Rio kutluk tak tahu apa-apa, yang ia tahu bahwa Ibunya telah dibunuh oleh setan berdarah yang keluar dari dalam perut Ibunya, dan sekarang Ayahnya sangat membencinya, walaupun juga ia tak tahu oleh sebab apa.
Dan demikianlah ia mengelak tatkala diperiksa oleh aparat kepolisian. Tidak sekedar menjawab, ia bahkan bercerita panjang lebar dari zaman ia lahir, kembali kepada zaman Ayahnya lahir, juga pada waktu Ibunya lahir, bahkan kakeknya lahir. Polisi menikmati cerita gila Rio Kutluk, memandangnya, mengamatinya, dan sampai titik ia merasa bosan, ia membentak.
“Jawab saja seadanya, bangsat!”
Terkait mengenai Rio Kutluk membenci Polisi adalah lima tahun setelah kematian Ibunya. Yaitu kematian ayahnya. Ia bahkan bisa merasakan pelor itu merobek kaos oblong dan menerobos daging kenyal ayahnya. Ia bisa merasakan betapa Polisi itu puas dengan tugasnya, tanpa rasa bersalah, atau ketakutan.
Rio Kutluk lima belas tahun tatkala Ayahnya mulai bekerja sebagai pengamen jalanan, tapi tentu tidak melepaskan profesi lamanya sebagai seorang jambret. Rio Kutluk sudah cukup bisa bekerja membantu ekonomi keluarganya. Ayahnya menyeretnya pada seorang bandar ganja bernama Hito Angkring. Rio Kutluk tak tau jelas apa yang ia edarkan, yang ia tahu tugasnya adalah menyebarluaskan bubuk yang ia genggam pada remaja dan anak-anak tanpa ketahuan orangtua (yang dimaksud orangtua adalah orang yang cukup terlihat dewasa). Mudah saja, ia cukup melihat dari raut wajah seseorang untuk mengkalkulasi umur orang tersebut. Ia bahkan sering melihat pistol yang biasa digunakan menembak oleh Polisi di tempat kerjanya.
Bersambung…
Penulis adalah Prasetiyo Leksono Nur Widodo. Mahasiswa Teknik Industri.