“Kan sudah kuingatkan. Hubungan sebelum ada akad itu bukan sesuatu yang baik. Kalau kamu benar-benar mencintainya, yakin jika Selly adalah gadis baik yang selama ini kau ikhtiarkan, datang baik-baik, temui ayahnya. Ikutlah salat dhuha berjamaah di masjid kampus sebentar lagi. Berdoa, minta yang terbaik. Serahkan segala urusan hanya kepada Allah.”
Apa yang sedang dibicarakan anak ini? Aku menatap mata teduh dan wajah yang sedang tersenyum itu dengan pandangan nanar. Ini bukan soal Selly, bukan. Aku berani bertaruh jika hatiku tidak akan sesakit ini bahkan kalau Selly mencampakkanku.
*
Dulu, Bengawan Solo mengalir dengan sangat tenang dari hulu hingga muaranya. Kejernihan yang mengalir sepanjang biru, gemericik, berkelok-kelok. Indah sekali, kau tahu?
Aku terus memacu kencang motorku, menyusuri jalur bekas aliran air yang diceritakan kakekku dan yang kemudian berubah menjadi dua buah perbukitan kapur yang tinggi memanjang dan mengapit dataran rendah yang kini menjadi lahan berladang palawija. Ingatan tentang cerita indahnya Bengawan Solo dan kejadian yang baru saja kualami membuat mataku memanas.
Bersambung…
Penulis adalah Fa Rahma. Tulisan pernah dibuat di Tabloid Pabelan Pos Edisi 110.