UMS, Pabelan-Online.com – Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB-PS) bekerja sama dengan Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Islam (PAI) mengadakan Kolokium, Rabu (4/4/2018). Acara yang bertempat di ruang seminar Gedung Induk Siti Walidah (GISW) ini merupakan realisasi dari kerja sama Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan University of South Africa (UNISA)
Acara yang dihadiri dua orang profesor, yakni Shahnaaz Suffla dan Mohamed Seedat ini mengangkat topik pembicaraan meliputi bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Selaku Wakil Rektor IV UMS, Fattah Santoso menyampaikan, UMS telah menjalin kerja sama dengan UNISA sejak April 2017, melalui Memorandum of Understanding (MOU) yang ditandatangani oleh kedua Rektor Universitas, difasilitasi oleh Biro Kerjasama dan Urusan Internasional (BKUI) UMS.
“Kolaborasi akademik antara Indonesia dan Afrika Selatan ini penting untuk mempromosikan Global South Collaboration atau kerjasama antara negara-negara dunia bagian Selatan,” jelasnya saat memaparkan sambutan, Rabu (4/4/2018).
Topik Kolokium adalah “Visual Methods in Compassionate Critical Community Pratice”” yang merupakan metode visual untuk praktik pengabdian komunitas atau kegiatan-kegiatan sosial, berdasarkan kasih sayang secara kritis yang sangat dibutuhkan, karena berkesesuaian dengan permasalahan yang terjadi di Indonesia. Kolokium ini juga mengajarkan untuk mengritisi dengan metode visual yang belum banyak dilakukan oleh perguruan tinggi manapun.
Kolokium tersebut diadakan untuk menyesuaikan pemikiran ilmu agar mampu melibatkan seluruh elemen untuk berdiskusi tentang isu-isu yang penting dan relevan dengan masyarakat pada masa sekarang.
Baca juga: Korelasi Ormawa FH dengan Ruang Perkuliahan FKIP
Masyarakat harus melakukan prinsip-prinsip pendekatan partisipatoris, menggunakan kesadaran kritis terhadap hirarki kekuasaan, disertai semangat welas asih untuk menegakkan keadilan sosial bagi seluruh warga dengan tujuan untuk mentransformasi masyarakat secara positif, berkemajuan dan berkelanjutan.
Ditegaskan oleh Yayah Khisbiyah, bahwa prinsip-prinsip tersebut berkesesuaian dengan paradigma ilmu sosial profetik yang menjadi filosofi UMS, yakni humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Secara keilmuan, paradigma tersebut juga merupakan keniscayaan untuk memperkuat perspektif indigenous dan integritas keilmuan negara-negara Selatan dalam rangka mengimbangi dominasi keilmuan dari negara-negara Utara dan Barat.
“Antusiasme mahasiswa terus ditingkatkan dalam belajar, lalu tingkatkan bahasa Internasional agar mampu melakukan exchange , pertukaran pemikiran, pertukaran intelektual, mudah-mudahan juga mampu kerjasama di tingkat Internasional””, harap Yayah, Rabu (4/4/2018).
Darlin Riski, selaku peserta dalam Kolokium tersebut mengungkapkan, adanya pola yang berkesinambungan dan terstruktur dapat menjadikan mahasiswa paham yang selama ini belum diketahui mengenai keadaan di luar Indonesia.
“Kalau bisa kegiatan seperti ini ada kontiuitasnya, sehingga mahasiswa bisa mengetahui perkembangan ilmu dan lingkungan yang ada di luar Indonesia””, ungkapnya, Rabu (4/4/2018).
Reporter        : Ananda Iryadi
Editor            : Muh. Rizal Pahleviannur