UMS, Pabelan-Online.com – Unit Kemahasiswaan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengadakan kegiatan “Ramadhan in Campus” yang bertempat di Taman Masjid Sudalmiyah Rais, Kampus Dua UMS, Selasa (22/5/2018). Acara tersebut membahas mengenai prestasi prestisius dan prestasi non-prestisius.
Selaku Wakil Rektor (WR) III UMS, Taufik Kasturi, menjelaskan bahwa prestasi dibedakan menjadi prestasi prestisius dan non-prestisius.Contoh prestasi non-prestisius adalah mahasiswa yang tergabung dalam Organisasi Mahasiswa (Ormawa) maupun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), di mana soft skill lebih diperhatikan.
“Mahasiswa yang tergabung dalam Ormawa dan UKM merupakan bagian dari mahasiswa berprestasi, tapi dianggap tidak prestisius, meskipun manfaatnya sangat besar,” ungkapnya, Selasa (22/5/2018).
Taufik yang pernah menjabat sebagai Dekan Psikologi menuturkan, dalam psikologi permasalahan tersebut dikenal dengan istilah kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosi (EQ).Kecerdasan spiritual yaitu kemampuan berbicara, kemampuan berinteraksi sosial, kemampuan hidup secara bijaksana, bersahaja, dan bagaimana memaknai suatu hal.
Ashmos dan Duchon (2000), memaparkan konsep kecerdasan spiritual dalam dunia kerja melalui tiga komponen yaitu kecerdasan spiritual sebagai nilai kehidupan dari dalam diri, sebagai kerja yang memiliki arti, dan sebagai komunitas.
Dalam sebuah penelitian yang mengambil subyek dari beberapa perusahaan menunjukkan, pekerja yang memiliki skor kecerdasan emosional tinggi dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik. Penilaian tersebut dilihat dari kualitas dan kuantitas yang disumbangkan pekerja kepada perusahaan. Kendati demikian, apabila seseorang memiliki sifat tertutup dan tidak berinteraksi dengan orang lain secara baik maka kinerjanya tidak dapat berkembang (Chermiss, 1999).
“Itulah yang disebut kecerdasan emosi dan spiritual yang sering dianggap prestasi yang tidak prestisius, berbeda dengan kecerdasan intelektual,” ungkap Taufik.
Ketika seseorang mendapatkan ranking, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK cumlaude), mereka akan dianggap memiliki prestasi prestisius. Namun setelah seseorang hidup bermasyarakat, dalam kehidupan yang lebih real, ranking dan IPK tidak lagi menjadi ukuran prestasi. Karena prestasi akademik yang prestise itu berbatas waktu, dan pada waktu tertentu orientasi seseorang akan mulai berubah. Kecerdasan emosional dan spiritual lah yang merupakan hal paling penting dalam hidup bermasyarakat di mana hal tersebut dapat diperoleh dari prestasi non-prestisius.
Salah satu peserta talk show, Muhammad Alif mengaku mendapat nilai lebih setelah mengikuti kegiatan ini, ia mendapatkan pembelajaran mengenai arti prestasi non-prestisius untuk bekal bermasyarakat. Lewat organisasi ia bisa mengasah kemampuan emosional dan spiritual, tetapi juga harus berimbang dengan perkuliahan. “Jadi kita bisa berorganisasi dan tidak melupakan perkuliahan,” tandasnya, Kamis (24/5/2018).
Reporter : Rio Novianto
Editor : Anisa Cintya Putri