UMS, pabelan-online.com – Demi menanamkan peran mahasiswa dalam gerakan politik dan sosial, Diskusi Ranah Mahasiswa (Durasi) dengan tema gerakan mahasiswa di era postmodernisme digelar oleh Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Al-Idrisi Fakultas Geografi (FG) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Ruang Seminar Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMS menjadi saksi bisu digelarnya diskusi. Demi mengasah nalar kritis mahasiswa dalam menyikapi era postmodernisme menjadi sebab Durasi terselenggara. Sebanyak lima pembicara yang menjabat posisi penting dalam dunia politik mahasiswa terlihat ikut berpatisipasi.
Gubernur BEM Fakultas Teknik, Aditya Haryoko membuka sesi diskusi dengan ceritanya mengenai pendirian pergerakan mahasiswa. Saat Budi Utomo lahir pada tahun 1908, muncullah pergerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa ini akhirnya mencapai puncak saat tahun 1998. Kala itu mahasiswa melakukan demo besar-besaran agar Soeharto lengser. “Itulah saat-saat kita dianggap sebagai agent of change (agen perubahan) maupun agent of social control (agen kontrol sosial),” ujar dia, Rabu (20/03/2019).
Baca Juga: Bekali Calon Wisuda, Informatika UMS Selenggarakan Seminar Kolaborasi
Zaid Ziyaadatul Huda, sebagai Gubernur BEM Fakultas Kedokteran UMS lebih lanjut memaparkan keterangan yang telah sedikit disinggung Aditya, yakni mahasiswa sebagai agen kontrol sosial. Dia beranggapan, yang dimaksud dengan social control adalah gerakan yang bersifat subjektif dan berdampak sosial.
Dari tujuan kontrol sosial ini, dibagilah dua tipe mahasiswa; kelompok aktivis dan kelompok apatis. “Aktivis berarti dia aktif dengan tujuan untuk kepentingan banyak orang, sedangkan apatis aktifnya hanya untuk diri sendiri,” tutur Zaid.
Ratantra Rasjid yang dikenal sebagai Gubernur BEM FG UMS, melihat pergerakan mahasiswa sebagai gerakan politik. “Gerakan politik adalah usaha untuk mendapatkan sesuatu,” katanya. Dia pun mengungkapkan alasan gerakan mahasiswa dapat dikatakan sebagai gerakan politik. Baginya, apapun yang dilakukan, setiap sendinya adalah politik.
Ketika ketiga narasumber yang lain selesai membahas pergerakan mahasiswa di era postmodernisme, Muhammad Nur Ardhiyansyah yang menjabat Gubernur BEM Fakultas Ilmu Kesehatan UMS, kemudian menyampaikan argumennya. Ia memberi pengertian pada hadirin tentang peran mahasiswa dalam menyikapi era postmodern. “Kita menjadi kuat dengan kekuatan masing-masing, ilmu yang didapat dan mampu dibaca, itu yang membedakan mahasiswa modern dan postmodern,” tukasnya, menutup Diskusi Ranah Mahasiswa.
Reporter : Mg_Mifta, Mg_Fidai
Editor : Faizatul Maslahah