Tiap pergantian semester, tentu ada masa yang mengharuskan mahasiswa mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) untuk satu semester selanjutnya. Tanpa pengisian KRS, rasanya tak mungkin mahasiswa dapat melanjutkan studi. Sebelum pengisian biasanya dari pihak universitas mewajibkan mahasiswanya untuk berkonsultasi dengan Pembimbing Akademik (PA) masing-masing. Usai mengisi dan membayar, mahasiswa pun dapat berkuliah kembali dan menempuh semester yang lebih tinggi.
Selama berkuliah di kampus menara, selain jadwal KRS, di tiap semester akan disediakan jadwal khusus revisi KRS dari pihak universitas. Mayoritas mahasiswa yang sudah sreg dengan jadwal kuliahnya, tentu tak memiliki masalah sehingga tak perlu merevisi. Namun, pasti ada suatu keadaan dimana mahasiswa tertentu punya masalah terhadap jadwal kuliahnya. Entah mata kuliah yang bertabrakan, ingin menambah atau mengurangi mata kuliah, bahkan ingin mengganti mata kuliah. Sehingga mau tak mau, keadaan ini pun menuntut mahasiswa harus merevisi KRS.
Baru-baru ini, telah beredar kabar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMS, bahwa revisi KRS untuk fakultas itu tak lagi dibuka. Wakil Dekan berdalih, perkuliahan telah berjalan selama tiga kali pertemuan dan mapan. Hal ini sontak menuai beragam respons dari berbagai mahasiswa, khususnya di FEB sendiri. Bagaimana mungkin agenda yang ada di tiap semester tiba-tiba dihapus begitu saja?
Bahkan kabarnya, penutupan revisi KRS ini begitu mendadak dan tanpa sosialisasi yang jelas dari pihak pimpinan FEB terhadap mahasiswa. Tindakan ini tentunya membuat sebagian mahasiswa yang berencana jauh-jauh hari untuk merevisi KRS, pun terpaksa harus menelan kecewanya bulat-bulat.
Mendengar kabar ini sangat disayangkan, mengingat telah bertahun-tahun revisi KRS selalu ada di setiap semester. Bukan tak mungkin, mahasiswa nanti menjadi tidak maksimal dalam pengambilan Satuan Kredit Semester (SKS). Mahasiswa tentu juga tidak menginginkan keadaan yang memaksanya harus merevisi.
Ditambah lagi, dengan kurang ada sosialisasi yang memadai dari pihak pimpinan FEB terhadap mahasiswa. Semestinya, sebelum pengambilan kebijakan-kebijakan seperti itu dilakukanlah sosialisasi terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Bukan hanya melihat dari satu sisi, tapi juga melihat dari sisi yang lain. Betul, kuliah telah berjalan selama beberapa pertemuan. Namun sebaiknya dipertimbangkan lagi, apakah itu justru merugikan atau menguntungkan? Jika iya menguntungkan, maksudnya bagi siapa?
Kebijakan-kebijakan kampus tentu mahasiswa harus mematuhi. Namun bagaimana mahasiswa mau untuk patuh, bila tak ada sosialisasi yang jelas dan menyeluruh. Semoga saja pengambilan kebijakan seperti ini tidak melalui keputusan yang terburu-buru atau menguntungkan salah satu pihak saja. Namun harusnya win win solution, membuat lega kedua belah pihak.