UMS, Pabelan-Online.com – Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) kembali menuai polemik dengan majunya Mohammad Indra Bangsawan sebagai Calon Presiden (Capres). Hal tersebut berkaitan dengan kedudukan Fakultas Hukum (FH) yang menyatakan diri independen terlepas dari stuktur Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U), Jumat (27/4/2018).
BEM Fakultas Hukum (FH) tetap akan independen selama sistem pemerintahan BEM-U masih menganut sistem kepartaian. Independensi tersebut didasari Undang-Undang Dasar (UUD) Senat yang menjadi konstitusi BEM FH.
Dilansir dari pabelan-online.com (BEM FH Sarankan BEM-U Anut Sistem Senat dalam Pemilwa)
Presiden BEM FH periode 2016/2017, Muhammad Isra Bil Ali, menyatakan bahwa sistem kepartaian sudah tidak ideal lagi untuk diterapkan dalam pemilihan calon pemimpin. Menurutnya, partai dipakai hanya untuk pemilihan pemimpin dan muncul pada waktu tertentu saja. “Setelah itu partai tidak pernah dipakai untuk mengembangkan potensi, baik terhadap kader maupun mahasiswa umum,” ujarnya, Sabtu (23/4/2016).
Isra menerangkan bahwa sistem keterwakilan adalah sistem yang paling tepat diterapkan karena fungsinya mencakup kepentingan dari setiap fakultas. “Selama ini teman-teman yang ada di lingkup fakultas kurang terjamah dan keluhan-keluhan hanya ditampung dan tidak pernah dieksekusi,” terangnya.
Independensi FH berdasarkan UUD Senat Bab I mengenai Bentuk, Definisi, Sifat, dan Kedaulatan Pasal 1 Ayat (3), bahwa Senat Mahasiswa FH UMS bersifat demokrasi, mandiri, dan independen berdasarkan Undang-Undang (UU) yang berlaku. “BEM FH menafsirkan bahwa berdasarkan pasal tersebut FH mempunyai dasar untuk independen,” tambah Isra.
Baca juga: Satu: Rumah Perjuangan Mahasiswa
Tanggapan oleh beberapa Gubernur BEM Fakultas dan Presiden BEM FH
Menaggapi polemik tersebut selaku Gubernur BEM Fakultas Psikologi (FP), Rizal Fernanda, mengatakan bahwa apabila dikembalikan pada sistem demokrasi Keluarga Mahasiswa (Kama), maka hal tersebut adalah sebuah hak untuk dipilih yang dimiliki oleh mahasiswa. “Bagi Kama psikologi polemik ini tidak untuk dicampuradukan dengan urusan kami,” ungkapnya saat ditemui di Taman Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Jumat (27/4/2018).
Selaras dengan pendapat Rizal, Selaku Gubernur BEM Fakultas Teknik (FT), Wisnu Panji Nugraha menjelaskan, jika tujuan Indra mencalonkan diri sebagai Capres baik, maka mahasiswa juga akan menilai tujuan tersebut tentunya. “Di Kama teknik, kami biasa saja menanggapinya, karena tidak banyak yang tahu polemik ini,” jelasnya, Jumat (27/4/2018).
Sedangkan dari pihak Gurbenur BEM FEB, Berli Andrianto mengatakan, polemik ini tentunya memang menjadi perbincangan di Kama FEB, namun baginya bukan untuk terus dipermasalahkan. “Polemik ini adalah kerancuan, kami harap segera ada kejelasan baik dari BEM FH maupun BEM-U serta penyelenggara Pemilwa sehingga akan ada titik terang mengenai masalah ini,” ucapnya, Jumat (27/4/2018).
Sehingga berdasarkan independensi tersebut, seharusnya FH tidak ada hubungannya dengan Pemilwa BEM-U. Namun, karena dalam UU Nomor 1 tahun 2018 tentang Perubahan UU Keluarga Mahasiswa UMS Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Mahasiswa yang tidak mengatur pengecualian bagi FH untuk mengikuti Pemilwa BEM-U, sehingga memberikan peluang kepada Indra untuk maju mencalonkan diri menjadi Capres.
Selaku Presiden BEM FH, Faizal Dede Mulyana mengatakan bahwa pencalonan Indra tidak menjadi permasalahan bagi Kama FH. “Kami menghargai Indra mencalonkan diri menjadi Capres, dan Indra juga menghargai independensi BEM FH,” terangnya saat ditemui di depan kantor BEM FH, Sabtu (28/4/2018).
Di luar polemik yang terjadi tersebut, Faizal berharap bahwa siapapun yang nanti terpilih menjadi Presiden BEM-U, semoga ia dapat segera menyelesaikan permasalahan internal antara BEM-U dan BEM FH, agar tidak berlangsung secara terus menerus. “Kami selalu punya iktikad baik dan kami menunggu iktikad baik dari BEM-U untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tutupnya, Sabtu (28/4/2018).
Reporter : Endang Kartika Sari
Editor : Rizal Pahlevi
Baca juga: Dua: Ruang Intelektual Demokrasi