UMS, pabelan-online.com – Beberapa pekan lalu, telah beredar pamflet di media sosial, didalamnya mencantumkan sebelas nama dosen yang diduga melakukan politisasi kampus.
Dalam pamflet dikatakan, beberapa dosen tak jarang menyampaikan kampanye lewat ruang-ruang kelas. Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Hukum, Junaidi berkata bahwa politisasi kampus ialah ketika kampus menekan mahasiswa untuk memilih salah satu pasangan calon presiden (capres).
Ia berpendapat, kampus mestinya tidak boleh steril dari politik, sebab sejarah mahasiswa selalu dekat dengan politik.
“UMS ini terbuka, 01 juga ada yang ngomong, kita (UMS-red) tidak memberi sanksi kan?” tukasnya (26/4/2019).
Junaidi mengaku ketika mengajar fikih politik, ia selalu memberi fakta-fakta. Misalnya perihal ketaatan pemimpin, kebijakan pemerintah, serta undang-undang yang semuanya dibalut dalam konsep Islam.
Namun, Junaidi membantah tuduhan mengajak untuk memilih salah satu capres. Ia ingin mahasiswa untuk berpikir dan melihat realitanya sekarang.
Menurutnya, sudah seharusnya kampus jadi tempat politik yang menjadi ajang elemen kampus untuk mengenal pemimpin dan wakil rakyat. Tinggal mahasiswa yang menilai, sebab mahasiswa memiliki kedaulatan.
Baca Juga WR I UMS Larang Politisasi Menerpa Kampus
“Bedakan, kalau kampus menekan dan memaksa, itu baru politisasi kampus,” tegas dosen yang namanya disebutkan dalam pamflet.
Dosen lain yang namanya ikut tertera dalam pamflet, Dedi Ary Prasetya, mengaku tak pernah mengajak mahasiswa untuk memilih salah satu capres. Ia menyampaikan, pernah memberi kultum dalam kelas dan pada kesempatan itu banyak nuansa politik yang disampaikannya.
“Tapi bukan politik praktis yang saya sampaikan, contohnya soal maraknya hoaks,” ujar Dosen Teknik Elektro UMS ini, Jumat (26/4/2019).
Dedi Ary justru mengajak orang lain dalam iklim politik untuk selalu menjaga akhlak, terlebih saat hoaks kian marak. Ia menganggap hal itu sebagai pendidikan politik, tentang bagaimana menyikapi hoaks dan mengklarifikasi fitnah.
Terkait politisasi kampus, ia berujar setiap orang punya kecenderungan untuk menampilkan pilihannya dan punya kebebasan untuk menyampaikan. Namun ia menyangkal memaksa mahasiswa untuk mencoblos salah satu capres.
“Saya yakin tidak pernah membawa politik praktis di kelas,” pungkasnya.
Reporter : Rio Novianto
Editor : Annisavira Pratiwi
Manis sekali bapak Junaidi. Melindungi reputasi bapak dengan omongan bualan anda. Nyata sekali bapak memberi stiker salah satu paslon seakan memaksa secara halus untuk memilih.