Ada banyak perubahan dari gadis itu, sebenarnya. Rambut yang dulu menyentuh punggung, kini tersisa hanya sebahu. Ia juga tak lagi mengenakan topi baseball kebanggaannya. Sebagai ganti riasannya, ia mengecat rambut lurus itu serupa warna burgundy, yang hanya terlihat samar ketika tertimpa cahaya. Dan sapuan gincu merah jambu di bibirnya pun membawaku pada satu kesimpulan final, bahwa Karen telah berubah menjadi wanita feminim. Ia bukan lagi gadis yang gemar memanjat atap menuju jendela kamarku. Walau aku tahu betul, di balik bingkai kacamata itu terdapat sepasang mata yang sorotnya tak pernah berubah. Masih mata berbadai yang antusias, sarat akan rasa keingintahuan.
“Bagaimana kabarmu?” pertanyaan paling klasik, akhirnya.
Karen menyesap habis minumannya. “Baik.”
Ayolah, aku ingin tahu lebih banyak dari itu. Andai ia tahu, pertanyaanku tadi bukan sekadar basa-basi. Aku benar-benar ingin tahu, apa saja yang terjadi dalam hidupnya selama kami tidak bertemu. Aku tak bisa berhenti membayangkan, dirinya yang pasti sudah mengarungi bermacam petualangan sepanjang usia-usia emas ini.
Bersambung…
Penulis adalah Desynta Putri Brilliany. Mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Cerpen pemenang lomba Milad 39 Tahun LPM Pabelan. Pernah dimuat di Majalah Pabelan Edisi Agustus 2016