaman dan menerjemahkannya dengan melahirkan program-program kekinian, seperti pembukaan program studi baru yang sedang ‘hits’.
Kampus sebagai Kawah Candradimuka yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan, seyogyanya dipimpin oleh seorang top leader yang mampu menginspirasi. Inspirasi bisa dirasakan dengan jelas melalui keteladanan. Sedangkan keteladanan akan lahir dari tegaknya integritas. Tipikal pemimpin seperti ini, juga harus bisa menularkan virus kepemimpinan yang positif dan progresif kepada jajarannya.
Besarnya kewenangan rektor harus diatur dengan baik agar tidak menimbulkan kemudharatan. Karena watak kekuasaan yang cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung korup absolut. Pembatasan masa jabatan merupakan upaya yang baik dalam menangkal hal tersebut.
Mahasiswa dan Pilrek
Sudah menjadi rahasia umum bahwa masa jabatan Prof. Dr. Bambang Setiaji sebagai Rektor UMS untuk periode ketiga akan berakhir pada tanggal 24 Desember 2016. Dalam rentang waktu yang panjang tersebut (12 tahun), banyak capaian gemilang. Misalnya, jumlah mahasiswa UMS yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berakhirnya masa jabatan tersebut membawa konsekuensi logis bagi senat universitas untuk segera menggelar pemilihan rektor baru UMS periode 2016-2020. Rektor yang akan datang harus mampu melanjutkan program Bapak Bambang Setiaji yang baik sekaligus mengoreksi kebijakan yang kurang pas. Inilah PR besar segenap anggota senat universitas dalam memilih rektor baru UMS. Lebih dalam, senat universitas harus mampu menolak intervensi.
Dari sisi mahasiswa, Pilrek yang begitu menentukan arah gerak UMS kedepan tidak bisa disentuh oleh mahasiswa. Dengan kata lain, mahasiswa tidak bisa memilih calon rektor pilihannya. Padahal gaji rektor juga berasal dari SPP kita-kita lho, Sob! Mungkin akan muncul pertanyaan klise, apa dasar atau regulasi yang memperbolehkan mahasiswa memilih rektor?
Kita memang tidak punya hak pilih dalam Pilrek, Sob. Tetapi kita juga berhak mendambakan rektor (dan jajarannya) yang humanis, yang tidak menganggap mahasiswa adalah musuhnya, dll. Yang terpenting, rektor baru nantinya harus sesering mungkin ‘ngopi bareng’ mahasiswa dan karyawan harian lepas. Semoga.
Beberapa bait-bait di atas sesungguhnya tidak lebih dari ungkapan seorang mahasiswa yang menginginkan top leader terbaik bagi kampus, dimana tempat ia berpijak dan menuntut ilmu.
Salam Pemuda Progresif,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis adalah Joko Nugroho. Saat ini menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (WaSekjend) PHP.