Pepatah lama mengatakan, tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina. Tentu, banyak sekali yang bisa dipelajari di sana. Mungkin itu merupakan petuah yang tepat untuk menggambarkan kisah perjalanan sosok yang satu ini.
Azis Saifudin, salah satu peserta lomba penelitian yang mendapatkan penghargaan dari perusahaan Leave a Nest, Ltd, Jepang. Dekan Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini diundang sebagai ilmuwan yang berusia dibawah 50 tahun dan mengirimkan proposal pada perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan elektronik tersebut.
Dosen lulusan S1 Farrmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2002 ini sering melakukan penelitian. Sudah ada tujuh jurnal yang telah dipublikasikan. Hal yang mengejutkan baginya ketika beliau malah menjadi dosen tidak lama setelah kelulusannya. Pasalnya beliau fokus pada medicare dibanding kegiatan belajar-mengajar.
Merasa ditakdirkan menjadi dosen, beliau bertekad meningkatkan kemampuan dan memperbaiki cara mengajar dengan memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi. Tekadnya diijabah, setelah tiga tahun menjadi dosen di Farmasi UMS, yakni pada tahun 2005, ada kewajiban dari pemerintah agar dosen di tanah air memiliki pengalaman belajar formal minimal lulusan S2.
Beliau berusaha mendapatkan beasiswa untuk studi lanjut dan memilih universitas yang berada di luar negeri. Satu tahun setelah pengajuan beasiswa, beliau dapat menginjakkan kaki di tanah Belanda untuk menimba ilmu di Leiden University. Selama menjadi dosen dan belajar di Leiden University, beliau pernah mendapat dana penelitian dari pemerintah dalam bidang bioteknologi.
Barulah ketika beliau studi lanjut S3 di University of Toyama Japan pada tahun 2010, beliau bebas melakukan penelitian dengan topik apapun karena ditunjang dengan sarana prasarana, semangat dosen dalam membimbing mahasiswa, serta atmosfer lingkungan dalam melakukan penelitian. Beliau terpacu untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.
Selama di sana beliau dapat mengumpulkan empat data dan dipublikasikan. Selama pencariannya mencari data, selama dua tahun itu pula beliau jarang menghabiskan akhir pekan untuk sekadar bersantai, jalan-jalan, dan lebih banyak waktu yang dihabiskan di laboratarium.
Alasannya agar beliau dapat membawa hikmah ketika pulang ke Indonesia. “Dengan target yang banyak itu kita kan dapat mengambil hikmah nanti ketika kembali ke Indonesia itu, istilahnya, kita bisa membuat gaya baru yang berorientasi pada perebakan diskusi dan kinerja,” harapnya.
Pulang ke Indonesia, beliau justru merasa prihatin karena atmosfer penelitian masih kurang dirasakan. Pantang menyerah, beliau langsung melakukan penelitian lagi pada tahun 2013, alasannya sederhana, agar semangat melakukan penelitian terus ada. Beliau tidak ingin sekembalinya setelah studi S3, hanya fokus pada birokrasi, dan dikhawatirkan kepekaan terhadap masalah menurun.
Beliau segera berbenah diri agar dapat bermanfaat untuk masyarakat. Karena salah satu motivasinya melakukan penelitian yaitu agar dapat bermanfaat untuk masyarakat. Pada akhirnya beliau memilih fokus penelitian dari bioteknologi ke farmakognosi.
Menurut beliau, farmakognosi dapat dikembangkan lagi dan cocok untuk zaman sekarang. Selain untuk menolong masyarakat, motivasi lain melakukan penelitian yaitu agar ilmunya tidak stagnan apabila hanya mengandalkan membaca dari teks dan tidak melakukan pencarian data sendiri.
Sebagai Dekan Farmasi UMS, beliau juga melihat antusias mahasiswa UMS melakukan penelitian cukup tinggi, salah satunya ketika mahasiswa mengerjakan skripsi dan Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM). Skripsi dan PKM itu salah satu cara melatih mahasiswa mengumpulan data dan berfikir secara ilmiah.
Namun sayangnya UMS masih mengandalkan event dibawah DIKTI, padahal aturan baru diberlakukannya sistem klastrisasi. Di mana UMS pada klaster II hanya dapat mengunggah 400-an proposal ke DIKTI. Padahal UMS dapat juga menyosialisasikan event-event internasional, lomba teknologi, dan banyak lainnya, agar ide-ide mahasiswa UMS dituangkan pada wadah yang tepat.
Pesan lainnya dari Azis kepada mahasiswa yang berniat atau sedang melakukan penelitian yaitu lewatilah yang sulit dulu, maka hal yang mudah tidak jadi soal. Sesuatu yang diyakini bermanfaat dan kita tahu kesulitan melakukan sesuatu itu, maka hal tersebut dapat mengangkat intelektualitas dan harkat. Baik harkat ilmiah, kompetensi, dan membuat siapapun merasa butuh kepada kita.
“Pokoknya lakukanlah yang terbaik, apapun itu. Agar kita mendapat trust (kepercayaan) dari orang lain. Karena meskipun mahasiswa itu pelajar, suatu saat akan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Maka yang dibutuhkan dalam bermasyarakat adalah qualified dan competent,” tutupnya.
Reporter : Inayah Nurfadilah
Editor : Rizal Pahlevi