UMS, pabelan-online.com – Tak hanya berdampak pada geografis, karhutla juga memiliki dampak serius terhadap kesehatan. Lebih lanjut dibahas oleh dosen Fakultas Kedokteran UMS, Burhannudin Ichsan.
Asap karhutla diketahui mengandung banyak partikel abu dari material yang terbakar, jika terhirup akan masuk ke paru-paru yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan. Perihal isu nasional tersebut, salah satu dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Burhannudin Ichsan membahas dari sisi kesehatan.
Burhannudin menjelaskan bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu genetik, perilaku, gaya hidup, fasilitas pelayanan kesehatan, serta lingkungan. Dampak karhutla akan berbahaya bagi kesehatan apabila mengenai mata dan kulit dapat menyebabkan iritasi, bahkan bisa menimbulkan gangguan pernapasan kala memasuki saluran pernapasan.
Akibat karhutla, balita dan anak-anak yang terpapar asap akan berisiko lebih tinggi terkena asma saat dewasa, sedangkan untuk orang dewasa di masa tuanya akan lebih mudah terkena penyakit PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) atau COPD. Penyakit paru kronis gejala utamanya yaitu sesak napas.
“Orang yang tidak mempunyai penyakit asma dapat terkena hipersensitivitas pada saluran napas, terkena radang, mengeluarkan cairan, bahkan napas menjadi tidak longgar,” jelasnya, Rabu (18/9/2019).
Yang paling baru, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginformasikan penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat karhutla hingga September tercatat mencapai 919.516 orang. Hal tersebut diungkap oleh Agus Wibowo, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPD, Senin (23/9/2019)
Baca Juga Kabut Asap Karhutla Riau dan Upaya Penanggulangan Geografisnya
Enam provinsi yang terdampak karhutla yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Sumatera Selatan menjadi provinsi yang terbanyak penderita ISPA-nya, sekitar 291.807 orang, seperti dikutip dari nasional.kompas.com.
Solusi penanggulangan termudah saat ini yakni menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa topi, kaca mata, dan masker yang terbasahi sedikit air, agar dapat menyaring partikel-partikel yang akan masuk ke dalam tubuh.
“Selain menggunakan APD, juga mengurangi keluar rumah dan mengenakan pakaian panjang,” tambahnya, Rabu (18/9/2019).
Menanggapi isu nasional yang menjadi perhatian masyarakat saat ini, Vika Mulya Pradini, salah satu mahasiswi FK UMS berharap pemerintah dapat bertindak cepat dalam menyelesaikan masalah kabut asap yang terjadi di Riau.
Bukan hanya masalah menghilangkan asap saja, tetapi juga menyelesaikan hingga ke akar-akarnya. Seperti oknum yang membakar, “bermain di belakang”, dan yang memprovokasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan ini.
“Bukan kabur enak-enakan ya Pak, jangan tunggu masyarakat heboh dulu, masyarakat meninggal dulu, baru bergerak. Dan jangan menyalahgunakan kekuasaan,” ungkapnya.
Reporter : Rika Tri Amalia
Penulis : Rika Tri Amalia
Editor : Inayah Nurfadilah